Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sri Mulyani dan Pidato yang Heroik Itu...

4 Juli 2017   12:51 Diperbarui: 5 Juli 2017   00:21 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, atas permintaan Sri Mulyani, Jaksa Agung mementahkan kembali kasus ini. Padahal dalam kasus pidana pajak itu Paulus Tumewu sempat ditahan di Bareskrim selama 90 hari. Namun dengan dalih telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Paulus hanya dikenai kewajiban membayar Rp7,99 miliar. Anehnya, hingga artikel ini ditulis, Ani tidak pernah bisa menunjukan SKP yang diterbitkannya itu.

Dalam logika awam, seorang pengemplang pajak adalah koruptor. Apalagi jumlahnya nyaris Rp400 miliar. Ini jelas jumlah yang tidak main-main. Jangan lupa, kasusnya terjadi pada 2005. Jika dihitung dengan inflasi yang hampir 12 tahun, sekarang nilainya mungkin sekitar Rp3 triliun. Jelas, tindakan Paulus Tumewu itu amat jahat, sangat merugikan rakyat dan negara.  Tapi kok saat itu justru mendapat perlindungan dari Sri Mulyani, ya?

Berikutnya, kasus yang ini memang bukan kisah fulus negara yang digarong koruptor. Ia 'cuma' pemborosan negara yang keterlaluan. Ceritanya, saat selaku Menkeu dia melakukan reformasi perpajakan. Tidak tanggung-tanggung, dana yang digelontorkan mencapai US$500 juta. Sayangnya, duit itu bersumber dari pinjaman Bank Dunia.

Reformasi perpajakan yang dijanjikannya ternyata majal alias tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bahkan, pada era itu juga mencuat skandal Gayus Tambunan, pegawai Pajak golongan III yang punya simpanan ratusan miliar rupiah. Publik juga yakin, kasus Gayus hanyalah fenomena gunung es dari apa yang sejatinya terjadi di lingkungan perpajakan. Ujung-ujungnya, rakyat dan negara tetap harus membayar duit pinjaman tersebut.

Oya, publik juga belum lupa skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun. Sebagai Menkeu, Ani juga menjadi Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Nah posisinya inilah yang punya peran penting dalam skandal Bank Century. Di pengadilan, namanya jelas-jelas disebut turut terlibat.

Skandal dengan kerugian tiga kali lipat dari korupsi e-KTP itu cuma berhasil menjebloskan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya 15 tahun ke penjara. Sedangkan Sri dan Boediono (saat itu Gubernur BI) yang berperan sentral, bisa melenggang lolos dari jerat hukum, hingga sekarang.

Apakah ketika skandal Bank Century terjadi, Ani masih bisa nyenyak tidur sehingga dia mengabaikan sejumlah data dan fakta penting, bahwa Bank Century sama sekali tidak menimbulkan dampak sistemik? Data itu, antara lain, menyebutkan dana pihak ketiga di Bank Century hanya 0,68% dari total dana di perbankan. Begitu juga dengan kredit yang disalurkannya cuma 0,42% dari total kredit perbankan. Bahkan asetnya tidak sampai 1%, tepatnya hanya 0,72% dari aset perbankan.

Angka-angka tersebut tentu bukan karangan belaka. Sebagai Menkeu sekaligus Ketua KSSK, Ani dapat dengan mudah memperolehnya. Tapi pertanyaannya, kok dia tetap menggelontorkan Rp6,7 triliun duit negara untuk Bank Century? Tidakkah perbuatan ini bisa dikategorikan membantu koruptor merampok uang negara? Apa karena waktu itu dia belum mampu merangkai kata-kata indah dan heorik tentang duit negara yang harus dijaga sampai sulit tidur agar tidak dicuri koruptor? Jangan-jangan pidatonya cuma omdo, alias omong doang.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip surat Ash Shaf ayat 2-3, yang artinya begini: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu katakan sesuat yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan yang tidak kamu lakukan."

Nah, loh... (*)

Jakarta, 4 Juli 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun