Perubahan komposisi kredit ini bisa mengubah struktur ekonomi Indonesia yang selama ini bak gelas anggur. Kelompok di atas jumlahnya sangat besar. Mereka adalah 160 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 200 keluarga yang masing-masing bisa memiliki lebih dari 100 perusahaan. Sedangkan di bagian tengah seperti bentuk gagang gelas anggur, kecil dan tipis. Mereka adalah para pengusaha kelas menengah. Selanjutnya, pada bagian paling bawah kembali membesar yaitu ada sekitar 60 juta UMKM. Struktur ekonomi semacam ini sangat tidak adil.
Mengubah struktur kredit memang akan membuat pengusaha-pengusaha kakap mengalami kesulitan pembiayaan dari bank. Tapi ini justru bagus. Mereka harus dipaksa mencari sumber pembiayaan alternatif, antara lain dari pasar modal lewat mekanisme initial public offering (IPO) atau right issue.
Jika ini terjadi, maka dampak ikutannya bakal dahsyat. OJK berhasil menggairahkan pasar modal nasional. Memang harus diakui, pasar modal kita termasuk yang tumbuh paling cepat di kawasan. Namun dengan emiten yang 543 perusahaan, jumlah itu masih jauh dari potensi sebenarnya. Apalagi jika diukur dari jumlah investor yang cuma 500.000an, masih teramat jauh dari target yang 2 juta investor.
Mimpi Indonesia punya 2 juta investor adalah mimpi yang sudah lama sekali. Ketika saya masih menjadi redaktur ekonomi di satu media nasional pertengahan tahun 90an, obsesi ini sudah memenuhi benak para pemangku kepentingan. Sayangnya, setelah lewat dua daswarsa hingga kini target tersebut masih saja jauh panggang dari api.Â
Sehubungan dengan itu, mau tidak mau OJK harus aktif mendorong berkembangnya pasar modal kita. Jumlah emiten dan investor harus didongkrak beberapa kali lipat. Namun hal itu hanya bisa diwujudkan, bila berbagai peraturan yang tidak kondusif harus dibuang. Tentu saja, karena ini menyangkut penghimpunan dana publik, aspek kehati-hatian tetap dikedepankan dan menjadi hal utama.
RR juga prihatin terhadap kian dominannya asing dalam industri keuangan nasional. Penguasaaan asing yang tinggi dalam sektor perbankan dan IKNB berdampak pada dua sisi sekaligus. Pertama, besarnya keuntungan yang terbang ke luar negeri. Kedua, pada saat yang sama Indonesia jadi sangat rentan terhadap krisis. Komisioner OJK yang baru harus mampu menekan dominasi asing yang sudah melewati ambang batas bahaya tersebut.
Jangan cuma sosialisasi
Masih soal perbankan, OJK juga harus mampu mewujudkan cita-cita sistem bank yang inklusif. Yang tidak kalah pentingnya, OJK mesti serius meningkatkan penetrasi perbankan agar lebih baik lagi. Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak cukup hanya dengan sosialisasi, apalagi dalam bentuk seminar-seminar. Kegiatan tersebut hanya memberi dampak minimal.
"Pimpinan OJK sebaiknya mulai melakukan langkah terobosan. Misalnya, dengan menggalakkan e-money. Cuma sebagai catatan, e-money di sini harus benar-benar sistem electronic money. Bukan sekadar menerbitkan berbagai jenis kartu kredit dan atau kartu debit," tukas RR yang pernah menjadi penasehat ekonomi Perseriatan Bangsa Bangsa (PBB).
Caranya, menurut dia, harus mulai diinisiasi dan dikembangkan kerjasama antara perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Jika ini sukses, kelak orang bisa bertransaksi hanya menggunakan telepon genggamnya. Setiap penduduk pemilik telepon pintar, akan punya nomor rekening yang sama dengan nomor teleponnya. Jadi, terbentuk masyarakat yang cashless sehingga lebih praktis dan lebih aman.
Terakhir, jangan lupa tujuan dibentuknya OJK, yang antara lain, untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Untuk itu, ke depan OJK harus bisa melindungi masyarakat dari iming-iming investasi bodong. OJK memang sudah membentuk Satgas Waspada Investasi. Namun entah karena apa, hingga kini masih saja banyak masyarakat yang menjadi korban. Biasanya masyarakat tergiur janji-janji return tinggi dengan risiko yang cenderung disembunyikan. Kasihan rakyat, ingin berinvestasi agar asset dan dana berkembang, yang terjadi malah terjengkang.