Oleh Edy Mulyadi*
Heboh skandal Bank Century tiba-tiba saja mencuat kembali. Adalah Menko Perekonomian Rizal Ramli era Presiden Gus Dur yang mengangkat kembali skandal Bank Century saat dimintai dimintai masukannya seputar calon bos Otoritas Jasa Keuangan (OJK) oleh Komisi XI, 31 Mei silam. Sebetulnya RR, begitu dia biasa disapa, sekadar mengingatkan agar pimpinan OJK ke depan diisi oleh orang-orang yang independen, kredibel, dan berani. Dia tidak ingin kasus bank besutan Robert Tantular itu kembali terjadi.
Menurut dia, sebetulnya untuk menyelematkan Bank Century tidak perlu ada dana yang digelontorkan, apalagi sampai Rp 6,7 triliun. RR mencontohkan sukses menyelamatkan Bank Internasional Indonesia (BII) tanpa menggunakan serupiah pun dana pemerintah.
“Tahun 2000 BII nyaris kolaps karena nasabah menarik duitnya. BII ini besarnya 8-10 kali dari Bank Century. Tapi sebagai Menko Perekonomian kami selamatkan tanpa uang sepeser pun. Jadi pada kasus Century, kita semua waktu itu dibohongi Gubernur BI Boediono dan Menkeu Sri Mulyani. Mereka menggelontorkan dana sangat besar dengan dalih Bank Century punya risiko sistemik,” papar Rizal Ramli.
Pernyataan RR di DPR tadi seperti menguak kisah lama. Memang, saat itu bangsa ini seperti tersihir oleh Budiono dan Ani, sapaan akrab Sri Mulyani. Bagaimana mungkin negara harus merogoh kocek dalam-dalam hingga Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan bank mini di belantara perbankan nasional dengan dalih bisa berdampak sistemik?
Halusinasi Boedi-Ani
Sihir berdampak sistemik yang ditebar duet Boediono dan Ani ini sebetulnya halusinasi belaka. Data-data yang ada justru menunjukkan sebaliknya. Dana pihak ketiga di Bank Century hanya 0,68% dari total dana di perbankan. Begitu juga dengan kredit yang disalurkannya cuma Bank Century 0,42% dari total kredit perbankan. Bahkan asetnya tidak sampai 1%, tepatnya hanya 0,72% dari aset perbankan.
Bicara soal CAR, pada November 2008 perbankan nasional punya CAR rata-rata 12% lebih. Memang ada tiga bank yang di bawah 8%, yaitu batas minimal minimum untuk bailout. Namun ketiganya adalah bank skala kecil. Tapi anehnya Pemerintah hanya menyelamatkan Bank Century, yang per 30 September CAR-nya 2,35%. Salah urus membuat CAR bank Century terus terjun, dan berada di posisi minus 3,5% saat bailoutdilaksanakan.
Bahkan internal BI sendiri pun berpendapat penutupan Bank Century sama sekali tidak berdampak sistemik. Di persidangan, Halim Alamsyah yang ketika itu menjadi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) bersaksi, dia pernah diperintah membuat analisis dampak sistemik Bank Century dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, 13 November 2008.
Hasil analisisnya menyebutkan Bank Century sama sekali tidak berdampak sistemik. Pasalnya, ukuran Bank Century relatif kecil dalam perekonomian. Peran dalam pemberian kredit pun relatif kecil. Begitu juga dengan keterikatan dengan sektor riil. Singkat kata, secara keseluruhan menunjukkan Bank Century adalah Liliput di negeri Guliver.
Selain itu, audit internal BI juga mengaku langsung bergerak begitu mengendus adanya kejanggalan tersebut. Namun, menurut saksi Wahyu yang saat itu menjabat Direktur Audit Internal BI, dia malah dimarahi Boediono saat melaporkan kejanggalan tadi.
Berdasarkan fakta tersebut, tampak jelas bahwa Ani dan Boediono sekadar mencari-cari alasan untuk menggelontorkan dana sangat besar ke Bank Century. Kalau pun pada akhir 2008 perbankan nasional mengalami kesulitan likuiditas, itu bukan karena pengaruh krisis global. Sejatinya, hal itu disebabkan kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan Gubernur BI dan pengetatan fiskal oleh Menkeu.
Kebijakan kriminal
Mencermati pat-gulipat penyaluran dana bailout ke ban Century, tidak berlebihan bila disebut hal itu merupakan kebijakan kriminal dan penyalahgunaan kekuasaan. Bayangkan, agar Bank Century bisa menerima dana bailout Rp 6,7 triliun, pada 14 November 2008 Boediono mengubah Peraturan Bank Indonesia tentang persyaratan CAR untuk bailout dengan menurunkannya dari CAR 8% jadi CAR asal positif.
Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan secara jelas bahwa Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah salah memutuskan Bank Century sebagai bank gagal dengan risiko sistemik.
Jika Pemerintahan Jokowi benar-benar bermaksud membersihkan negeri ini dari pribadi tak berintegritas dan korupsi, semestinya hasil audit investigatif Bank Century diangkat kembali. Boediono dan Ani harus mengklarifikasi hasil audit BPK. Bukan itu saja, aparat penegak hukum juga bisa saja menjerat keduanya. Senjatanya, lagi-lagi, adalah hasil audit investigatif BPK yang diserahkan ke DPR dan dirilis ke publik 20 November 2009.
Kalau tidak, Jokowi akan terus dibebani dosa-dosa sejarah yang sama sekali tidak pernah dilakukannya. Ini juga akan menggerogoti modal Presiden yang selama ini dipersepsi sebagai sederhana, merakyat, bersih, dan tidak neko-neko… (*)
Jakarta, 2 Juni 2017
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H