Kedua, di tataran eksekusi, program pengampunan pajak bisa disebut gagal total. Paling tidak, para ekonom yang tergabung dalam kelompok think tank INDEF sudah menghadiahi rapor merah untuk perkara ini.
Program Kemenkeu yang berpayung hukum UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak ini ternyata gagal mengemban sejumlah tugas yang diamanatkan. Antara lain, aset repatriasi yang diperoleh dari program tax amnestynyatanya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap likuiditas, nilai tukar, suku bunga, dan investasi.
Gagal lainnya, dari sisi objek pajak, tax amnestycuma berhasil menjaring 50.385 wajib pajak baru  alias 0,15% dari wajib pajak potensial 2016. Program ini pun bisa disebut sepi peminat. Pasalnya, sampai batas waktu berakhir hanya 995.983 wajib pajak yang ikut. Angka ini hanya 2,95% total wajib pajak yang terdaftar pada 2016.
Pengampunan pajak juga hanya bisa menggaet penerimaan sebesar Rp107 triliun. Padahal, sejak awal pemerintah sesumbar bakal menangguk penerimaan Rp 165 triliun. Artinya, Ani dan jajarannya mentok di angka 64,8%. Satu lagi, ini yang terburuk, dari Rp 1.000 triliun dana repatriasi yang ditargetkan, realaisasinya cuma Rp 144,78 triliun atawa hanya 14,4%.
Berdasar serenceng fakta tadi, apa yang bisa disimpulkan dari sosok Ani? Dia hanya hebat di media. Kehebatannya cuma mitos hasil kolaborasi kepentingan asing dan media yang entah apa motivasinya. Sebagai Menkeu, dia juga terbukti sukses menggembirakan para majikan asingnya. Persoalan rakyat di dalam negeri kian termehek-mehek dihimpit beban hidup yang makin berat, itu perkara lain lagi.
Jadi, rating boleh saja naik. Faktanya APBN tetap saja jeblok. Dan, nasib sebagian besar rakyat tetap saja terabaikan… (*)
Jakarta, 26 Mei 2017
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H