Sebaliknya, jika kilang dibangun di darat mereka dapat ikut menikmati berkah dari Allah Yang Maha Pemurah kepada bangsa ini. Paling tidak, akan ada banyak multiplier effect buat mereka. Dengan mengalirkan gas ke pulau Selaru lewat pipa sepanjang 90 km, sebagian gas itu bisa dimanfaatkan untuk pengembangan wilayah Maluku. Antara lain, mendistribusikan CNG ke pulau-pulau sekitarnya menunjang pembangkit listrik dan industri lainnya. Indonesia akan punya kota Balikpapan atau Bontang baru.
Aspek multiplier effect inilah yang akan mengakselerasi pembangunan ekonomi Maluku dan sekitarnya. Akan terjadi penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat sekitar, ada penyerapan tingkat kandungan lokal, transfer teknologi, maupun pembangunan industri petrokimia dan lainnya. Dari sini, negara pun bakal meraup sekitar US$6,5 miliar/tahun.
Bagaimana mungkin bicara tentang multiplier effect, tentang percepatan pembangunan ekonomi rakyat Maluku dan sekitarnya, kalau membangun kilang di laut? Bagaimana bisa bicara tentang pabrik petrokimia, tentang penyerapan tenaga kerja, tentang tingginya kandungan lokal, dan transfer teknologi kalau yang dibangun adalah kilang apung di laut?
Saya kok menjadi prihatin sekaligus sedih. Sebegitu dahsyatkah iming-iming kelompok asing itu, hingga mampu membuat kalian mengabaikan akal sehat? Sebagai anak bangsa yang menghendaki kemashlahatan bagi sebesar-besarnya bagi rakyat  Maluku dan di Indonesia bagian timur, saya seharusnya marah kepada kalian. Mengapa kalian tega membunuh hati nurani kalian sendiri, hingga tega membiarkan saudara-saudara kita di bagian timur tetap berada dalam jeratan kemiskinan? Sebegitu dahsyatkah iming-iming kelompok asing itu?
Tapi baiklah, mungkin hitung-hitungan tadi tidak masuk dalam nalar kalian karena kadung disesaki berbagai kepentingan. Satu hal yang ingin saya tanyakan, kenapa kalian tidak mematuhi Presiden? Bukankah Presiden Joko Widodo dalam rapat-rapat kabinet dan rapat terbatas telah memberi arahan, agar pemanfaatan gas bumi tidak hanya dijadikan sumber pemasukan dalam bentuk devisa? Gas Masela juga harus dilihat sebagai sarana penggerak ekonomi, baik secara nasional maupun, terutama di daerah sekitar lokasi ladang gas.
Sangat mengherankan jika kalian yang konon orang-orang pandai, bahkan banyak yang menyabet gelar doktor, gagal memahami arahan Presiden. Dengan diksi yang lebih sederhana, arahan Presiden itu kan sama artinya dengan ‘perintah’ Presiden untuk mengembangkan blok Masela dengan skenario kilang di darat.
Sebagai wakil dan pembantu Presiden, bukankah sikap JK-SS ini adalah subordinasi alias pembangkangan. Perbuatan ini jauh lebih berbahaya ketimbang tudingan kalian terhadap Rizal Ramli sebagai pembuat gaduh. Apalagi kalau tudingan itu dilontarkan karena ‘kegaduhan’ yang diciptakan Menko Maritim dan Sumber Daya itu telah mengusik keasyikan tikus-tikus yang hendak berpesta pora menjarah sumber daya alam (SDA) milik rakyat.
Pembangkangan kalian juga jauh lebih serius dibandingkan tudingan kalian bahwa RR seenaknya mengubah nomenklatur kementeriannya. Katanya mau bantu Presiden, kok malah gitu?
Â
Jakarta, 11 Maret 2016
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)