oleh: Edy Mulyadi*
Â
Â
Publik mengenal Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli lewat jurus rajawali ngepret-nya. Tapi sebaiknya publik juga tahu, bahwa Rizal Ramli bukan melulu punya jurus rajawali ngepret. Dia juga banyak melancarkan jurus rajawali bangkit. Dengan jurus rajawali bangkit, RR begitu dia akrab disapa, ingin mengibaskan angin perubahan untuk mendobrak status quo dan prilaku KKN yang selama ini banyak bercokol di Republik tercinta.
Wujud jurus rajawali biasanya berupa kebijakan terobosan yang sama sekali keluar dari kebiasaan normatif dan konvensional. Orang menyebutnya out the box. Berbagai paket deregulasi yang kini mencapai seri 8, misalnya, adalah rangkaian kebijakan normatif dan konvensional. Memang, paket-paket deregulasi itu dibutuhkan. Namun, mereka tidak akan mampu membuat ekonomi Indonesia terbang. Sampai akhir tahun 2106, dengan berbagai paket deregulasi tersebut, rasanya sulit mengerek pertumbuhan mendekati 6%, paling banter cuma sampai 5,7%.
Salah satu jurus rajawali bangkit yang terbukti sakti adalah kebijakan RR di sektor pariwisata. Sektor pariwisata bagai memperoleh angin segar setelah pada Oktober silam pemerintah memberikan fasilitas bebas visa kunjungan (BVK) bagi 47 negara. Hasilnya ternyata luar biasa. Hanya dalam tempo kurang dari dua bulan terjadi peningkatan arus kunjungan wisatawan manca negara (Wisman) hingga 19,7%. Angka ini jauh melampaui kenaikan kunjungan ‘normal’ yang biasanya berkisar antara 8-9%.
Tancap gas
Seperti ingin mengejar setoran, Rizal Ramli terus tancap gas. Dia kembali menggelar rapat koordinasi yang dihadiri sejumlah kementerian dan lembaga (KL) di kantornya, pertengahan Desember. Kali ini ada 84 negara yang diganjar bebas visa. Dengan demikian, negara baru yang mendapat fasilitas bebas visa sepanjang 2015 menjadi 159. Langkah ini merupakan bagian dari upaya menggaet 20 juta wisatawan sampai akhir 2019 dari sekitar 10 juta saat ini.
Seiiring dengan melonjaknya jumlah wisatawan, dia juga berharap devisa yang bisa diraup naik dari US$10 miliar menjadi 20 miliar. Begitu juga dengan jumlah tenaga kerja langsung di sektor ini naik dari 3 juta jadi 7 juta. Sedangkan tenaga kerja tidak langsung yang terlibat diperkirakan 3-4 kali lipat jumlahnya.
Seperti kata pepatah, tidak ada makan siang gratis. Begitu juga dengan pemberian bebas visa ini. Ada harga yang harus dibayar, yaitu turunnya potensi penerimaan devisa dari sisi biaya visa. Saat ini biaya visa masuk ke wilayah NKRI sekitar US$25/wisatawan. Kalau target kunjungan 20 juta Wisman tercapai, maka negara akan kehilangan pendapatan sekitar US$500 juta dari visa. Angka ini diperoleh dengan asumsi 20 juta Wisman yang datang itu seluruhnya memperoleh BVK.
Meski begitu, tentu saja, pemerintah sudah punya kalkulasi cantik. Apalah artinya kehilangan US$500 dibandingkan dengan US$20 miliar devisa yang ditangguk dari pengeluaran para turis tadi selama di Indonesia. Belum lagi geliat perekonomian yang tumbuh, terutama bagi masyarakat di sekitar lokasi wisata.