Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seri Reshuffle Kabinet-5: Darmin-Dede; Kinerja Minus & Antek Neolib  

6 Juli 2015   07:18 Diperbarui: 6 Juli 2015   07:18 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dede pernah mengeluarkan pernyataan yang menggegerkan publik. “Kantongi saja nasionalismemu itu.” Pernyataan kelewat berani tersebut disampaikannya saat diskusi tentang divestasi PT Indosat di sebuah stasiun televisi swasta bersama, antara lain, ekonom Ichsanuddin Noorsy.

Saat menjadi saksi ahli pada sidang Mahkamah Konsititusi (MK) yang tengah menyidangkan gugatan atas UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan,  dia juga menyatakan, "Kantongi dahulu nasionalismemu. Tidak ada tempat lagi bagi nasionalisme dan kedaulatan ekonomi di tengah terang benderangnya arus globalisasi,” ujarnya lantang sebagai tanggapan kepada para ekonom pengritik pemerintah yang disebutnya  ekonom nasionalis yang berpikiran sempit dan picik. Luar biasa!

Sebagai antek neolib, dia sukses mengeksekusi berbagai kebijakan yang menguntungkan majikan asingnya saat menjadi Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Juni 2012. Parkirnya Dede di BKPM menjadi jaminan terakomodasinya kepentingan para investor asing di Indonesia.

Saat Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan pada 15 Desember 2004, Pemerintah RI perlu mengantisipasi agar hal serupa tidak terjadi pada UU No. 22/2001 tentang Migas. Maklum, saat itu UU Migas tengah dimohonkan pembatalannya di MK. Untuk itu, pemerintah mengutus Rizal Malarangeng, Moh Ikhsan, dan Chatib melobi Ketua MK Jimly Assidqie agar UU Migas tidak bernasib sama.  Gerilya itu dengan benderang, menunjukkan betapa Dede dan rekan-rekannya sangat berpihak pada liberalisasi perekonomian. 

Begitulah potret pasangan Darmin-Dede. Semua kisah di atas itu sudah menjadi informasi publik yang mudah diakses. Tidak sulit bagi Presiden untuk menelusurinya. Akan jadi pertanyaan besar, bagaimana mungkin Jokowi, kelak, akan memasukkan mereka  yang punya rekam jejak negatif itu dalam jajaran tim ekonominya?

Sudah saatnya Jokowi bertindak sebagai The Real President. Presiden yang mendapat mandat konstitusi. Lewat konstitusi pula Presiden mengantongi hak prerogatif dalam menyusun kabinetnya. Jokowi tidak boleh lagi berjudi dengan nasib bangsa ini dengan memasang figur-figur yang sama sekali tidak layak, apalagi penuh catatan merah, di jajaran tim ekonomi.

Pak Presiden, kami percaya Anda bisa! (*)

 

Jakarta, 6 Juli 2015

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

edymulyadilagi@gmail.com

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun