Lalu, dari sisi berani mengambil tindakan terobosan yang diperlukan, juga belum teruji benar. Kinerjanya yang lumayan cemerlang ketika menjadi BUMN, ternyata, seperti diakuinya, adalah penerapan gagasancreating valueTanri Abeng. Tentu saja, dalam praktiknya, Sofyan sudah melakukan perbaikan di sana-sini sesuai dengan keadaan yang ada.
Tapi, ada sedikit catatan buat Sofyan saat jadi pengendali perusahaan pelat merah. Antara lain, Â dia tidak mampu menahan lajutender offeryang dilakukan Ooredoo (dulu Qatar Telecom) di Indosat. akibatnya investor asing itu menguasai 65% saham Indosat.
Selain itu, keputusan Sofyan yang menempatkan Sarwoto Atmosutarno sebagai Dirut Telkomsel juga layak disoal. Pasalnya, sesaat duduk sebagai Dirut, Sarwoto membeli perangkat dari Israel.
Begitu juga dengan keptusuannya menujuk Rinaldi Firmansyah sebagai Dirut Telkom. Kinerja operator pelat merah tadi juga tidak terlalu memuaskan. Bahkan keputusan Rinaldi memilih mitra peluncuran satelit dari Rusia, membuat Telkom gagal meluncurkan satelit Telkom III.
Bagaimana dengan tidak punya konflik kepentingan? Sepertinya pada sisi ini dia punya nilai plus. Paling tidak, seperti saya sampaikan di awal tulisan ini, Sofyan adalah orang baik. Sepanjang menjadi birokrat saya belum mendengar dia bertindak yang ‘aneh-aneh’. Saya memilih ber-husnudzhonalias berprasangka baik kepadanya dalam soal-soal seperti ini.
Who is the real president?
Sekarang kita kembali ke soal usulan JK ke Jokowi agar menunjuk suami Ratna Megawangi sebagai Menko Perekonomian. Jokowi harus berani menepis desakan JK itu. Jokowi tidak boleh berjudi dengan nasib lebih dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia hanya dengan maksud menyenangkan JK yang jadi Wapresnya.
Jokowi juga harus ingat betul, bahwa sesuai konstitusi, pemegang hak prerogatif adalah Presiden. Bukan Wapres! Jokowi harus menggunakan hak itu sebaik-baiknya. Jokowi harus mengoptimalkan semua sumber daya yang ada bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Jokowi harus membuktikan, bahwa dialah Presiden Republik Indonesia yang sebenarnya. Dengan begitu, publik bisa menepis anggapan dan mitos, bahwaJK is The Real President! Â [*]
Jakarta, 26 Oktober 2014
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H