***
Kemarin, aku memang sengaja menghubungimu dan mengajakmu bertemu di kafe ini. Aku ingin menyampaikan rasa ini kepadamu dan tentang seorang perempuan. Soal rasa ini, aku yakin kamu sudah sangat paham, tapi tetap harus aku sampaikan. Tentang perempuan itu, aku yakin kamu belum tahu. Setidaknya, itu menurut pendapatku pribadi.
Aku mengenal perempuan itu tepat saat aku singgah di toko buku dekat taman kota, tempat di tempat kamu menerima genggaman tanganku saat pertama kali, kemudian kita saling bergenggaman tangan. Merasakan aliran darah masing-masing sebelum akhirnya senja memaksa kita untuk segera pulang.
Perempuan itu begitu mirip denganmu. Cara dia menatap, tersenyum, tertawa, berbicara, bahkan saat pertama kali aku bergenggaman tangan pun, semua mengingatkanku padamu. Benar-benar mirip, kecuali alisnya lebih tebal daripada alismu.
Perempuan itu yang akan segera aku sunting untuk jadi pendamping hidupku. Kamu tahu, saat aku mengatakan perasaanku kepada perempuan itu, dia menatapku. Lama. Kemudian tersenyum, persis dengan apa yang biasa kamu lakukan kepadaku.
***
"Sudah lama?" tanyamu menyapaku tiba-tiba. Aku terkesiap karena sejak tadi tenggelam dalam lamunan, tanpa memperhatikan pintu masuk kafe hingga tak tahu kalau kamu sudah datang.
"Sudah lima belas menit yang lalu," jawabku pendek, gugup.
"Silakan duduk," kataku seketika berdiri, kemudian menarik kursi di hadapanku agar kamu lebih mudah untuk duduk.
"Aku sudah pesankan minum dan camilan. Sebentar lagi pelayan akan datang," tambahku.
"Terima kasih, tapi apa itu?"