Mohon tunggu...
Edy Herianto
Edy Herianto Mohon Tunggu... Dosen - Berusaha mewujudkan pendidikan yang bermutu.

Pendidik dan Pegiat Madrasah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bangsa yang Dungu?

11 Februari 2015   00:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu pesan penting yang disampaikan oleh guru Bahasa Indonesia saat di SMP adalah “jangan kalian menjadi dungu seperti keledai..!!” Mendengar ucapan itu, ada salah seorang teman yang bertanya: maksudnya apa pak??. Selanjutnya, guru bahasa Indonesia menegaskan: keledai adalah identik dengan kedunguan. Keledai akan melakukan kesalahan yang sama. Saat keledai melewati suatu tempat (jalan), kemudian terantuk pada sebuah batu dan masuk ke lubang, maka jika suatu ketika keledai itu melewati jalan yang sama dia akan tearantuk batu dan  masuk lubang yang sama.

Jika hal ini terkait dengan manusia, maka seseorang yang dungu diartikan sebagai  seseorang tersebut akan melakukan kesalahan berulang-ulang untuk hal yang sama. Bagaimana dengan bangsa yang dungu?? Bangsa yang dungu adalah bangsa yang akan melakkukan hal-hal kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Melalui penjelasan seperti itu, akhirnya saya beserta teman-teman sekelas menjadi paham. Terlebih lagi, saat pulang sekolah guru kami lalu menegaskan. “Anak-anak, ingatlah dengan baik-baik ya.. Janganlah kalian menjadi dungu seperti keledai yang melakukan kesalahan sama secara berulang-ulang”.

Peribahasa seperti itu, saya yakin telah disampaikan para guru bahasa Indonesia ke seluruh siswa di seluruh Indonesia. Sehingga, barangsiapa yang pernah menempuh pendidikan setingkat SMP/sederajat, dapat dipastikan yang bersangkutan memahami makna dari peribahasa itu. Jika hal itu benar-benar telah terlaksana, maka semestinya dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terbelenggu dengan tindakan-tindakan yang menunjukkan kedunguan. Setiadak-tidaknya, tidak mengulang-ulang kesalahan yang sama atas suatu hal.

Namun saat ini, kenyataan menunjukkan hal yang berbalik. Cobalah perhatikan kasus KPK-Polri. Pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah terjadi kasus itu yang terkenal dengan kasus Cicak-Buaya.. Pada pemerintahan Pesiden Jokowi, tanda-tandanya juga berulang sebagai kasus Cicak-Buaya, bahkan tepatnya menjadi lanjutan. Jika kasus ini dikaitkan dengan apa yang pernah dipesankan oleh guru Bahasa Indonesia saya waktu itu, tidakkah termasuk kategori dungu?? Masalah yang sama, pelaku yang berbeda, dengan motif yang hampir sama, menimbulkan perdebatan yang sama, dan menguras energi yang sesuangguhnya tidak perlu dilakukan. Tidakkah hal itu terkategori sebagai perilaku dungu??

Sayang seribu sayang. Guru bahasa Indonesia saya entah dimana beliau berada saat ini. Terlebih lagi saya berada (berdomsili) berlainan pulau. Andaikan beliau masih ada, tentu saja saya dan teman-teman akan segera memperoleh jawaban yang pasti tentang  dunggu atau tidak bangsa kita tercinta ini. Terlepas dari itu semua, sudah sepantasnya kita sebagai bangsa besar ini tidak melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Caranya sesungguhnya sangat mudah. Siapapun yang memperoleh amanah dari rakyat, sudah merupakan kewajiban pokok memegang dan mempertanggunjawabkan amanah itu dihadapan Allah SWT, baik di dunia maupun akhirat.

Praktiknya sangat mudah. Panitia seleksi KPK harus orang yang amanah dan jujur, sehingga saat melakukan seleksi yang diingat hanya tanggungjawab atas tindakannya di dunia maupun akhirat. Calon pimpinan KPK yang mengikuti seleksi haruslah orang-orang yang jujur pula. Jikalau dirinya tidak bersih dan amanah, jangan sekali-kali mencalonkan diri. Ingat apapaun tindakannya nanti harus dipertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat. Kompolnas juga demikian, harus diisi oleh oranng-orang yang jujur dan amanah. Sehingga, nantinya kalau mengusulkan calon Kapolri benar-benar dilandasi oleh kejujuran dan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak di dunia maupun akherat. Calon Kapolri juga begitu, harus jujur dan amanah. Jika dirinya merasa kurang bersih, seharusnya tidak perlu nekat untuk menerima pencalonan. Meski yang menjalonkan orang yang paling dekat dan berpengaruh sekalipun. Ingat setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan secara perorangan di dunia maupun akhirat.

Saya sangat yakin. Jika seluruh pihak yang telribat dalam proses bernegara ini, khususnya KPK maupun Polri benar-benar orang yang bersih, jujur dan memiliki ketakutan hanya kepada Allah SWT, maka kesalahan yang sama tidak pernah terjadi. Kita tidak perlu mengulang-ulang tindakan salah. Biarlah yang dungu milik keledai saja seperti pesan guru bahasa Indonesia saya. Kita sebagai manusia waras yang pernah belajar di SMP/sederajat tidak seharusnya melakukan tindakan yang salah secara berulang-ulang. Jika tidak, maka kita benar-benar menjadi pribadi-pribadi yang dungu. Jika pribadi-pribadi yang dungu membentuk bangsa, maka bangsa bentukannya sudah pasti bangsa yang dungu. Naudzubillahimindzalik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun