Mohon tunggu...
Edy Priyono
Edy Priyono Mohon Tunggu... profesional -

Pekerja peneliti, juga sebagai konsultan individual untuk berbagai lembaga. Senang menulis, suka membaca. Semua tulisan di blog ini mencerminkan pendapat pribadi, tidak mewakili institusi apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menteri Perhubungan "Offside"!

4 Januari 2015   13:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420350765921113302

[caption id="attachment_388370" align="aligncenter" width="630" caption="Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan (Kompas.com)"][/caption]

Penggemar sepakbola pasti tahu yang namanya offside. Ya, itu adalah posisi ketika seorang pemain yang saat menerima atau mengejar umpan rekannya berada lebih dekat ke gawang lawan dibanding pemain lawan. Dalam bahasa sederhana, offside dalam disebut sebagai "terlalu cepat bergerak".

Dalam kasus Air Asia, khususnya terkait musibah QZ8501, Menteri Perhubungan (Ignasius Jonan) dan jajarannya terlihat ingin bergerak cepat, antara lain dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kantor Air Asia.

Salah satu temuannya, ada kesalahan dalam bentuk Air Asia tidak melakukan pilot briefing sesuai ketentuan. Di berbagai media diungkap bahwa Menhub marah besar dan mengancam akan mencabut izin Air Asia.

Tak berapa lama Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan laporan mengejutkan, yaitu menyebut QZ8501 terbang tanpa izin. QZ8501 terbang hari Minggu, padahal (kata Dirjen) Air Asia hanya mengantongi izin untuk hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu.

BMKG pun seolah menyiram bensin ke tungku kemarahan Menhub dengan laporan bahwa Air Asia tidak mengambil dokumen laporan cuaca yang disediakan oleh BMKG.

Opini pun bergerak liar. Kesan yang muncul, atau dimunculkan, adalah: (1) Air Asia menerbangkan pesawatnya tanpa izin, (2) QZ8501 terbang tanpa membawa prakiraan cuaca (sebagai bagian dari rencana penerbangan).

Kemenhub kemudian mengambil langkah cepat dan tegas: Membekukan penerbangan Air Asia rute Surabaya-Singapura untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Sejak awal saya sudah terkejut dengan keputusan tersebut. Bukan soal substansinya. Juga bukan soal teknis penerbangan, karena saya tidak menguasai bidang itu.

Saya lebih menyoroti keputusan Kemenhub itu dari sisi "metodologi". Sebuah kebijakan publik tidak boleh diambil dengan pendekatan "trial and error" yang bersifat jangka pendek. Pendekatan yang dimaksud adalah "pokoknya bikin kebijakan dulu, nanti kalau salah dikoreksi".

Bukan berarti tidak boleh salah, tapi sebuah kebijakan publik hendaknya didasari oleh pemikiran yang matang dan data/informasi yang akurat. Memang kemudian ada trade off antara akurasi/kelengkapan informasi dengan kecepatan mengambil keputusan.

Oleh karena itu, dalam kebijakan publik ada prinsip "tidak boleh terlalu cepat, juga tidak terlalu lambat". (Mantan) Presiden SBY adalah salah satu ilustrasi yang baik untuk menggambarkan kebijakan publik yang terlalu lambat. Contohnya,  kebijakan kenaikan harga BBM (saat itu) yang terus didiskusikan tetapi tak kunjung dilakukan.

Dalam sepakbola, kalau kita bergerak terlalu lambat, tak akan bisa menang. Pemain lawan akan dengan mudah menutup wilayah permainan untuk mencegah kita mencetak gol.

Sementara itu, keputusan pembekuan rute Air Asia oleh Kemenhub adalah contoh kebijakan yang terlalu cepat diambil. Semua pengamat dan ahli penerbangan sepakat, bahwa yang disebut "pelanggaran izin" itu sebenarnya merupakan persoalan administrasi yang tidak terkait dengan keselamatan/kecelakaan penerbangan.

Selain itu, saya sangat tidak yakin bahwa Air Asia sama sekali tidak mengantongi izin untuk menerbangkan QZ8501 di hari Minggu itu. Nyaris tidak mungkin sebuah pesawat komersial (dengan nomor penerbangan resmi dan tercatat oleh otoritas bandara dan ATC) bisa mengudara tanpa izin. Memangnya ojek, bisa ke sana kemari semaunya?

Belakangan baru Kemenhub merilis sinyalemen bahwa ada oknum yang 'bermain' dalam pemberian izin terbang Minggu untuk Air Asia. OK, tapi kalau pun benar, berarti QZ8501 mengantongi izin kan?

Bahwa izin itu mungkin diperoleh dan dikeluarkan melalui cara yang tidak semestinya, itu yang harus diselidiki. Bahwa perubahan waktu terbang harus diketahui oleh Dirjen, itu soal internal di jajaran Kemenhub.

Keputusan pembekuan rute oleh Kemenbuh justru menguak tabir ketidakberesan di jajaran Kemenhub sendiri. Ada mekanisme yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Memang bisa saja hal itu melibatkan pihak maskapai, tetapi tanggung jawab terbesar justru ada di pihak Kemenhub sebagai regulator.

Dalam situasi dimana persoalannya hanya administratif (seperti dikemukakan banyak pihak), mestinya Kemenhub bisa bertindak lebih hati-hati. Selidiki dulu dengan cermat, dan itu juga tidak memakan waktu lama.

Soal dokumen prakiraan cuaca juga demikian. Pilot tidak mendapatkan face to face briefing tidak otomatis bisa disimpulkan bahwa tidak ada briefing. Beberapa maskapai penerbangan internasional memberlakukan self briefing, tidak face to face lagi. Perlu dilihat lagi bagaimana sebenarnya SOP di Air Asia, karena SOP itu mestinya juga atas persetujuan Kemenhub.

Tidak mengambil laporan cuaca BMKG pada waktunya juga tidak otomatis membawa kita pada kesimpulan bahwa QZ8501 tidak dibekali atau membekali diri dengan prakiraan cuaca sama sekali. Bisa saja mereka memakai sumber lain, atau bisa saja mereka mencetaknya sendiri atau melihatnya langsung di layar (catatan: dokumen itu dikirim BMKG via email). Hal itu hanya bisa diketahui melalui penyelidikan yang cermat.

Intinya, menurut saya Kemenhub terlalu cepat mengambil keputusan pembekuan rute. Mestinya mereka sedikit bersabar dengan cara melakukan penyelidikan secara cepat dalam beberapa hari sebelum mengeluarkan keputusan tersebut. Sekali lagi, itu bisa dilakukan karena persoalan tersebut tidak dapat dianggap secara langsung berkaitan dengan kecelakan/keselamatan penerbangan.

Itulah mengapa dalam kasus ini saya menyebut Menteri Perhubungan offside. Pak Jonan dan jajarannya bergerak terlalu cepat tanpa melihat kiri-kanan dulu.

Offside sebenarnya bukan hal sepenuhnya buruk dalam sepakbola. Filippo Inzaghi (sekarang pelatih AC Milan) adalah "raja offside", tapi tak ada yang meremehkan kemampuannya karena dia membuktikan bisa mencetak banyak gol bagi timnya.

Saya berharap di masa datang jajaran Kemenhub lebih berhati-hati dan cermat. Khusus untuk  Pak Jonan, tidak apa sekali-sekali offside, asal bikin banyak gol, karena beliau punya kapasitas dan etos kerja yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun