[caption caption="Naskah Lontara'"][/naskah lontara']
Lontara' adalah sebutan naskah kuno bagi rakyat Sulawesi Selatan. Kata ini diambil dari bahasa Melayu yaitu lontar atau palem tal (Borassus flabellifer). Dengan begitu, lontara adalah naskah yang ditulis pada daun tal, tradisi yang juga dilakukan oleh orang Sunda, Jawa, dan Bali dalam menulis naskah mereka di jaman dahulu. Ada pula yang berpendapat bahwa secara etimologis kata lontarak terdiri dari dua kata: raung (daun) dan talak (lontar). Kata raung talak mengalami proses evolusi menjadi lontarak.
Ada sebuah lontaraq yang unik, mirip dengan pita atau kaset audio/video. Teksnya ditulis satu baris pada daun tal sempit yang digulung, dan hanya dapat dibaca bila gulungan diputar balik. Tulisan pada gulungan bergerak di depan mata pembaca, dari kiri ke kanan.
1. Napariwawoi ri wawo E (Di ataskan yang di atas)
2. Napariyawai riyawa E (Di bawahkan yang di bawah)
3. Napariyataui atauwE ( Di kanankan yang di kakan)
4. Naparilalengngi laleng E (Di dalamkan yang di dalam)
5. Naparisaliwengngi ri saliwengng E (Diluarkan yang diluar)
6. Naparimunriwi rimunri E (Di belakangkan yang di belakang)
7. Napariyoloi riyolo E (Di depankan yang di depan)
Apabila di uraikan maknanya maka kejujuran dapat di tandai tentang bagaimana setiap orang menempatkan sesuatu menurut keadaan yang sebenarnya, bagaimana menilai sesuatu dengan sebenarnya, adil dan bijaksana dalam segala hal.
Maka dalam lontara' juga menitipkan pesan:
Aju Maluru'E mi riyala parewa bola
(Hanya kayu yang luruslah dijadikan alat/bagian rumah)
Menelaah lebih dalam makna paseng (pesan) di atas, "Maluru" sama dengan "Malempu" yang berarti jujur. Rumah adalah tempat berteduh dari panas dan hujan selain menciptakan ketenteraman, begitupula orang yang jujur, adalah orang yang dapat melindungi dari panas dan hujannya kehidupan serta sanggup menciptakan ketentraman atau dengan kata lain hanyalah orang jujur yang dapat dijadikan pemimpin, dan pemimpin yang jujur ialah tidak banyak menuntut haknya dalam kewajiban, sebab kewajiban baginya adalah sebuah tanggung jawab.
"Aja mumangingngi' kasi kasi, Aggangka ulleyangngi siya malempu'E apa iyaritu malempu'E, mauritu telleng mompo'mua. Aja' to mumasereati ri padammu rupa tau, bettuwanna aja' muwabacciwi tauE, aja' muempuruiwi tau lolongengE deceng, apa masolakkotu lettuk ri tau rimunrimmu "
(Janganlah jemu menghadapi kemiskinan, Usahakanlah menurut kejujuran, sebab orang jujur meskipun tenggelam akan timbul juga. Jangan pula iri hati terhadap sesamamu manusia, jangan membenci orang lain, jangan mencemburui orang yang bernasib mujur, sebab musibah akan menimpa engkau sampai keturunanmu kelak )
Paseng ini menitipkan pesan yang begitu dalam, bahwasanya janganlah jemu menghadapi kemiskinan harta karena menuntut hidup secara jujur, bagaimanapun gelapnya kehidupan orang yang menuntut kejujuran tidak akan tersesat, sebab suluh dalam hatinya (keimanan) tidak pernah padam. Sebaliknya, orang yang hidup di atas gelimangan harta tanpa kejujuran, ibaratnya duduk di kursi emas di dalam sebuah penjara, jika iri hati telah tertanam dengan subur, akibatnya buah yang pahit akan dikecap pula oleh keturunannya.
Â
***
Â
Â
Â
Â
Â
Â
__________________________________________________________
Ilustrasi gambar: www.pinterest.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H