Mohon tunggu...
Edwin Satrio Pratama
Edwin Satrio Pratama Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110017 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 15 - Pemeriksaan Pajak - Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram: Transformasi Audit Pajak dan Memimpin DIri Sendiri - Prof Apollo

26 Desember 2024   20:15 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:15 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Prof Apollo

Ki Ageng Suryomentaram, salah satu figur sentral dalam tradisi dan kebudayaan Jawa, dikenal luas melalui ajarannya yang mendalam mengenai kebahagiaan, pengendalian diri, dan filsafat hidup sederhana. Ajarannya, yang terangkum dalam konsep "Enam SA"---yakni Sa-butuhne, Sa-perlune, Sa-cukupe, Sa-benere, Sa-mesthine, dan Sak-penake---menyediakan kerangka filosofis untuk menjalani kehidupan dengan kesadaran tinggi akan kebutuhan, keseimbangan, dan makna sejati dari eksistensi manusia. Filosofi ini tidak hanya relevan dalam konteks kehidupan pribadi, tetapi juga memiliki aplikasi luas dalam berbagai bidang profesional, termasuk dalam dunia audit pajak. Inti dari ajaran ini adalah penerapan nilai-nilai universal yang dapat secara fleksibel digunakan untuk menciptakan keadilan, keseimbangan, dan akuntabilitas, khususnya dalam proses pemeriksaan dan pengawasan fiskal.

Mengapa Filosofi Kebatinan Diperlukan dalam Audit Pajak?

Audit pajak, yang berperan sebagai salah satu instrumen utama untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban fiskal, kerap dihadapkan pada beragam tantangan, baik dari aspek teknis maupun etika. Tantangan tersebut meliputi konflik kepentingan, kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan, hingga moralitas pengawasan yang sering kali dipertanyakan. Proses audit pajak tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan teknokratis, tetapi juga membutuhkan sensitivitas moral dan integritas yang tinggi. Isu-isu seperti manipulasi data, tekanan dari pihak tertentu, hingga potensi korupsi mengharuskan adanya pendekatan yang lebih filosofis untuk menopang keputusan yang adil dan bijaksana.

Dalam kerangka ini, ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dapat memberikan sudut pandang baru yang menekankan pentingnya introspeksi diri, keseimbangan, dan pengendalian diri dalam menghadapi tantangan tersebut. Filosofi ini mendorong para auditor dan otoritas pajak untuk melaksanakan tugas dengan memegang teguh nilai-nilai seperti kejujuran, transparansi, dan kebijaksanaan. Dengan memahami esensi kebutuhan sejati (Sa-butuhne), mengambil tindakan hanya yang benar-benar diperlukan (Sa-perlune), serta menjalankan tugas dengan kecukupan dan kebenaran (Sa-cukupe dan Sa-benere), audit pajak dapat dilakukan secara lebih manusiawi dan bermakna.

Dok. Pribadi Prof Apollo
Dok. Pribadi Prof Apollo

Filosofi Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dalam Detail

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram berakar pada kesadaran akan pentingnya pengendalian diri, pemahaman yang jelas antara kebutuhan dan keinginan, serta pencapaian keseimbangan hidup. Konsep "Enam SA" yang ditawarkannya merinci panduan hidup sebagai berikut:

  1. Sa-butuhne: Menjalankan sesuatu sejauh yang benar-benar dibutuhkan, tanpa kelebihan yang justru menimbulkan pemborosan.
  2. Sa-perlune: Fokus pada tugas atau tindakan yang esensial, menghindari hal-hal yang tidak relevan atau kurang substansial.
  3. Sa-cukupe: Memenuhi kewajiban secara proporsional, tanpa melampaui batas kewajaran atau mengurangi hak pihak lain.
  4. Sa-benere: Bertindak sesuai dengan kebenaran, menjaga agar langkah-langkah yang diambil tetap berlandaskan prinsip keadilan dan objektivitas.
  5. Sa-mesthine: Melakukan tugas berdasarkan aturan yang semestinya, memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
  6. Sak-penake: Melaksanakan pekerjaan dengan cara yang efisien dan nyaman, tanpa menciptakan tekanan berlebih bagi diri sendiri maupun pihak lain.

Transformasi Audit Pajak Melalui Implementasi Filosofi Kebatinan

Penerapan filosofi kebatinan ini dapat menjadi dasar untuk memperbaiki proses audit pajak, yang sering kali terjebak dalam birokrasi, konflik kepentingan, atau praktik-praktik tidak transparan. Berikut adalah penguraian lebih rinci tentang bagaimana "Enam SA" dapat diterapkan dalam konteks audit pajak:

  1. Sa-butuhne dan Sa-perlune dalam Proses Audit Pajak
    Audit harus berorientasi pada kebutuhan nyata yang mendesak. Auditor perlu memprioritaskan pemeriksaan pada area yang memiliki risiko tinggi terhadap pelanggaran fiskal, bukan hanya menjalankan formalitas administratif. Dengan pendekatan ini, penggunaan waktu dan sumber daya dapat dioptimalkan untuk mencapai hasil yang lebih signifikan.
  2. Sa-cukupe dan Sa-benere untuk Meningkatkan Transparansi
    Transparansi merupakan elemen fundamental dalam proses audit pajak. Setiap langkah yang diambil harus didasarkan pada data yang valid, cukup, dan dapat dipertanggungjawabkan. Auditor juga perlu menghindari bias dalam interpretasi data atau manipulasi informasi. Dengan transparansi yang dijaga, kepercayaan antara wajib pajak dan otoritas pajak dapat terus dipupuk.
  3. Sa-mesthine dalam Penegakan Hukum Fiskal
    Penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan konsisten, berdasarkan ketentuan yang berlaku. Auditor harus bersikap netral, menghindari diskriminasi atau preferensi terhadap pihak tertentu. Kepatuhan terhadap aturan ini penting untuk menjamin bahwa semua wajib pajak diperlakukan setara di mata hukum.
  4. Sak-penake dalam Penyelesaian Kasus Pajak
    Penanganan kasus pajak harus dirancang agar efisien dan efektif. Auditor perlu mencari solusi yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga dapat diterima oleh semua pihak terkait. Pendekatan yang terlalu keras atau sebaliknya, terlalu lunak, dapat mengurangi kredibilitas proses audit serta menimbulkan ketidakpuasan di kalangan wajib pajak.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, proses audit pajak dapat mengalami transformasi menjadi lebih manusiawi, transparan, dan adil. Pendekatan ini tidak hanya mendukung pencapaian tujuan fiskal, tetapi juga menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih etis dan berkelanjutan.

Kepemimpinan Diri Sendiri dalam Praktik Profesional: Menginternalisasi Filosofi Kebatinan untuk Meningkatkan Etos Kerja dan Integritas

Menerapkan ajaran kebatinan, khususnya yang dirumuskan oleh Ki Ageng Suryomentaram, tidak hanya relevan dalam transformasi audit pajak, tetapi juga menjadi elemen krusial dalam membangun kepemimpinan diri yang kokoh. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam filosofi "Enam SA" dapat berfungsi sebagai pedoman untuk menciptakan harmoni antara profesionalisme dan etika pribadi, sehingga menghasilkan kualitas kerja yang berkelanjutan dan bermakna. Berikut adalah elaborasi langkah-langkah konkret untuk menerapkan ajaran ini dalam kehidupan profesional:

  1. Introspeksi Diri sebagai Pilar Utama
    Praktik introspeksi diri menjadi landasan penting bagi setiap profesional, termasuk auditor, untuk memahami secara mendalam motivasi, nilai, dan tujuan yang mendasari setiap tindakan mereka. Dengan rutin mengevaluasi diri, auditor dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan profesional. Hal ini memastikan bahwa keputusan yang diambil selaras dengan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab, sebagaimana tercermin dalam prinsip Sa-benere.
  2. Keseimbangan Hidup untuk Menghindari Burnout
    Dalam dinamika profesional yang sering kali menuntut waktu dan energi secara berlebihan, menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan menjadi keharusan. Filosofi Sa-cukupe menegaskan pentingnya memenuhi kewajiban secukupnya tanpa mengorbankan aspek-aspek lain dari kehidupan. Dengan keseimbangan ini, seorang auditor dapat tetap produktif, inovatif, dan memberikan hasil kerja yang optimal tanpa kehilangan kualitas hidup.
  3. Integritas dan Transparansi sebagai Nilai Fundamental
    Dalam dunia profesional, khususnya dalam audit pajak, integritas dan transparansi bukan hanya atribut, tetapi merupakan kewajiban moral. Auditor harus konsisten dalam menjunjung nilai-nilai ini, meskipun sering kali dihadapkan pada godaan untuk menyalahgunakan kewenangan atau berkompromi terhadap prinsip etis. Filosofi Sa-perlune dan Sa-benere mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilakukan berdasarkan kebutuhan nyata dan kebenaran objektif, tanpa bias atau manipulasi informasi.
  4. Kolaborasi dan Empati dalam Interaksi Profesional
    Dalam berhubungan dengan kolega, klien, atau wajib pajak, sikap kolaboratif dan empati harus menjadi bagian integral dari pendekatan profesional. Filosofi Sak-penake mendorong penciptaan suasana kerja yang harmonis, di mana setiap pihak merasa dihargai dan didengarkan. Dengan demikian, kerja tim menjadi lebih efektif, konflik dapat diminimalkan, dan hasil kerja pun meningkat kualitasnya.

Mengintegrasikan Filosofi Kebatinan dalam Kepemimpinan Diri

Dengan mengadopsi ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, auditor dapat mengembangkan pendekatan yang lebih holistik dalam kepemimpinan diri. Filosofi ini menekankan bahwa kepemimpinan sejati dimulai dari kemampuan individu untuk memahami, mengendalikan, dan mengarahkan dirinya sendiri sebelum memengaruhi orang lain. Konsep ini relevan dalam membentuk pemimpin yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki kedalaman etika dan moralitas.

  1. Refleksi untuk Mengelola Ego dan Ambisi
    Sebelum memimpin orang lain, seorang profesional perlu mampu mengenali dan mengelola ego serta ambisi pribadinya. Filosofi Sa-mesthine menekankan pentingnya bertindak sesuai norma yang berlaku, tanpa membiarkan ambisi pribadi mendominasi keputusan yang diambil. Dengan demikian, pemimpin dapat tetap fokus pada tujuan bersama dan kesejahteraan kolektif.
  2. Membentuk Prinsip yang Berorientasi pada Keadilan dan Transparansi
    Dalam dunia audit pajak, penerapan filosofi ini melibatkan penguatan aspek refleksi diri. Auditor tidak hanya diharapkan mematuhi aturan formal, tetapi juga menilai dampak keputusan mereka terhadap keadilan dan kepercayaan publik. Prinsip Sa-benere dan Sa-mesthine mengajarkan bahwa tindakan harus didasarkan pada kebenaran dan norma yang berlaku, memastikan audit menjadi instrumen yang berfungsi untuk memperkuat legitimasi sistem perpajakan.
  3. Efisiensi dan Efektivitas dalam Penyelesaian Tugas
    Dalam menyelesaikan tugas, auditor perlu mengutamakan efisiensi tanpa mengabaikan aspek hukum dan keadilan. Filosofi Sak-penake memberikan panduan untuk mencari solusi yang seimbang, di mana semua pihak merasa puas dengan hasilnya tanpa adanya tekanan atau ekses yang merugikan.

Menyatukan Nilai Kebatinan dengan Dunia Profesional Modern

Melalui ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, kita dapat mengadopsi kerangka kerja yang menekankan pentingnya introspeksi, keseimbangan, integritas, dan transparansi. Nilai-nilai ini menjadi semakin relevan di tengah tantangan dunia profesional modern yang semakin kompleks dan dinamis. Dengan menerapkan filosofi ini, auditor dan profesional lainnya dapat menjalankan tugas dengan kebijaksanaan dan kedalaman moral, menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan.

Why: Menangkap Kompleksitas dan Relevansi Filosofi Kebatinan dalam Audit Pajak

Audit pajak sering kali menjadi proses yang rumit karena melibatkan beragam aspek yang saling berhubungan, seperti kepatuhan fiskal, kejujuran dalam pelaporan, serta penerapan standar etika dalam pengawasan. Kompleksitas ini sering diperburuk oleh adanya konflik kepentingan yang melibatkan berbagai pihak, tekanan eksternal yang memengaruhi independensi auditor, dan kurangnya pemahaman yang mendalam terhadap prinsip moral yang menjadi fondasi keadilan. Dalam konteks ini, ajaran kebatinan yang dirumuskan oleh Ki Ageng Suryomentaram menawarkan pendekatan alternatif yang dapat menjadi landasan moral yang kuat bagi para profesional, khususnya auditor pajak.

Filosofi ini relevan karena Enam SA menawarkan panduan praktis yang sederhana namun sarat makna untuk menghadapi berbagai tantangan profesional. Misalnya, prinsip Sa-butuhne (sebutuhnya) mengajarkan auditor untuk berfokus hanya pada aspek-aspek mendasar dari tugas mereka, menghindari godaan materialistik atau tekanan eksternal yang dapat mengaburkan objektivitas. Selanjutnya, Sa-benere (sebenarnya) menekankan kejujuran dalam setiap tindakan, sehingga auditor mampu menghasilkan laporan yang benar-benar mencerminkan realitas dan fakta objektif tanpa distorsi.

Selain itu, filosofi ini juga membantu auditor untuk mengurangi dan mengelola sifat-sifat negatif yang kerap muncul dalam dunia profesional, seperti rasa iri, arogansi, atau kecemasan berlebihan. Karakteristik tersebut dapat menghambat proses pengambilan keputusan yang rasional dan menciptakan ketidakseimbangan dalam pelaksanaan audit. Dengan menginternalisasi prinsip-prinsip Enam SA, auditor dapat mengembangkan ketahanan emosional yang lebih kokoh, memungkinkan mereka untuk bekerja secara efisien, transparan, dan penuh integritas.

Lebih jauh lagi, ajaran kebatinan ini menyoroti pentingnya pemahaman mendalam terhadap diri sendiri sebelum seseorang mencoba mengelola atau memengaruhi orang lain. Dalam konteks kepemimpinan modern, prinsip ini sangat relevan karena seorang pemimpin yang mampu mengenali dan mengelola dirinya sendiri cenderung lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, lebih efektif dalam mengelola tim, dan lebih mampu menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Oleh karena itu, nilai-nilai kebatinan ini dapat memberikan kontribusi signifikan dalam membangun sistem audit pajak yang lebih etis, adil, dan efektif.

Dok. Pribadi Prof Apollo
Dok. Pribadi Prof Apollo

Daftar Pustaka

  1. Apollo, Prof. (2014). Modul K15. Universitas Mercu Buana.
  2. Suryomentaram, Ki Ageng. Enam SA: Sa-butuhne, Sa-perlune, Sa-cukupe, Sa-benere, Sa-mesthine, dan Sak-penake.
  3. Trait Theories of Leadership. Watak Diri Sendiri.
  4. Pranowo, B. (2006). Kearifan Lokal dalam Etos Kerja Profesional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  5. Suryomentaram, Ki Ageng. (2005). Filosofi Kawruh Jiwa dan Praktiknya dalam Kehidupan. Surakarta: Balai Pustaka.
  6. Yukl, G. (2013). Leadership in Organizations (8th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun