Mohon tunggu...
Edwin Gusani
Edwin Gusani Mohon Tunggu... Freelancer - Hamba, Pengelana, Football Enthusiast

"Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman, bagaikan lentera di tangan pencuri," - Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arti Penting Belajar Ilmu Pengetahuan dari Abah Iding, Teman Alm. Abah Wahyu

10 Januari 2024   22:30 Diperbarui: 10 Januari 2024   22:39 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama kawan penuntut ilmu dan aktivis masa menengah pertama di Curug Cipeuteuy, Sindangwangi (Dokpri)

Selepas shalat shubuh berjama'ah di Mushala At-Taqwa yang berada tak jauh kediaman, kerap kali barisan jamaah laki-laki lebih sedikit dari jamaah ibu-ibu yang hadir di mushala.

Pengajian rutin ba'da maghrib yang tiap harinya digelar, kini berpindah ba'da shubuh tatkala telah memasuki Bulan Suci Ramadhan.

Pengisi kajian kali pertama yang ada di Mushala At-Taqwa, yakni seorang kawan dari Alm. Abah Wahyu (Kakek), yakni Abah Iding, yang rumahnya tak jauh jua dari mushala.

Beliau merupakan teman sejawat Alm. Kakek sejak keduanya masih aktif jadi seorang guru pns, sebelum sekarang sudah pensiun dan mengabdi di masyarakat.

Ingatan ini muncul tatkala pesan yang selalu Abah Iding gaungkan dalam setiap pengajiannya sebelum mulai kepada materi utama yang akan beliau sampaikan.

Selalu terngiang dalam ingatan hingga saat ini -kurang lebih 14 tahun silam-, Abah Iding memberi pesan kepada jamaah mushala yang saat itu bersama Imam Mushala pertama yakni Alm. Pa Leni.

Abah Iding berpesan kepada jamaah kurang lebih begini,

"Jadilah engkau pengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu pengetahuan, dan janganlah engkau jadi orang yang kelima, yakni pelajar tidak, pengajar tidak, pendengar tidak, dan pecinta ilmu pengetahuan tidak, karena hal itulah yang akan membuatmu binasa,"

Jelas teringat ucapan tersebut hingga saat ini bahwasanya amat teramat penting untuk kita berada dalam empat yang disebutkan diatas tersebut.

Yakni jadi seorang pembelajar, jadi seorang yang mengajarkan, jadi orang yang mendengarkan, hingga jadi orang yang menyukai akan ilmu pengetahuan.

Terdapat keberkahan yang mengalir hingga sekarang yang dirasakan, dan bisa jadi pada saat itu merupakan titik balik kenapa bisa sampai pada saat ini.

Ungkapan hadist Nabi Muhammad saw yang Abah Iding sampaikan tersebut baru ditemukan secara tidak sengaja tatkala belajar mengenai Kitab Adabul Alim Wal Muta'allim Karya Kiai Hasyim Asy’ari pada bangku kuliah.

Kitab Adab Al-‘Alim wal Muta’allim ini merupakan kitab rujukan yang sangat pas bagi seorang penuntut ilmu yang didalamnya terdapat etika orang berilmu dan pencari ilmu.

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ (رواه بيهقى) 

"Nabi SAW bersabda, Jadilah engkau orang berilmu, atau Orang yang menuntut ilmu, atau Orang yang mau mendengarkan ilmu, atau Orang yang menyukai ilmu. dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka” (HR. Baihaqi)

Dalam hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Baihaqi ini, kita dapat mengambil pelajaran yang bisa kita renungi dan terapkan dalam kehidupan.

Pertama, jadilah kita orang yang berilmu, tentu alangkah lebih baik dalam hal apapun sehingga bisa menjadi bekal terbaik kita dalam setiap langkah kehidupan.

Teringat kata Pak Faiz yang merupakan pengampu Ngaji Filsafat Masjid Jenderal Soedirman Yogyakarta, bahwa dengan kita belajar banyak ilmu ibaratnya kita mempunyai bakas perkakas dalam kehidupan.

Dalam falsafah ini, ketika kita membeli suatu perkakas tidak akan mungkin kita menggunakannya secara bersamaan dalam suatu waktu.

Akan tetapi kita akan bisa menggunakan gergaji ketika akan memotong, cangkul untuk mencangkul dan lain sebagainya. Hal tersebut pun berlaku bagi ilmu pengetahuan.

Kedua, jadilah kita orang yang selalu menuntut ilmu, dalam kata lain jangan berhenti dan lelah untuk belajar menuntut ilmu, terlebih-lebih ilmu agama.

Dengan demikian bila kita memakai falsafah perkakas tadi, kita akan semakin yakin untuk mengahadapi segala ujian kehidupan yang datang didepan mata.

Ketiga, ketika kita berada dalam kesibukan pun, gunakan waktu kita untuk tetap mendengarkan ilmu pengetahuan dimana pun kita berada.

Dan terakhir, kita harus selalu mencintai ilmu pengetahuan apapun itu bentuknya. Misal ketika kita sedang berada dalam kesibukan yang tidak bisa diganggu, kita masih bisa berkontribusi melalui apapun itu.

Tidak ketinggalan, jangan sampai kita tidak berada dalam empat poin diatas yang akan mengantarkan kita dalam celaka dan kerugian sepanjang waktu.

Semoga kita semua bisa termasuk minimalnya satu dalam empat klasifikasi diatas demi meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak serta dijauhkan dari poin kelima yang tidak sama sekali mempunyai empat poin tersebut.

Tidak lupa jua, semoga guru-guru kita dimanapun berada, selalu dalam lindungan Allah swt, pun begitu juga dengan orang-orang tua, saudara-saudara, sahabat-sahabat kita selalu berada ridho Allah swt. Aamiin

Wallahu A'lam Bishawab 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun