Mohon tunggu...
edwi yanto
edwi yanto Mohon Tunggu... Penulis - pekerja teks di Surakarta

orang biasa yang masih butuh amal kebaikan dan pencerahan hidup, mencintai kebenaran sejati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Loko Tebu

2 Januari 2013   02:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39 4362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pabrik Gula Digilas Zaman

Sejarah PG Tasikmadu

Industri gula di Indonesia telah menempuh perjalanan panjang sejak zaman kolonial Belanda. Hal ini bisa kita temui dengan adanya pabrik-pabrik gula yang beroperasi lebih dari seabad. Kini peninggalan masa lalu tersebut telah berusia tua. Pabrik- Pabrik gula tersebutsebagaian masih berproduksi dan sebagian lagi terbengkalai bahkan berganti bangunan. Namun semuanya merupakan bukti sejarah yang mewarnai perjalanan bangsa.

Di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, terdapat dua Pabrik gula yaitu PG Colomadu dan PG Tasikmadu. PG yang samapai sekarang masih aktif berproduksi adalah PG Tasikmadu. PG ini berada di Kecamatan Tasikmadu Karanganyar ( sekitar 17 km arah timur Kota Solo) Dulunyabaik PG Colomadu maupunTasikmadu dimiliki Kerajaan Mangkunegaran Solo dengan KGPAA Mangkunagoro IV sebagai pendirinya. Keduanya merupakan pabrik gula di tanah air yang pemiliknya adalah pribumi atau bukan milik Pemerintah Belanda. PGTasikmadu didirikan pada tahun 1871 yang sampai sekarang masih mempertahankan produksinya.

Raja Mangkunagoro IV yang terkenal dengan jiwa wirausahanya menanamkan modal dalam berbagai sektor usaha, termasuk industri gula. Beliau ingin agar PG Tasikmadu bisa memberi kehidupan kepada kawulanya atau rakyat Praja Mangkunegaran, khususnya bagi karyawan pabrik. Bahkah beliau berpesan kepada pengelola pabrik agar mempertahankan pabrik supaya bisa memberi kehidupan para karyawannya beberapa waktu sebelum mangkat.

" Pabrik iki openono, senajan ora nyugihi, nanging nguripi, kinaryo papan pangupo jiwone kawulo dasih. (Pabrik ini peliharalah, meskipun tidak membuat kaya, tapi menghidupi, memberikan perlindungan, menjadi jiwa rakyat kecil) ".Demikian kurang lebih pesan raja Kerajaan Mangkunegaran ke-4 ini. Pesan Sang raja tersebut hingga kini masih dipegang teguh oleh pengelola PG Tasikmadu yang dikelola oleh PTPN IX. Sehingga PG Tasikmadu tetap berproduksi hingga kini walaupun biaya operasionalnya amat besar dan terus meningkat disamping harus berhadapan dengan industri gula asing yang telah memproduksi gula secara modern.

Sistem Tebang Angkut

PG di Jawa dan sumatera pada umumnya termasuk PG Tasikmadu, dalam proses tebang angkut tebu dari persawahan menuju pabrik gula, biasanya memakai alat yang dinamakan lori. Lori yang bentuk penampangnya seperti huruf “U” ini mulanya ditarik puluhan ekor sapi. Namun memasuki era tahun 1900-an, tenaga hewan tersebut digantikan oleh lokomotif uap. Selain lokomotif uap, PG Tasikmadu juga memiliki lokomotif diesel yang bentuk dan ukurannya mini.

Akan tetapi ukuran lebar relnya berbeda dengan lokomotif yang dimiliki oleh Stats Spoorwagen (SS) dan Netherland Indhisce Spoorweg Matchaapij (NISM) yang diperuntukkan guna mengangkut barang dan manusia. SS memiliki lebar rel dengan lebar 1067 mm, sedangkan NISM memiliki lebar rel 1067 mm dan 1435 mm. Tetapi di PG Tasikmadu lebar rel ini hanya 750 mm. Terdapat pula perbedaan yang lain, yakni besar dan berat rel antara kepunyaan SS dengan PG Tasikmadu. Besar dan berat rel PG Tasikmadu masih di bawah type R 25 miliknya SS. Memang hampir di setiap PG di Indonesia, untuk proses transportasi pengangkutan tebu tersebut menggunakan sistem jalan rel yang didesain khusus. Sehingga tak mengherankkan bila untuk keperluan ini, dibutuhkan rel dengan berat 14 kg/meternya dengan lebar jarak antara 600 mm, 700 mm dan 750mm. Untuk PG Tasikmadu menggunakan jarak lebar rel 750mm. Kendati demikian, untuk menghubungkan dengan stasiun kereta api, setiap PG memiliki koneksi jalur khusus ke Stasiun pengangkutan yang tak jauh dari PG. jalur khusus tersebut umumnya memiliki sarana lokomotif dengan lebar spoor 1067 mm, sebagaimana loko Simbah di PG Gondang Klaten ataupun TM X di PG Tasikmadu. Jadi, memang ada jalur khusus sebagai akses menuju stasiun KA dengan PG guna memperlancar distribusi bahan baku ( gamping ) maupun barang jadi ( gula ).

Jaringan rel khusus untuk pengangkutan tebu dari pabrik ke ladang perkebunan tebu ini pada jaman dulu mencapai panjang puluhan kilometer. Untuk PG Tasikmadu, rel ke arah timur jaringannya sampai Kecamatan Matesih Karanganyar (dekat Astana Giribangun ) di kaki Gunung Lawu. ke Barat jaringan relnya mencapai desa Sidodadi di lembah Sungai Bengawan Solo Kecamatan Kebakeramat. Sedangkan ke utara hingga daerah Sragen dan ke selatan mencapai Kecamatan Polokarto Sukoharjo.

Pada jaman dulu, saat musim giling antara bulan Mei hingga Oktober, sejumlah lokomotif telah dipersiapkan dari dalam dipo khusus bernama Station Remise. Pada pagi hari biasanya masing-masing lokomotif berdinas mengirim rangkaian lori ke berbagai penjuru mata angin menuju lokasi perkebunan tebu yang telah dipanen (rembang; istilah panen tebu). Kemudian sore harinya, lokomotif tersebut kembali ke pabrik dengan membawa rangkaian lori bermuatan tebu untuk ditimbang di emplasemen. PG Tasikmadu memiliki dua emplasemen yang digunakan sebagai tempat penimbangan tebu. Yaitu emplasen di sebelah timur pabrik dan emplasemen di selatan pabrik.

Namun berhubung jaman sekarang kepadatan lalu lintas sangat tinggi, dan beberapa lahan perkebunan tebu berpindah ke daerah yang jauh dari pabrik, maka armada lori yang menuju lokasi penebangan ini dihapus. Demikian juga jaringan rel yang panjangnya mencapai puluhan kilometer juga sudah dicabuti pada tahun 1993. Sekarang untuk menuju lokasi penebangan sudah menggunakan angkutan truk. Kendati begitu, untuk menuju mesin giling masih menggunakan lori, sebab pintu utama menuju bibir mesin giling telah didesain menggunakan lori sejak zaman Belanda. Adapun prosesnya yaitu, tebu yang berada di box truk diambil dengan menggunakan alat craine timbangan. Kemudian dari craine timbangan dimasukkan dalam lori, setelah terkumpul sekitar 10 lori, maka batangan tebu tersebut ditarik oleh lokomotif menuju mesin giling.

Stasiun Remise

Setelah loko-loko tersebut bekerja menarik rangkaian lori bermuatan tebu, lama kelamaan akan mengalami beragam kerusakan baik besar maupun kecil. Nah untuk keperluan perbaikan ini, PG Tasikmadu memiliki bengkel tersendiri atau sering dinamakan Stasiun remise. Bengkel ini dibangun pada 6 Oktober 1951. Luas bangunan bengkel lokomotif uap ini mencapai kurang lebih 800 meter persegi yang membujur dari timur ke barat.Selain sebagai bengkel, station remise juga berfungsi sebagai tempat menyimpan loko-loko tebu yang dimiliki oleh PG Tasikmadu. Selain loko, disimpan juga kereta-kereta wisata yang bisa disewa bagi yang berminat. Kereta-kereta ini didesain mirip lori beder, yaitu lori khusus yang dipakai oleh Mangkunegoro IV untuk berkeliling ke kebun tebu.

Loko-loko Uap

Dalam bab ini kita akan melihat dari dekat tentang loko-loko uap yang dimiliki oleh PG Tasikmadu khususnya yang masih aktif dijalankan. Dari loko uap yang ada, kegunaanya dibagi menjadi dua. Yakni loko untuk keperluan pariwisata dan angkutan tebu. Loko yang untuk pariwisata ada dua, yaitu TM 1 dan Loko nomor 3. Loko TM 1 buatan Orenstein & Koppel nomorseri 9881 buatan tahun 1921. Sedangkanloko nomor 3 buatan Borsig Jermantahun1908 dengan nomor seri 6868. Loko ini dulunya milik PG Colomadu yang diberi nama Tjolomadu 3. Sedangkan Loko yang untuk menarik lori tebu antara lain. TM III, TM VA, TM VB, TM VI, TM VIIB, dan TM XIV

TM I

Secara fisik bentuk Loko TM 1 tidak terlalu lebar, dengan accessories berupa lampu depan yang lebih besar. Loko TM 1 memiliki tiga roda penggerak dengan susunan roda 0-6-0T, loko ini difungsikan untuk menarik rangkaian lori wisata sepoer teboe. Meski punya tiga roda penggerak, namun loko TM 1 kelihatan kurus dan pendek. Saat dipakai untuk pariwisata loko ini dilengkapi dengan lonceng di atas tabung ketelnya.

Loko nomor 3

Sementara kalau kita melihat loko yang lain juga digunakan untuk pariwisata, yakni loko nomor 3, terdapat keunikan pada nomor pabriknya. Loko yang secara fisik keliahatan kecil tapi kekar ini berseri pabrik 6868 dibuat tahun 1908 oleh pabrik Borsig. Meski roda penggerak utama hanya dua pasang, tapimemiliki penyangga berupa roda kecil di belakangnya. Lampu depannya kelihatan mungil dengan cerobong asap ramping dan tinggi. Sementara pada tabung ketel, separuhnyatertutup oleh bodi, sehingga kelihatan gemuk dan tinggi dibanding TM 1.Persamaan fisik antara TM 1dengan Loko nomor 3 adalah rodanya sama-sama terlihat di luar. Sedangkan loko yang untuk menarik tebu semua rodanya terselubung dalam bogie.

TM III

TM III merupakan loko buatanOrienstel & Koppel tahun 1913 dengan nomor seri 6389 yang bersusunan roda 0-8-0T. Ukurannya tidak terlalu besar, namun semasa muda loko ini mampu menarik sekitar40 lori bermuatan tebu. (setara dengan 40 truk tebu ). Namun di usianya yang mulai senja ini, beban loko ini ditoleransi antara 10 – 15 lori saja.

Ciri-ciri fisik TM III adalahmemiliki dua silinder kecil dengan roda tersembunyi. Memiliki cerobong asap yang gempal atau gemuk tapi pendek. Bagian pintu kabin masinis langsung berbentuk oval mirip jendela pada kereta satwa.Jendela depan pada kabin masinis dilengkapi dengan penghalau sinar matahari maupun air hujan.Dulunya loko ini kerap berdinas mengantar dan menarik lori ke daerah Mojolaban Sukoharjo hingga PG Tasikmadu. Loko ini asli milik PG Tasikmadu sejak awal dinasnya.

TM V A

TM V Ajuga dibuat pabrikan yang sama pada tahun 1921, yakni Orenstein & Koppel dengan nomor seri 9513. Loko tersebutpunyasusunan roda yang sama yaitu 0-8-0T namun berkekuatan 50 tenaga kuda. Sehingga dulunya loko ini mampu menarik 50 lori tebu bermuatan penuh. Sekarang loko ini dibebani sekitar 15 – 20 lori saja dari emplasemen ke bibir penggilingan.Saat masih dinas, loko ini kerap berjalan menyusuri persawahan dan kebun tebu di sebelah utara pabrik.

TM V B

TM V B merupakan bekas milik PG Tjolomadu dengan ciri fisik yang hampir sama namun berseri 10462 yang dibuat tahun 1923. Semasa menjadi milik PG Colomadu, loko ini diperkerjakan menarik lori tebu ke daerah Donohudan, Klodran, Blulukan, Baturan dan sebagainya. Kini TM VB hanya dipakai di sekitar PG Tasikmadu saja setelah PG Colomadu ditutup tahun 1997.

TM VI

Sedangkan TM VI merupakan loko terbesaryang dimiliki PG Tasikmadu, Loko ini juga yang menjadi ikon sekaligus kebanggan PG ini. Bahkan loko ini kerap disebut Big Boy-nya loko tebu karena memiliki 150 tenaga kuda. Pernah suatu ketika ditawar oleh seorang railfans Inggris namun oleh pengelola tidak diberikan.TM VI dibuat olehOrienstel & Koppel yang bersusunan gandar 0-10-0T dengan nomor seri 11790 tahun 1929.

TM VII B

TM VIIB di mana merupakan bekas milik PG Tjolomadu. Loko ini dibuat pabrik Hanchel Jerman dengan nomor seri 9274 buatan tahun 1921 dengan susunan gandar0-8-0T . Terakhir adalah TM XIV . Menurut penjaga remis, Sugiyanto, loko ini merupakan pindahan dari PG Jatibarang. Semula, lok ini memiliki lebar spoor600 mm, kemudian oleh teknisi bagian Remize PG setempat, loko buatan Couillet Belgiadengan seri 1572 tahun 1910 ini dipermak gandarnya sehingga bisa berjalan di spoor 750 mm.

Roling stock = stoom, lori bender, garu, gerbong barang dsb. Kereta peninggalan Mangkunegoro IV buatan S Chavalier Constructe, Paris - Perancis, yang digunakan saat kunjungan ke PG TASIKMADOE untuk mengecek kondisi pabrik dan pekerja

Monumen-Monumen Loko

Keberadaan monomen lokomotif sekarang ini menjadi barang yang sangat berharga. Memang di negeri kita pernah ada “kekeliruan” dalam memperlakukan barang bekas. Yaitu barang yang sudah tak lagi dipakai maka akan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Lokomotif-lokomotif uap zaman PNKA yang pernah berdinas di Indonesia misalnya, barang bersejarah tersebut banyak yang dirucat atau dibesituakan dan didaur ulang. Akibatnya, jejak loko-loko uap tersebut tidak lagi diketahui, hanya sebagian kecil saja yang selamat untuk dimuseumkan di TMII dan Museum KA Ambarawa. Rupanya sekarang ini sebagian anak basngsa telah menyesali “kekeliruan” tersebut.

Pabrik gula yang banyak memiliki koleksi loko kuno juga nyaris melakukan kesalahan yang sama. Namun BUMN yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara (Persero) ini segera menyadari bahwa lokomotif yang pernah mengabdi di perkebunan tebu adalah asset berharga. Di samping itu, loko-loko tebu tersebut menjadi saksi kejayaan industri gula masa lampau. Sehingga tak sedikit kantor PTP di setiap daerah memajangloko kuno tersebut sebagai monumen.

Demikian juga di PG Tasikmadu, lokomotif yang pernah mengabdi untuk keperluan tebang angkut dan kendaraan raja juga dimonumenkan agar bisa dinikmati generasi mendatang. Loko-loko yang menjadi dimonumenkan tersebut antara lain;

Monumen Loko Pertama

Dinamakan loko pertama karena digunakan sebagai angkutan tebu PG Tasikmadu yang pertama kalinya. Loko ini dipajang persis di depan ruang mesin penggilingan tebu. Keadaan loko bertuliskan 1902 ini sudah tak lagi utuh. Hanya bagian rangka depan bersama satu cerobongnya yang masih bisa dijumpai. Penyebabnya yaitu loko ini pernah terperosok ke dalam sungai saat menarik tebu dari daerah Matesih. Namun anehnya, hanya sebagian saja bangkainya ditemukan. Sedangkan sisa-sisanya sudah menghilang di dalam sungai.

Monumen Loko TM IV

Loko TM IV sebenarnya merupakan loko terakhir yang dimonumenkan oleh PG Tasikmadu. Pada awal tahun 2003, loko ini masih dipakai untuk mengangkut tebu dari timbangan ke mesin giling. Namun pada tahun 2006 lokoTM IV tak lagi bertugas karena mengalami kerusakan pada ketel uap. Sehingga oleh manajemen PG Tasikmadu, loko ini dimonumenkan di luar pabrik atau tepatnya di sebelah selatan area pabrik tepat berada di tengah-tengah pertigaan jalan. Sayangnya, setelah dimonumenkan loko ini tak lagi mendapat perawatan semisal dicat atau diberi perisai. Akibatnya komponen-komponenya sudah tak lagi utuh karena dicuri orang dan sebagian dikanibal. Komponen yang hilang itu antara lain; pelat pabrik serta egsel penghubung gandar.

Monomen Loko TM VII

Loko TM VII ini buatan pabrik Hanschel jerman. Namun karena ketel sudah tak berfungsi, sehingga dimonumenkan di lokasi agrowisata Sondokoro. Setelah dimonumenkan loko ini dicat dengan warna kuning. Banyak pengunjung yang menjadikan monument loko ini sebagai background pengambilan gambar.

Monumen Loko TM X

Loko TM X merupakan salah satu loko istimewa yang dimiliki PG Tasikmadu di samping TM VI. Keistimewaan tersebut antara lain menggunakan lebar spoor 1067mm, Dimonomenkan saat masih hidup karena tidak terpakai, dan digunakan untuk angkutan gula pasir ke Stasiun Kemiri Kebakkramat guna dipasarkan ke berbagai Kota di Jawa. Di samping itu, loko ini juga menjadi penarik batu gamping dari Stasiun Kemiri ke PG Tasikmadu. Sehingga bisa disimpulkan bahwa loko ini merupakan loko pelangsir barang yang berdinas antara stasiun Kemiri dan PG Tasikmadu. Namun status kepemilikan loko ini adalah milik PG termasuk jalur dengan rel R25 antara PG dan Stasiun Kemiri. Berhubung angkutan gula telah tergantikan oleh truk dan terdapat bahan baku pengganti gamping, sehingga loko ini menganggur. Bahkan relnya yang tak lagi sering dilewati telah dicabuti oleh orang tak dikenal. Sekarang TM X yang juga buatan Hanchel Jerman ini dimonumenkan persis di sisi pintu masuk Agrowisata Sondokoro.

Monumen Loko Doon

Konon loko yang dimonumenkan di sebelah utara Agrowisata Sondokoro ini merupakan penarik kereta KGPAA Mangkunegoro pada tahun 1850. Loko yang bentuknya menyerupai lok B 11 khusus digunakan raja dari Keraton Mangkunegaran ke PG Tasikmadu. Saat rombongan raja melintas, masyarakat berbondong-bondong menyambutnya. Karena mengeluarkan bunyi doon….doon….doon, sehingga masyarakat menamai sepur doon.

Monumen Loko RM Achmad Partomo

Mendengar nama loko yang diberi nama Raden Mas Achmad Partomo ini terasa unik. Namun demikianlah kalangan bangsawan Mangkunegaran menyebut nama loko yang diberi nomor 1 dan ditugaskan di PG Colomadu buatan tahun 1913 ini. Saat PG Colomadu tutup pada tahun 1997, loko yang masih bisa digunakan ini dibawa ke Tasikmadu. Tahun 2008 lalu, loko RM Achmad Partomo ditempatkan di kolam renang Agrowisata sebagai tempat merebus air hangat. Inilah keunikan pemandian air hangat Agrowisata Sondokoro, yakni bukan dipanaskan menggunakan ketel khusus namun memanfaatkan loko yang masih berfungsi untuk menghasilkan air panas.

Monomen Loko TM XV

PG Tasikmadu memiliki lokosampai dengan nomor XV. Namun nomor urut terakhir ini sudah tidak beropesarsi cukup lama, sehingga keberadaanya dimanfaatkan sebagai monumen rumah makan Resto Banaran di kompleks PG Colomadu. Sayangnya kondisi loko sudah tidak utuh, karena sebagian komponennya sudah dilepas. Loko ini memberikan kesan bahwa ia adalah identitas dari kebesaran PG Colomadu yang sudah lama tutup walaupun sejatinya loko ini milik PG Tasikmadu.

Loko Mangkrak

Di PG Tasikmadu juga memiliki loko uap yang kondisinya mangkrak karena rusak. Kebetulan hingga tahun 2010 loko tersebut belum dimonumenkan. Loko tersebut warnanya lain- dari yang lain, yaitu jika loko lain warnanya hijau kombinasi hitam dan merah, loko ini berwarna orange cirri khas dari PG Jatibarang. Maklum saja karena loko yang mangkrak ini didatangkan dari PG Jatibarang Brebes Jawa Tengah. Pihak pengelola PG Tasikmadu mengatakan bahwa loko tersebut nantinya akan dimonumenkan.

Wisata Loko Uap

Pada tahun 2006 lalu, PG Tasikmadu berhasil menjadikan beberapa asetnya untuk dikemas dalam usaha pariwisata. NamanyaAgrowisata Sondokoro. Di antara objek wisata yang ditawarkan pengelola,ada satu daya tarik luar biasa terhadap agrowisata ini, yakni pengoperasian kereta wisata yang ditarik lokomotif uap. Lokomotif tersebut sejak berkembangnya wisata Sondokoro tak lagi digunakan menarik lori tebu.

Setiap hari libur, kawasan ini banyak diserbu para pengunjung dari penjuru tanah air yang ingin merasakan sensasi naik kereta uap dengan harga tiket sangat terjangkau.Apalagi jika musim giling tebu, Agrowisata Sondokoro seolah-olah menjadi wahana rekreasi yang mengandung nilai edukasi. Sebab, pengunjung bisa menyaksikan bagaimana proses pembuatan gula yang sesungguhnya, mulai dari penebangan, pengangkutan hingga masuk mesin giling maupun proses kristalisasi.

Agrowisata Sondokoro menyediakan tiga macam kereta wisata bagi pengunjungnya. Yakni sepur gula, sepoer teboe, dan sepoer Sukoroso. Sepur gula ditarik oleh loko diesel kecil, sedangkan sepoer tebu ditarik oleh loko TM 1 buatan Orenstein & Koppel nomorseri 9881 buatan tahun 1921. Kemudian Sepoer Sukarosa ditarik dengan loko nomor 3 buatan Borsig Jermantahun1908 dengan nomor seri 6868. Loko ini dulunya milik PG Colomadu yang diberi nama Tjolomadu 3.

Sepur gula merupakan kereta yang menempuh rute dengan jarak terpendek dan mengitari sebagian kecil area PG saja, mulai daritengah taman Agrowisata, menuju halaman utama PG kemudian masuk belakang PG dan memutar menuju halaman PG lagi, lalu melintasi taman satwa dan akhirnya menuju tempat semula atau halaman agrowisata.

Sedangkan spoor Sukarosa menempuh jarak lebih panjang dalam mengitari kawasan PG. Kereta ini juga melalui terowongan buatan, sudut – sudut PG yang sudah tua, miniatur perkebubunan tebu dan emplasemen penggilingan. Tak heran jika Bulan Juni- Oktober, pengunjung sempat menyaksikan lori-lori tebu beserta lokomotifnya berjajar di emplasemen. Limbah cairan tebu yang memancar dalam kolam raksasa juga menjadi pemandangan yang menawan untuk kita saksikan pada musim giling. Seakan-akan bagai air mancur raksasa dalam kolam pabrik. Perjalanman mengitari pabrik memang terasa panjang lantaran laju kereta hanya sekitar 10 km/h.

Sementara Sepoer teboe menempuh jarak hampir sama dengan spoor Sukorasa, bedanya kalau spoor teboe ini mulai start pemberangkatan dari arah selatan ke barat kemudian memutari pabrik. Sedangkan Sukoroso dari arah utara ke barat dan bersilangan dengan spoor teboe di area miniatur kebun tebu. Namun spoor teboe tidak melewati terowongan buatan.

Dalam satu kali perjalanan, Kereta ini menarik sekitar 8-10 gerbong mini yang merupakan modifikasi dari lori tebu. Dalam satu gerbong bisa mengangkut sekitar 8 orang. Pada tahun 2010 ini harga karcis sebesar Rp 6000 baik untuk anak maupun dewasa, sedangkan balita tidak dipungut biaya.

Agrowisata ini juga menjadi arena outbound bagi sejumlah sekolah di kawasan Solo dan sekitarnya. Sebab biayanya tergolong murah dan mengandung nuansa pendidikan.Bahkan banyak turis asing terutama para railfans Eropa yang berkunjung di Agrowisata ini. Mereka umumnya tertarik dengan lokomotif uap buatan leluhur mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun