Hari ini Jakarta terasa lebih macet daripada kemaren. Mungkin anda juga merasakannya. Ya semakin hari memang semakin demikian.
Kalau kita coba telisik ternyata salah satu penyebab kemacetan adalah anak sekolah. Coba anda bayangkan 1 anak diantar oleh 1 mobil atau setidaknya 1 sepeda motor. Jika 1 sekolah berisi sekitar 500 murid ditambah 100 orang guru, bisa dibayangkan jalan-jalan di sekitar sekolah, macet total !
Saya jadi ingat waktu masa kecil saya sekolah, saya sangat senang waktu saya naik kelas diberi hadiah sepeda, ya untuk berangkat sekolah. Sepertinya hal ini sudah jarang terjadi pada anak-anak sekolah masa kini. Hadiah naik kelas yang nge-trend adalah : komputer, laptop, blackberry, handphone, play station dan sederet gadget canggih lainnya.
Jika untuk kalangan pekerja digalakkan "bike to work", kenapa tidak untuk anak sekolah kita galakkan "bike to school"?
Selain yang pasti mendukung gerakan "go green", tentu masih banyak manfaat positif lain yang bisa didapat.
Pertama, mengurangi kemacetan. Sepeda secara ukuran lebih kecil dari pada ukuran motor apalagi mobil. Tentunya akan mengurangi volume kendaraan di jalan.
Kedua, mendidik anak mandiri. Dengan bersepeda anak dididik untuk lebih mandiri, tidak selalu mengandalkan orangtua untuk beraktifitas berangkat ke sekolah.
Ketiga, menyehatkan. Bersepeda membuat badan anak menjadi lebih sehat dan kuat.
Gerakan "bike to school" akan jauh sangat mudah diterapkan oleh pemerintah dibandingkan "bike to work". Anak sekolah jauh lebih mudah diatur dibandingkan kalangan pekerja. Terbukti lebih mudah "diseragamkan" pakaian dan buku-bukunya.
Departemen Pendidikan Nasional perlu membuat terobosan untuk mencanangkan gerakan ini. Mungkin bisa bekerja sama dengan Kementrian Pemuda dan Olahraga, serta didukung kalangan industri sepeda nasional untuk mensupplai sepeda standar bagi anak sekolah.
Namun, tentunya grakan Bike to School ini juga harus didukung dengan gerakan pemerataan fasilitas pendidikan. Kenapa demikian? Salah satu penyebab crowdednya lalu lintas karena banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya ke sekolahan yang jauh dari rumahnya dikarenakan sekolah tersebut adalah sekolah favorit dan memiliki fasilitas yang lebih baik. Tidak salah anggapan orang tua tersebut. Yang salah adalah Pemerintah yang tidak melakukan upaya pemerataan fasilitas sekolah dan kualitas sekolah secara lebih masive, malah membuat sekolah percontohan, sekolah unggulan, dll.
Anggaran pendidikan yang wajib 20 persen dari APBN itu lari kemana? Sepertinya lebih banyak lari ke Gaji Guru, meskipun itu tidak salah, namun tidak perlu juga dinaikkan berkali lipat. Sebelumnya, tidak perlu menaruh curiga saya iri terhadap gaji guru atau tidak menghormati jasa guru, karena sejatinya kedua orang tua saya adalah guru, yang merasakan pula dampak kenaikan gaji yang signifikan.
Namun, disini yang diperlukan adalah kebijakan dalam alokasi anggaran yang lebih seimbang antara gaji dan peningkatan fasilitas pendidikan.
Jikalau, fasilitas pendidikan lebih merata, setidaknya di Jakarta dan sekitarnya misalnya, maka kita bisa "memaksa" orang tua untuk tidak menyekolahkan anaknya diluar kecamatan atau kelurahan nya. Maka, anak-anak juga bisa "dipaksa" untuk bike to school, atau bahkan cukup jalan kaki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H