Mohon tunggu...
Edwar Jasmin
Edwar Jasmin Mohon Tunggu... Freelancer - Visualis

Sometimes kadangkala hidup itu life

Selanjutnya

Tutup

Bola

Indonesia, 'Raksasa' Sepakbola yang Belum Pernah Terlahir

2 Agustus 2023   19:25 Diperbarui: 2 Agustus 2023   19:34 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah negara berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa, dimana 70% diantaranya adalah pecinta sepakbola.
Itu adalah kalimat klise yang selama ini selalu kita dengar dari para pelaku sepakbola baik di dalam maupun luar negeri.

Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk membahas tentang sepakbola Indonesia, mari kita berfikir ulang tentang maksud dari kalimat di atas.
Jika kata 'sepakbola' pada kalimat di atas kita ganti dengan kata 'sambal', dan anda adalah seorang pebisnis, kira-kira perusahaan 'sambal' seperti apa yang akan anda bangun ketika bisnis anda memiliki potensi konsumen sebesar 70% dari 270 juta jiwa..??

Berkaca dari pembangunan sepakbola di seluruh Indonesia yang selama ini dikelola oleh PSSI sebagai 'pemain tunggal' dari Industri, khususnya sebelum periode kepemimpinan terbaru yang memang belum pantas untuk kita nilai namun tak dapat pula dimaklumi kalau ikut terkena imbasnya.

Jika dianalogikan bahwa PSSI adalah Perusahaan Sambal Seluruh Indonesia, apa yang selama ini telah mereka lakukan?

Jawaban yang bisa kami simpulkan tak lain adalah EKSPLOITASI.

Eksploitasi adalah pemanfaatan secara sewenang-wenang atau berlebihan terhadap sesuatu untuk kepentingan tertentu, tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan bagi ekosistem yang ada di dalamnya.

Kembali ke analogi, sebagai 'Perusahaan Sambal Seluruh Indonesia' yang tanpa pesaing di Industri, apa yang dilakukan PSSI selama ini adalah :

Mereka terus-terusan berusaha memanen cabai hasil pembibitan dari para petani lokal dari seluruh Indonesia, tanpa pernah punya kepedulian yang cukup pada ketersediaan lahan, kualitas bibit serta ilmu pengetahuan dari para petani guna menjaga kualitas dan suplai dari cabainya.

Akibatnya, mereka terus-terusan menjual produk sambal tanpa pernah bisa memastikan kualitas, kontrol produk serta jaminan perlindungan yang pasti bagi konsumennya.

Hingga ujung-ujungnya, mereka terpaksa mengimport 'sambal murah' dari luar negeri hanya untuk sekedar mengejar ketertinggalan standar kualitas dan suplai bahan baku dari produk mereka, dikarenakan permintaan pasar yang tinggi di dalam negeri dan itu diperparah pula dengan ketergantungan mereka terhadap pihak dari luar perusahaan yang belum tentu selalu bisa berada di bawah kontrol mereka.

Apa yang bisa kita simpulkan dari analogi di atas?

Kembali ke sepakbola, dari gambaran besar di atas, sebagai sebuah perusahaan yang berdiri sejak tahun 1930 dan tidak memiliki pesaing di dalam negeri, tak ada kesimpulan logis lain yang terfikirkan selain PSSI adalah sebuah perusahaan yang sudah sejak lama GAGAL.


Sebagai bagian dari 70% pecinta sepakbola Indonesia, kami meyakini bahwa sepakbola Indonesia bukanlah 'raksasa yang tertidur', sepakbola Indonesia adalah 'raksasa yang memang belum pernah terlahir'.

https://pexels.com
https://pexels.com
"Indonesia adalah negara pecinta sepakbola yang tidak pernah 'bercinta' dan melahirkan sendiri sepakbolanya, selama ini kita hanya menjadi tetangga berisik yang diam-diam cemburu pada bangsa lain yang berhasil melakukannya".

Sebuah ekosistem sepakbola yang baik dan berkelanjutan butuh FONDASI DASAR YANG BAIK DAN MENGAKAR.

Fondasi dasar yang baik dan mengakar butuh 'elemen-elemen' yang saling mendukung, dan 'elemen' terkecil dari sebuah ekosistem dalam industri adalah sumber daya manusia.

Sebuah industri besar butuh standar regulasi berdasarkan ilmu pengetahuan yang lahir dari sumber daya manusia dengan edukasi terbaik.

Untuk melahirkan itu semua, Indonesia butuh sekian banyak akademi sepakbola berkualitas sebagai fondasi, yang 'disebar' ke seantero negeri.

Bayangkan apa yang bisa kita capai jika setiap pulau besar di Indonesia memiliki 3 atau 4 akademi sepakbola berkualitas yang dapat berkompetisi reguler di dalam negeri.

Bayangkan jika akademi-akademi tersebut mampu melahirkan SDM terbaik mulai dari pemain, pelatih, perangkat pertandingan, official, medical, broadcast hingga para pengurus manajemen di liga hingga federasi.

Bayangkan jika setiap akademi tersebut di kemudian hari mampu melahirkan klub-klub yang mampu dikelola secara profesional dan bersaing di liga-liga yang ada di dalam dan luar negeri.

https://unsplash.com
https://unsplash.com
Jika semua itu terwujud, barulah pantas bagi kita untuk berbicara tentang pengelolaan Liga, Tim Nasional dan Industri Sepakbola.
Sepakbola Indonesia butuh fondasi dasar yang baik bagi SDM yang ada di dalamnya.

Untuk itu, membangun akademi sepakbola bermutu di seantero negeri adalah investasi jangka panjang yang sangat penting sekaligus menjanjikan bagi kualitas dan suplai sumber daya manusia untuk menopang ekosistem dari industri.

Indonesia bisa saja menjadi 'brazilnya asia' dari sisi pengembangan pemain, dan 'inggrisnya asia' dari sisi manajemen bisnis, jika kita mau berfikir besar.


Membahas sedikit mengenai liga Indonesia, jika berkaca dari kondisi geografis kita, ada baiknya jika setiap pulau besar di Indonesia dikondisikan untuk memiliki liganya sendiri, untuk kemudian 4 tim teratas dari setiap liga diarahkan untuk berlaga pada semacam 'liga champions' nya Indonesia, yang menjadi liga teratas di negeri ini.

https://unsplash.com/photos/isuplt6XwMM
https://unsplash.com/photos/isuplt6XwMM
Untuk sebuah tujuan yang besar kita butuh sebuah fondasi yang baik dan mengakar sesuai dengan ke-Indonesiaan kita.
Itu semua tentu saja tidak mudah, namun untuk sesuatu yang selama ini terlanjur kita cinta, memperjuangkan akan selalu lebih baik dari pada menyerah.

GARUDA DI DADA, SELAMANYA !!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun