Mohon tunggu...
Edward Simanungkalit
Edward Simanungkalit Mohon Tunggu... -

Selama ini terus belajar menulis yang dimulai sejak tahun 1993 hingga sekarang. Belakangan belajar menulis buku dan telah berhasil menulis buku: "ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula" (2015). Aktivitas menulis ini didasari satu keyakinan bahwa "kebenaran itu memerdekakan". Ternyata belajar itu tak ada hentinya, karena belajar di Sekolah Kehidupan tak ada habis-habisnya. All Truth is God's Truth.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Si Raja Batak Nenek-Moyang Bangso Batak dan Toba Induk Bangso Batak? (3)

14 Januari 2016   00:29 Diperbarui: 22 Maret 2016   12:35 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sejarah Harus Ditulis Ulang

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa Si Raja Batak itu disebutkan menurunkan Bangso Batak, yaitu: Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing. Oleh karena namanya Si Raja Batak, makanya keturunannya menyandang kata “Batak” juga seperti halnya marga. Seperti itulah pemahaman di Toba, yang diyakini bahwa semua yang disebutkan tadi menyebar dari Sianjur Mulamula, sehingga bila ada pihak yang mengatakan bahwa mereka bukan Batak, maka itu dipahami sebagai durhaka, karena menyangkal leluhurnya. Demikianlah pemahaman di Toba, sehingga membuat mereka sulit menerima pernyataan pihak-pihak tadi yang mengatakan “bukan Batak”, karena menganggap Si Raja Batak mempunyai hubungan genealogis dengan Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing.

Telah dikemukakan di atas bahwa jumlah marga-marga dari Bangso Batak atau Suku Batak yang merupakan keturunan Si Raja Batak sekitar hampir 500 marga dari Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing (termasuk Angkola). Jadi, berdasarkan uraian tadi, maka Tanah Toba, Tanah Pakpak, Tanah Karo, Tanah Simalungun, dan Tanah Mandailing sebelumnya kosong. Baru setelah Si Raja Batak datang ke Sianjur Mulamula dan keturunannya mulai berkembang barulahlah mereka menyebar ke daerah-daerah tersebut, maka terbentuklah Bangso Batak seperti yang disebutkan tadi. Pertanyaannya, benarkah masing-masing daerah ini adalah tanah kosong yang belum didiami oleh manusia sebelum keturunan Si Raja Batak datang mendiami tanah kosong tersebut? Tentu tidak demikian, karena sudah banyak manusia datang ke seluruh daerah di Sumatera Utara sebelum Si Raja Batak tiba di Sianjur Mulamula, kaki Pusuk Buhit, Samosir.  

Raja-Raja Karo, Raja-Raja Simalungun, dan Raja-Raja Toba telah lebih dulu berdiam di Sumatera Utara yang datang pada masa Mesolitik, sekitar 10.000 – 6.000 tahun lalu (2015:41-42), sedang masa hidup Si Raja Batak dari Sianjur Mulamula itu sekitar 500 – 1.000 tahun lalu atau atau paling lama 1.000 tahun lalu. Ditambah lagi penutur Austroasiatik dan penutur Austronesia datang bermigrasi ke Tanah Karo dan Tanah Simalungun yang datang pada masa Neolitik, sekitar 6.000 – 2.000 tahun lalu, yang dimenangkan penutur Austronesia, sehingga menjadikan bahasa Karo dan bahasa Simalungun termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Kemudian orang-orang India Selatan datang lagi bermigrasi ke Tanah Karo dan Tanah Simalungun pada millenium pertama di sekitar abad ke-3 Masehi.

 Dengan demikian, Si Raja Batak adalah pendatang baru di Sianjur Mulamula yang kedatangannya memiliki selisih waktu setidaknya 5.000 tahun lebih dulu Raja-Raja Karo, Raja-Raja Simalungun, dan Raja-Raja Toba. Itu sebabnya dapat dipastikan bahwa Orang Karo dan Orang Simalungun bukan berasal dari Sianjur Mulamula, sehingga sama sekali bukanlah keturunan Si Raja Batak. Kalaupun terjadi migrasi marga-marga tertentu dari Toba ke daerah Karo dan daerah Simalungun, maka hal itu bukan berarti menjadikan etnis Karo dan etnis Simalungun berasal dari Toba. Kalaupun W.M. Hutagalung dan penulis-penulis Sejarah Batak lain menyebutkan dan mengklaim bahwa semua marga Karo dan marga Simalungun berasal dari Toba sebagai keturunan Si Raja Batak, maka hal itu jelas tidak sesuai dengan fakta.

Etnis Karo sudah ada berdiam di Tanah Karo sebelum Si Raja Batak tiba di Sianjur Mulamula.  Mereka berbahasa Karo yang termasuk rumpun bahasa Austronesia. Kemudian terjadi migrasi dari tetangga-tetangganya ke Tanah Karo, sehingga terjadi percampuran lagi dan mereka yang datang ini hidup mengikuti budaya Karo. Demikian juga dari Karo pun ada terjadi migrasi ke luar yaitu ke tetangga-tetangganya. Sebagai sebuah etnis, Etnis Karo memiliki tanah ulayat, masyarakat, bahasa, budaya, kepercayaan tradisional (agama suku), dan mitologi sendiri. Inilah etnis Karo yang sekarang dan pada dasarnya etnis Karo itu terbentuk sendiri, sehingga bukan diturunkan Si Raja Batak dari Sianjur Mulamula seperti dikemukakan oleh W.M. Hutagalung yang secara prinsip diikuti oleh penulis-penulis sejarah “Batak” lainnya.

Etnis Simalungun sudah berdiam di Tanah Simalungun sebelum Si Raja Batak tiba di Sianjur Mulamula. Mereka berbahasa Simalungun yang termasuk rumpun bahasa Austronesia. Kemudian terjadi migrasi dari tetangga-tetangganya ke Tanah Simalungun, sehingga terjadi percampuran lagi dan mereka yang datang ini hidup mengikuti budaya Simalungun/Ahap Simalungun. Demikian juga dari Simalungun pun ada terjadi migrasi ke luar yaitu ke tetangga-tetangganya. Sebagai sebuah etnis, Etnis Simalungun memiliki tanah ulayat, masyarakat, bahasa, budaya, kepercayaan tradisional (agama suku), dan mitologi sendiri. Inilah etnis Simalungun yang sekarang dan pada dasarnya etnis  Simalungun itu terbentuk sendiri, sehingga bukan diturunkan Si Raja Batak dari Sianjur Mulamula  seperti dikemukakan oleh W.M. Hutagalung yang secara prinsip diikuti oleh penulis-penulis sejarah “Batak” lainnya.

Akhirnya, turiturian (folklore) yang ditulis oleh W.M. Hutagalung di dalam bukunya “PUSTAHA BATAK: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak” (1926) yang berpangkal kepada figur Si Raja Batak dari Sianjur Mulamula di kaki Pusuk Buhit, Samosir terbukti banyak tidak sesuai dengan fakta. Oleh karena itu, sejarah harus ditulis ulang. ***

 

(*) Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun