Mohon tunggu...
Edward Simanungkalit
Edward Simanungkalit Mohon Tunggu... -

Selama ini terus belajar menulis yang dimulai sejak tahun 1993 hingga sekarang. Belakangan belajar menulis buku dan telah berhasil menulis buku: "ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula" (2015). Aktivitas menulis ini didasari satu keyakinan bahwa "kebenaran itu memerdekakan". Ternyata belajar itu tak ada hentinya, karena belajar di Sekolah Kehidupan tak ada habis-habisnya. All Truth is God's Truth.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Toba: Asal-usul, Budaya, Negeri, dan DNA-nya

9 Desember 2015   15:53 Diperbarui: 22 Maret 2016   12:05 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Y - Chromosome DNA Haplogroup O (Austronesia)"][/caption]Oleh:  Edward Simanungkalit *

Gunung Toba meletus 74.000 tahun lalu dan dari kalderanya terjadilah Danau Toba. Letusan terbesar di sepanjang sejarah ini telah memusnahkan banyak kehidupan.  Para ahli biologi molekuler menemukan bahwa telah terjadi penyusutan genetik  akibat letusan tersebut dan manusia sekarang adalah keturunan dari sedikit manusia itu. Letusan berikutnya masih terjadi lagi dalam skala lebih kecil 30.000 tahun lalu di bagian selatan. Pada masa itu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Malaka dan pulau-pulau kecil di sekitarnya masih menyatu dengan benua Asia, yang dikenal dengan nama Sundaland.

Sekitar 20.000 tahun terakhir  terjadi kenaikan air laut setinggi 120-130 meter, kata  geolog Dr. Danny Hilman (20/05-2013), dalam seminar peluncuran bukunya: “PLATO TIDAK BOHONG: Atlantis Ada Di Indonesia” (www.youtube.com). Di sekitar 11.600 tahun lalu banyak sekali terjadi letusan gunung berapi, gempa bumi, dan banyak juga bencana banjir,  sehingga pada akhirnya menenggelamkan Sundaland menjadi seperti sekarang. Ada juga peristiwa air laut naik tiba-tiba hingga 20 meter yang terkenal dengan nama younger dryas setelah suhu udara demikian panas hingga mencairkan es pada zaman es akhir.

Bencana alam dan banjir mengakibatkan migrasi manusia dari Sundaland ke Asia. Penelitian DNA manusia, yang dilakukan Stephen Oppenheimer, memperlihatkan migrasi itu hingga tiba pada kesimpulan bahwa Sundaland merupakan induk peradaban dunia, dalam bukunya “Eden in The East: The Drowned Continent of Southeast Asia” (1998). Nenek moyang semua manusia berasal dan keluar dari Afrika (Out of Africa) dan hanya memiliki satu jalur utama migrasi ke Asia yaitu melalui Sundaland sekitar 70.000 tahun lalu, baru kemudian menyebar ke berbagai kawasan di Asia. Jalur migrasi manusia ini dipetakan oleh 90 orang lebih ilmuwan Asia dari konsorsium Pan-Asian SNP di bawah naungan Human Genome Organisation (HUGO) yang melakukan studi terhadap 73 populasi di Asia Tenggara dan Asia Timur. Dan, akar genetik manusia berhubungan sangat erat dengan kelompok etnik dan kelompok bahasa (Detik, 11/12-2009; Kompas,14/12-2009 & 12/12-2011). Awalnya terjadi migrasi dari Sundaland ke Asia  (Out of Sundaland) dan setelah Sundaland tenggelam barulah migrasi terjadi dari Asia ke kawasan bekas Sundaland (Out of Taiwan).

 Pesisir Timur Sumatera Bagian Utara

Penelitian arkeologi yang dilakukan oleh H.M.E. Schurmann di dekat Binjai (1927), Van Stein Callenfels di dekat Medan, Deli Serdang, Kupper di Langsa, Aceh Timur (1930), MacKinnon di DAS Wampu, Prof. Truman Simanjuntak dan Budisampurno di Sukajadi, Langkat (1983), di Lhok Seumawe dan oleh Tim Balai Arkeologi Medan (Balarmed) di Aceh Tamiang (2011) menemukan bahwa para pendukung budaya Hoabinh sudah datang pada masa Mesolitik di sekitar 10.000-6.000 tahun lalu (Wiradnyana, 2011:19-21).

Belakangan ditambah dengan hasil penelitian Balarmed di Bener Meriah di Aceh (2012). Migrasi di pesisir timur Pulau Sumatera ini berlangsung pada periode Mesolitik berkisar 7.000-5.000 tahun lalu (Boedhisampurno, 1983; McKinnon, 1990; Belwood, 2000:253). Salah satu indikasinya yaitu dengan ditemukannya budaya Hoabinh berupa peralatan batu, yang disebut Sumatralith (Wiradnyana, 2011:127). Kemudian Ketut Wiradnyana mengemukakan bahwa temuan fosil dari Loyang Mandale, Aceh Tengah berusia 8.430 tahun (Lintas Gayo, 11/07-2014).

Para pendukung budaya Hoabinh juga sudah ditemukan kedatangannya di Pulau Nias. Meskipun demikian, di Nias dan Kuantan Singingi, Riau telah ditemukan kehidupan lebih awal dari masa Paleolitik 10.000 tahun lalu dan selebihnya (Wiradnyana, 2011:9-17, 25-290). Baru-baru ini juga telah ditemukan fosil manusia  lebih tua di Gua Harimau, desa Padang Bindu, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan berusia 16.000 tahun (Tribunnews,19/05-2014). Penggalian masih akan dilanjutkan, karena diperkirakan memiliki fosil berusia mencapai 60.000 tahun bahkan lebih. Demikian gambaran tentang Sumatera bagian Utara.

Kebudayaan Hoabinh di Toba

Dalam bukunya “Prasejarah Kepuluan Indo-Malaysia”, Peter Bellwood (2000:339) menulis: “Sebagai contoh, sebuah inti polen dari rawa Pea Sim-sim dekat Danau Toba di Sumatera bagian Utara (1.450 m di atas permukaan laut) menunjukkan bahwa pembukaan hutan kecil-kecilan mungkin sudah dimulai pada 4.500 Sebelum Masehi.”. Di sini Bellwood merujuk hasil penelitian Bernard K. Maloney  di daerah Humbang, Sumatera Utara. Penelitian paleoekologi atas pembukaan hutan dilakukan dengan menganalisis serbuk sari (polen) di Pea Sim-sim, Pea Bullock, Pea Sijajap, dan Tao Sipinggan. Penelitian ini membuktikan, bahwa  telah ada aktivitas manusia sekitar 6.500 tahun lalu di Humbang (www.anu.edu.au; www.manoa.hawaii.edu;  www.lib.washington.edu). Bila dihubungkan dengan  temuan fosil berusia 8.430 tahun di Loyang Mandale, Aceh Tengah, maka paling besar kemungkinannya bahwa mereka adalah para pendukung kebudayaan Hoabinh.

Mereka merupakan bangsa setengah menetap, pemburu, bercocok-tanam sederhana, dan bertempat tinggal di gua. Mereka menggunakan kapak genggam dari batu, kapak dari tulang dan tanduk, gerabah berbentuk sederhana dari serpihan batu, batu giling, dan mayat yang dikubur dengan kaki terlipat/jongkok dengan ditaburi zat warna merah, mata panah, dan flakes. Makanannya berupa tumbuhan, buah-buahan, binatang buruan atau kerang-kerangan. Kebudayaan Hoabinh berasal dari zaman batu tengah di masa Mesolitik sekitar 10.000 - 6.000 tahun lalu. Para pendukung kebudayaan Hoabinh ini merupakan ras Australomelanesoid. Mereka datang dari dataran rendah Hoabinh di dekat Teluk Tonkin, Vietnam (bnd. Edward Simanungkalit, 2012).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun