Oleh : Dr.Edward Efendi Silalahi,MM.
Â
I. Â Â PENDAHULUAN
       Para eksekutif sumber daya manusia (SDM) saat ini memfokuskan perhatian mereka pada cara sumber daya manusia membantu organisasi atau perusahaan mencapai tujuan stratejiknya. Dengan demikian, para eksekutif sumber daya manusia saat ini harus terlibat erat dalam proses perencanaan stratejik, di masa lalu mereka sering kali menunggu sampai rencana stratejik perumusan sebelum memulai perencanaan sumber daya manusia.
       Perencanaan stratejik (strategic planning) adalah proses di mana manajemen puncak menentukan tujuan dan sasaran organisasi serta bagaimana tujuan dan sasaran tersebut tercapai. Perencanaan stratejik merupakan proses berkelanjutan yang dinamis dan selalu berubah. Pada suatu saat organisasi mungkin melihat adanya kebutuhan untuk melakukan diversifikasi dan meningkatkan variasi barang yang diproduksi atau yang dijualnya. Pada saat lainnya, perampingan mungkin diperlukan dalam merespon lingkungan eksternal. Atau, perencanaan stratejik mungkin mempertimbangkan integrasi, penyatuan kendali atas sejumlah operasi yang berurutan atau memiliki kemiripan. Perencanaan stratejik berupaya menetapkan posisi organisasi dalam konteks lingkungan eksternal.
       Persaingan yang semakin ketat menuntut perusahaan lebih fleksibel dalam merespon permintaan pasar. Strategi outsourcing fleksibel dalam merespon permintaan pasar. Strategi outsourcing merupakan salah satu bentuk fleksibilitas yang perlu dipertimbangkan. Berbagai manfaat dari strategi ini membuat perkembangan outsourcing semakin meluas, tidak hanya pada jumlah transaksi terjadi, melainkan juga aktivitas yang dilakukan. Institut outsourcing di New York memperkirakan terjadi transaksi outsourcing sejumlah 85 milyar dollar pada tahun 2007 di USA, meningkat 27% dibandingkan tahun sebelumnya (Dun dan Bradstreet, 2007 dalam Francheschini et. al., 2013). Sementara itu di United Kingdom, Mc Carthy dan Anagnostou (2014) menunjukkan bahwa antara tahun 2014 dan 2018 terjadi peningkatan pembelian (outsourcing) yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur dari sektor-sektor manufaktur non formal. Demikian juga yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Spanyol pada periode 2004-2014 (INE, 2004 dalam Sanchez et. al., 2017).
       Pembelian dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri meningkat dari 3,1% menjadi 4,5%. Selain itu, selama sepuluh tahun terakhir terjadi suatu evaluasi dalam proses outsourcing dari tradisional ke strategis. Secara tradisional berkaitan dengan unit-unit kegiatan pendukung seperti layanan kebersihan, catering, keamanan dan sejenisnya, yang tidak membutuhkan kompetensi khusus dari supplier. Selanjutnya berkembang ke arah aktivitas strategis ketika "outsourcing" menyerahkan sebagian kegiatan-kegiatan pokoknya pada vendor.
II. Â LANDASAN TEORI
1. Â Definisi Outsourcing
     Pengertian outsourcing berasal dari kata out source yang artinya to procure (as some goods or services needed by a business or organization) under contract with an out side supplier. Untuk mendapatkan barang dan jasa dibutuhkan bisnis atau organisasi yang mendasarkan kontrak dengan pemasok luar. Jika dibaca secara fonetik, outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tidak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.
     Istilah outsourcing berasal dari kata "out" dan "source" yang berarti sumber dari luar, merupakan pendekatan manajemen yang memberikan kewenangan pada sebuah agen luar (pihak ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan. Bisa juga didefinisikan sebagai membeli barang atau jasa yang sebelumnya disediakan secara internal (Swink, 1999; Smith et. al., 1996; Lankford and Parsa, 1999; Elmuti and Kathawala, 2000; dalam Francheschini et. al., 2003)>