Mohon tunggu...
Edward Sadeem
Edward Sadeem Mohon Tunggu... Petani - Penyuka kopi

Pemerhati pagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Digital Camertua

8 September 2022   05:42 Diperbarui: 8 September 2022   05:47 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Saya faham siapa kamu. Semua apa yang kau lakukan selama ini tak lebih bagai seorang yang selalu membawa senjata tajam, yang tak pernah digunakan untuk kebajikan dan hanya gunakan untuk menyombongkan diri, memperdaya orang lain dan bahkan menzolimi diri sendir. Senjata tajam itu adalah ilmumu.." 

Kembali kata-kata itu menghujam ingatannya, dari seorang tua umur tujuh puluh tahunan di sebuah kampung sesaat setelah dia karena wibawa orang itu dia bisa selamat dari amukan massa gegara mobil yang dikendarainya menyeruduk motor berpenumpang satu keluarga.

Setelah urusan pertanggung jawaban dengan korban yang beruntung tidak ada yang luka berat akhirnya malam itu dia di izinkan pergi melanjutkan perjalanan. 

Berkali-kali  ucapan terima kasih dia ucapkan pada orang tua itu, berkali-kali dia disarankan untuk berterima kasih pada Tuhan. Jangankan sekedar menerima uang rokok sebagai tanda balas jasa, sekedar untuk tahu namanya pun orang tua itu enggan memberi tahu.

Belum satu jam menyusuri malam, di tengah ekstra hati-hati setelah laka lantas, dia melihat seorang lelaki umur enam puluhan tegap berdiri di pertigaan jalan di depan pertokoan yang sudah tutup.

Di antara rintik hujan, mobil pun dia tepikan dan menawarkan tumpangan dengan kesungguhan hati.

".. Ayo  masuk, pak. Kebetulan ini searah kan? Nih pegang KTP saya, BPKB mobil ini pun boleh bapak pegang kalau tidak percaya saya, " katanya merajuk di ramah-ramahkan sambil memperlihatkan KTP-nya dan lalu mengantar penumpang dadakan itu ke kursi depan.

Setelah tanya-tanya ternyata penumpang barunya itu sedang pulang merantau kerja sebagai pekerja bangunan.

" sudah sebulan ini baru pulang, jang. Alhamdulillah nih ketemu Ujang. Nanti mampir dulu ke rumah ya..jangan tidak nih,, nanti ada akan saya kasih kejutan pokoknya.."

" he he..kejutan apa, pak? Biasa sajalah , pak..masa pakai kejutan segala.."

Ternyata memang  kejutan itu kejutan yang luar biasa. Adalah seorang perawan alim yang cantiknya luar dalam. Perawan yang akhirnya semakin membulatkan tekadnya untuk segera berhenti dari kecanduan  narkoba dan jalani masa rehabilitasi.

                                       *  *   *

Sari, namanya. Perawan kampung itu hari -hari ini sedang dilanda hati kalang kabut. Hatinya seakan hampa, hidupnya seakan kehilangan arah. Pupusnya harapan seakan sedang menjadi nyata adanya. Mau mendatangi langsung  ke rumah pujaan hatinya yang  anak pejabat dan kaya raya itu dia merasa malu, berdiam diri pun malah terasa tersiksa. 

Merasa telah bersalah dan kerinduan yang hebat benar-benar telah membuatnya jadi seperti orang gila. Gairah makan berkurang, berkurang pula anthusiasnya bekerja sebagai pekerja pabrik. Sisa cuti tahunan pun yang sedianya dia rencakan untuk dipakai liburan tahun baru harus dia pakai sekarang menghadapi ketidak pastian akan hubungannya dengan seorang Daud yg hitam manis, cerdas dan soleh pemberian Tuhan lewat perantara bapaknya.

Dan dari lantaran bapaknya juga dia merasa yakin semua kegundahannya ini bermula.

Dia merasa semua bermula dari postingan pemilik akun-akun facebook seantero kampung yang viral dengan status yang caption dan gambar memenya selalu tak pernah ketinggalan dengan ujaran " Cemburuu Ni Yeh.."

Memang bagi yang tidak tahu persoalannya yang terjadi,  ujaran itu akan membingungkan.  Tapi bagi yang tahu persoalannya menjadi geli sebagai bahan candaan. Ketika ditanya dikolom komentar, jawabnya, "rahasia untuk kalangan tertentu"

Berkali-kali pula kekasihnya bertanya tentang itu, berkali -kali dia menolak untuk menjelaskan kronologi mengapa harus ada ujaran itu. 

Dan terakhir kali kekasihnya bertanya tentang itu, yang terakhir itu pula kekasihnya menghilang dari semua akun  medsos dan tak bisa dihubungi nomor ponselnya.

                                      *  *  *

"Ayang mbeb-ayang mbeb apa? Disuruh jangan pulang, malah pulang. Pulang saja ke sana ke Banyuwangi..!"

" ya maafkan atuh..anak  buah yang bikin akunnya ,,dikira gak akan seperti ini. Saya kira kalau main fesbuk itu cuma saya dan orang itu saja yang tahu.."

"Alaah alesan! Gaya selangit segala pake video ngerayu nyanyi  lagu 'Yang Sayang haji Rhoma'! Tidak ingat anak-anak apa?! Kerja,, kerja saja yang bener! Ini mah kerja jauh dari rumah malah jelalatan!"

Pertengkaran itu pun tampaknya didengar seorang tetangga yang tergoda untuk nyandain ibu Sari di nyata atau di medsos. 

Begitu mendadak tak disangka-sangka terima telpon dari Daud, dia pun ceritakan cerita itu apa adanya.

" Ha ha ha..bukan,, bukan karena itu saya tak mengabari neng... ini saya sedang ngerehab dari narkoba,, aduh saya malu nih,, tapi saya harus katakan ini demi neng, demi kita..maafkan saya ya neng, gak sempat memberi tahu. Terus bagaimana sekarang kabarnya bapak?"

" baik-baik saja, a..akun fesbuknya sudah tutup hehe. Ini neng kasih videonya si bapak saat nyanyi yang sayang buat kenang-kenangan.."

Tak lama kemudian ponsel berdering dan terdengar suara gelak tawa

Sari pun langsung komentar, "Ih Aa jahaap.."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun