Mohon tunggu...
Edward Mario Warus
Edward Mario Warus Mohon Tunggu... Human Resources - S1 Unika Atma Jaya Jakarta

Human Resources & Development Management student

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kalung Anti Corona Kementerian Pertanian

14 Juli 2020   18:58 Diperbarui: 15 Juli 2020   19:00 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa hari yang lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan inovasi produk antivirus dalam berbagai bentuk mulai dari aksesoris hingga produk kesehatan yang digadang-gadang bisa membunuh virus Covid-19 bila digunakanan. 

Produk aromaterapi berbasis eucalyptus ini dibuat oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) yang sudah dilakukan hak paten. Hal ini tentu saja mengagetkan masyarakat, terlebih selama masa pandemi ini Kementan jauh dari sorotan media massa. Produk ini pun menuai beragam reaksi di masyarakat apalagi dari pihak farmasi sendiri.


Pada Jumat, 3 Juli kemarin, Syahrul Yasin Limpo selaku Menteri Pertanian dalam kunjungannya ke Kementerian PUPR memberikan informasi yang mengejutkan kepada awak media bahwa Kementan telah berhasil menciptakan produk antivirus Covid-19. 

Syahrul mengatakan bahwa Balitbangtan di bawah Kementan telah berhasil menciptakan produk antivirus Covid-19 yang ampuh dalam mencegah penyebaran virus Covid-19 di masyarakat. Salah satu produk yang digembar-gemborkan oleh Syahrul adalah kalung bernama "Anti Virus Corona Eucalyptus".


Selain kalung inhaler, ada juga, roll on, salep, balsem, dan diffuser yang diciptakan oleh Balitbangtan dengan menggunakan bahan dasar tanaman Eucalyptus atau yang lebih dikenal olahannya menjadi minyak kayu putih. Balitbangtan meneliti bahwa tanaman Eucalyptus mampu membunuh 80 sampai 100 persen virus mulai dari avian influenza hingga virus Covid-19 ini. Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementerian Pertanian, Indi Dharmayanti menegaskan bahwa produk aromaterapi yang terdiri dari 5 varian ini nantinya bisa dibeli oleh masyarakat ketika sudah dipasarkan.


Kementan berniat dalam waktu kurang dari 1 bulan, produk ini sudah bisa digunakan oleh masyarakat luas. Kementan sebelumnya sudah menggandeng PT Eagle Indo Pharma untuk bekerja sama dalam bidang produksi dan distribusi secara massal. Indi juga menambahkan bahwa produk ini nantinya efektif digunakan setiap hari. Menurutnya, dengan penggunaan 5 sampai 15 menit, inhalasi akan efektif bekerja sampai ke alveolus. Konsentrasi 1 persen bisa membunuh virus 80 sampai 100 persen.


Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry mengatakan minyak atsiri eucalyptus citridora bisa menjadi antivirus terhadap virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus. Penemuan tersebut disimpulkan melalui uji molecular docking dan uji in vitro di Laboraturium Balitbangtan. Ia menjelaskan laboraturium tempat penelitian eucalyptus telah mengantongi sertifikat level keselamatan biologi atau biosafety level 3 (BSL 3) milik Balai Besar Penelitian Veteriner.


Namun Fadjry menjelaskan bahwa produk buatan Kementan ini bukanlah obat atau vaksin bagi virus Covid-19, melainkan produk yang dapat digunakan masyarakat sebagai bentuk pencegahan penyebaran Covid-19. Produk aromaterapi ini setidaknya membantu masyarakat untuk dapat kembali beraktivitas tanpa ada rasa takut karena produk ini sudah lakukan uji efektivitas dan sudah mendapat hak paten untuk diproduksi. Apalagi menurutnya, minyak eucalyptus ini sebenarnya sudah tidak asing lagi di masyarakat dan memiliki banyak manfaat bagi tubuh kita.


Meski begitu, Guru Besar Fakutas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Suwijiyo Pramono mengatakan eucalyptus bukan untuk digunakan sebagai obat dalam. Pemakaian eucalyptus umumnya dioleskan atau dihirup seperti pada produk minyak kayu putih atau balsem. 

Ia tidak memungkiri kalau eucalyptus bermanfaat bagi pasien Covid-19 lebih tepatnya, zat aktif pada eucalyptus yang dihirup berpotensi melegakan pernapasan mereka yang mengalami gejala sesak napas dan mengencerkan dahak. 

Ia juga mengatakan kalau dalam riset terdahulu eucalyptus memang diketahui dapat membunuh virus influenza dan Corona. Tetapi ia menegaskan virus Corona yang dimaksud bukanlah SARS-CoV-2 alias Covid-19 karena ini virus baru, melainkan virus gammacorona dan betacorona yang ada dalam virus SARS dulu.


Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Kementan Evi Savitri Iriani yang terlibat dalam penelitian. Ia mengatakan kepada awak media bahwa mereka memang tidak melakukan uji coba spesifik ke SARS-CoV-2 karea virus tersebut belum bisa ditumbuhkan di lab. Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan UI Tri Yunus Miko menegaskan bahwa apa yang diproduksi oleh Kementan hanya jamu dan obat herbal, bukan vaksin yang dibutuhan untuk memberantas Covid-19. Pengujian yang dilakukan oleh Kementan menurutnya masih jauh dari tahapan keberhasilan pengujian. Ia mengatakan bahwa tidak bisa hanya sebatas uji in vitro, tetapi harus dilakukan pengujian ke binatang dan kalau berhasil lalu ke manusia dengan pengawasan ahli virologi dan ahli farmakologi.


Senada dengan Tri Yunus, Wakil Ketua IDI, Dokter Adib Khumaidi juga mengatakan bahwa produk ini bukanlah obat yang dapat mencegah penyebaran virus Covid-19. Adib mengatakan perlunya sebuah proses uji klinik yang panjang terhadap produk ini agar bisa disebut produk anti-corona. Ia juga meminta Kementan untuk menginformasikan kepada publik secara detil dan jelas. Ini penting arena untuk mengantisipasi respons masyarakat yang mungkin tidak menerima informasi secara utuh. Karena jika dinyatakan antivirus tanpa adanya pengujian lebih lanjut, hal tersebut bisa menimbulkan kegaduhan di masyarakat yang mengira mereka akan aman kemana saja jika menggunakan produk ini.


Pembuatan produk ini seperti kebijakan yang sudah dibuat oleh menteri-menteri sebelumnya yaitu, tidak tepat guna, terburu-buru, dan tidak berlandaskan aspek yang sangat dibutuhkan masyarakat. Mengapa? Pertama dengan lantang Kementan dan Menterinya, Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa ini adalah produk antivirus, anticorona, dan sebagainya. 

Logika awam jika mendengar antivirus atau anti yang lain pasti mengarah ke vaksin, apalagi berhubungan dengan masalah yang satu dunia sekarang hadapi bersama yaitu pandemi Covid-19. Padahal sudah disebutkan oleh mereka sendiri di akhir bahwa ini bukan vaksin Covid-19. 

Tentu saja ini merupakan misinformasi yang fatal dan tidak tepat guna karena tidak membantu kita memerangi virus ini. Sebaiknya hindari penggunaan antivirus atau anticorona sampai benar-benar menemukan vaksinnya.


Berikutnya, tindakan Kementan yang langsung menggandeng sebuah perusahaan farmasi sebagai pihak yang akan memproduksi dan mendistribusikan secara massal dinilai sebagai tindakan terburu-buru dan hanya mencari keuntungan semata saja. Ketika mereka menciptakan produk ini seharusnya mereka umumkan kepada publik terlebih dahulu tentang apa produk yang mereka buat dan apa tujuannya. 

Mereka juga harus bekerja sama dengan Kemenkes selaku Kementerian yang menangani masalah ini dan para ahli farmasi dan virologi dari berbagai universitas untuk melakukan pengujian lebih lanjut.


Setelah teruji mampu mencegah penyebaran virus Covid-19, barulah pemerintah bisa dengan berani mengumumkan ke masyarakat bahwa mereka telah berhasil menciptakan produk pencegah penyebaran Covid-19. 

Terlihat dari Kementan yang baru melakukan uji in vitro yaitu media buatan dan sudah menggandeng perusahaan farmasi untuk produksi dan distribusi, terlihat bahwa Kementan ingin produknya segera dipasarkan tanpa melakukan riset lebih lanjut yang sangat berbahaya bagi masyarakat yang tidak mendapat informasi akurat dan sudah lelah dengan pembatasan protokol kesehatan, sehingga menyebabkan mereka percaya produk ini bisa membuat mereka bebas kemana saja.

Terakhir, memang kita sangat perlu inovasi seperti ini karena di dunia semua negara sedang berlomba-lomba mencari vaksi sebagai penangkal virus Covid-19 yang sudah menginfeksi puluhan juta manusia di dunia. Tetapi dengan membuat produk yang "setengah-setengah" alias bermanfaat bagi kesehatan tetapi tidak bagi pencegahan penyebaran virus Covid-19 terlihat bahwa Kementan tidak melihat aspek penting yaitu pencegahan penyebaran virus. 

Seharusnya Kementan lanjutkan lagi riset dan pengujian mereka sembari membantu pemerintah lewat pengadaan APD, masker, dan hand sanitizer bagi masyarakat untuk mengurangi tingkat resiko penyebaran ketimbang me-launching sebuah produk kesehatan yang sudah banyak dimasyarakat sekarang apalagi belum teruji keefektifannya dalam mencegah penyebaran virus Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun