Mohon tunggu...
Edward Angelio
Edward Angelio Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana

Biologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Mengulik Jejak Malaria di Sulawesi Utara: Menuju Sulut "Zero Malaria"

21 Juni 2024   09:11 Diperbarui: 21 Juni 2024   09:16 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang telah lama menjadi momok bagi masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Sulawesi Utara, dengan keindahan alamnya yang mempesona, tidak terkecuali dari ancaman penyakit ini. Dalam upaya menuju Sulut "Zero Malaria," mari kita mengulik lebih dalam mengenai malaria, prevalensinya, dampak, faktor penyebab, upaya penanggulangan, serta peran pemerintah dan masyarakat. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala malaria meliputi demam, sakit kepala, dan menggigil, yang biasanya muncul dalam siklus tertentu. Jika tidak segera diobati, malaria dapat menyebabkan komplikasi serius dan bahkan kematian.

Sulawesi Utara telah mengalami berbagai fase dalam prevalensi malaria. Beberapa tahun terakhir, angka kejadian malaria di provinsi ini menunjukkan tren penurunan yang signifikan berkat upaya penanggulangan yang intensif. Meski demikian, masih terdapat kantong-kantong daerah dengan tingkat endemisitas yang cukup tinggi, terutama di wilayah-wilayah pedesaan dan terpencil. Dampak malaria di Sulawesi Utara tidak hanya dirasakan pada sektor kesehatan, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi. Penyakit ini menyebabkan kehilangan produktivitas akibat absensi kerja, biaya pengobatan yang tinggi, dan beban pada sistem kesehatan daerah. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi malaria di Sulawesi Utara antara lain:

  • Lingkungan: Daerah dengan banyak genangan air, seperti sawah dan hutan, menjadi habitat ideal bagi nyamuk Anopheles.
  • Akses Kesehatan: Keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan di daerah terpencil menyulitkan deteksi dan penanganan dini kasus malaria.
  • Kesadaran Masyarakat: Kurangnya pengetahuan tentang cara pencegahan malaria di masyarakat turut berkontribusi terhadap penyebaran penyakit ini.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan dan menurunkan angka kejadian malaria di Sulawesi Utara, di antaranya:

  • Penyuluhan dan Edukasi: Kampanye kesadaran dan edukasi kepada masyarakat mengenai cara pencegahan malaria, seperti penggunaan kelambu dan menguras tempat penampungan air.
  • Distribusi Kelambu Berinsektisida: Pembagian kelambu berinsektisida secara gratis kepada masyarakat di daerah endemis.
  • Penguatan Sistem Kesehatan: Peningkatan kapasitas tenaga medis dan fasilitas kesehatan untuk deteksi dan pengobatan malaria.
  • Surveilans dan Pemantauan: Melakukan surveilans berkala untuk memantau dan mengidentifikasi daerah-daerah dengan risiko tinggi malaria.

Pemerintah memainkan peran krusial dalam penanggulangan malaria melalui kebijakan, pendanaan, dan pelaksanaan program-program kesehatan. Di sisi lain, peran aktif masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan program ini. Masyarakat harus terlibat dalam menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan kelambu, dan segera mencari pengobatan jika mengalami gejala malaria.

Meski telah banyak upaya dilakukan, masih terdapat sejumlah tantangan dan hambatan dalam mencapai Sulut "Zero Malaria" seperti kondisi geografis dan infrastruktur, wilayah sulawesi utara yang terdiri dari pegunungan dan pulau-pulau kecil menyulitkan akses untuk distribusi logistik dan layanan kesehatan. Pendanaan, keterbatasan dana untuk program-program pengendalian malaria dapat menghambat pelaksanaan secara berkelanjutan. Perubahan iklim, perubahan iklim global dapat mempengaruhi pola penyebaran nyamuk dan meningkatkan risiko penularan malaria.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis dan kolaboratif, antara lain meningkatkan akses kesehatan dengan membangun dan memperbaiki infrastruktur kesehatan di daerah terpencil untuk memastikan akses pengobatan yang cepat dan tepat. Selanjutnya kolaborasi multi-sektor yang melibatkan berbagai sektor, termasuk pemerintah, swasta, dan organisasi non-pemerintah dalam upaya pengendalian malaria. Kemudian penguatan kapasitas lokal melalui melatih dan memberdayakan tenaga kesehatan lokal serta kader-kader kesehatan di masyarakat. Inovasi teknologi menggunakan teknologi informasi untuk pemantauan dan penanggulangan malaria secara real-time. Serta pendanaan berkelanjutan untuk mencari sumber pendanaan alternatif dan berkelanjutan untuk mendukung program-program pengendalian malaria.

Menuju Sulut "Zero Malaria" bukanlah suatu hal yang mustahil. Dengan komitmen kuat dari pemerintah, peran aktif masyarakat, serta strategi yang tepat dan berkelanjutan, kita dapat mencapai tujuan ini. Mari bersama-sama bergerak untuk masa depan Sulawesi Utara yang bebas dari malaria, demi kesehatan dan kesejahteraan seluruh warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun