Mohon tunggu...
Edward Natanael
Edward Natanael Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Japanese Studies, Airlangga University 2022 Goals : want to fly Currently is dizzy with a lot of homework

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Breakdown of Japans Decrease Population Growth

28 Mei 2023   22:18 Diperbarui: 28 Mei 2023   22:25 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jepang adalah negara kepulauan yang terletak di Asia Timur. Jepang terkenal sebagai salah satu negara maju di Asia, selain Korea. Faktor penyebab Jepang bisa menjadi negara maju antara lain adalah karena Jepang memiliki angka harapan hidup yang tinggi, namun juga dibarengi dengan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang tinggi. Kualitas SDM di Jepang berbanding lurus dengan kualitas pendidikan negaranya yang bagus. Menurut hasil penelitian yang dilakukan World Top 20 Education Poll ( per 3 Maret 2023), Jepang menempati urutan ke-13 dalam kualitas pendidikan di dunia. Namun pada akhir-akhir ini, tingkat penduduk di Jepang mengalami penurunan. Mengapa bisa begitu? Kita akan membahas bersama-sama di sini.

Pertama, kita perlu mengetahui apa itu penduduk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat / orang-orang yang turun temurun tinggal di suatu daerah. Penduduk merupakan aspek yang sangat penting bagi kelangsungan negara. 

Seberapa pentingkah penduduk ini bagi negara? Sebagai gambaran, dalam perspektif hukum internasional, Montevideo Convention menyatakan bahwa ada 4 unsur penting untuk memenuhi kualifikasi negara sebagai subjek hukum internasional, yaitu mempunyai rakyat atau penduduk tetap, wilayah atau daerah, pemerintahan yang berdaulat, dan juga mendapatkan pengakuan dari negara lain. (jambiprov.go.id, 2023). Dari empat faktor tersebut, rakyat merupakan unsur terpenting dan merupakan faktor yang sangat krusial dalam pembentukan suatu negara. Hal ini juga ditegaskan kembali dalam buku "Pendidikan Karakter yang Efektif di Era Milenial" (2021) oleh Yunus. Jadi, bisa dibilang tanpa rakyat tidak akan ada negara yang terbentuk.

Jadi, setelah mengetahui apa arti dari penduduk dan seberapa pentingnya faktor rakyat ini bagi kelangsungan negara, sekarang kita akan membahas tentang penurunan penduduk di Jepang. Seperti yang kita ketahui, belakangan ini marak berita tentang penurunan penduduk yang drastis di Jepang. Menurut data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, populasi penduduk di Jepang turun menjadi 124,95 juta jiwa pada 2022 yang menandai penurunan selama 12 tahun berturut-turut yang dimulai dari tahun 2010 ( per 12 April 2023).

Per 1 Oktober 2022, populasi penduduk di Jepang yang sudah mencakup penduduk asing mengalami penurunan sebanyak 556.000 atau 0,44% dari 2021. Secara total, penduduk di Jepang mengalami pengurangan sebanyak 750.000 jiwa. Kyodo News melaporkan angka tersebut mewakili penurunan komparatif terbesar sejak data komparatif tersedia pada 1950. 

Angka kelahiran menurun di banyak negara maju, tetapi di Jepang masalah ini sangat akut karena memiliki proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas tertinggi kedua di dunia setelah  Monaco, menurut data Bank Dunia. Dengan begitu, berarti populasi anak muda di Jepang ini sangat sedikit jika dibandingkan dari negara lain, yang sangat tercermin dari berita penutupan sebuah SMP di Fukushima yang jumlah muridnya hanya 2 orang. Apa sajakah faktor yang menyebabkan hal tersebut?

Rendahnya tingkat kelahiran di Jepang

        Faktor utama yang paling berpengaruh kepada menurunnya populasi penduduk di Jepang adalah rendahnya tingkat kelahiran di Jepang. Rendahnya tingkat kelahiran di Jepang ini otomatis berpengaruh ke angka harapan hidup Jepang yang semakin rendah juga. Lantas, apa yang menyebabkan tingkat kelahiran di Jepang semakin rendah dari tahun ke tahun?

Foto: REUTERS/Issei Kato
Foto: REUTERS/Issei Kato

1.  Biaya hidup yang terus meningkat

Kita mengetahui bahwa dengan semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula biaya hidup yang harus dikeluarkan. Melansir dari artikel BBC News berjudul "Biaya Hidup Melejit, Jepang Dikejutkan Harga Makanan Ringan yang Melonjak 20%" yang dikeluarkan pada 12 Juni 2022, kekayaan Jepang mengalami stagnansi dari periode 1990-an. 

Dalam artikel tersebut sang penulis yang bernama Mariko Oi menceritakan perspektif dari dirinya sendiri yang tumbuh dan besar di Jepang. Ia mengatakan bahwa dirinya sudah terbiasa untuk menabung sejak 1990-an, dikarenakan pasar properti yang kolaps pada periode itu yang berdampak pada nilai rumahnya yang ikut jatuh.

Sumber: Indohomes
Sumber: Indohomes
      Hal itu memang menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar. Namun di satu sisi, harga kebutuhan harian yang tidak naik membuat masyarakat tidak terburu-buru untuk membelanjakan uang mereka. Hal ini semakin diperkuat dengan faktor perusahaan di Jepang tidak menaikan gaji para karyawannya, sehingga permintaan konsumen dan harga barang turun lebih jauh lagi. Hal inilah yang menyebabkan kekayaan Jepang mengalami stagnansi, yang juga didukung dengan data bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang tidak mengalami kenaikan sejak 1990-an. 

Mengetahui hal ini, bank sentral Jepang sudah mengusahakan agar adanya inflasi yang terjadi di Jepang, dengan membuat warga Jepang "belanja lebih banyak, investasi lebih banyak, upah lebih banyak dan harga barang naik secara bersamaan", jelas Nobuko Kobayashi, konsultan dari EY-Parthenon. 

Namun, kenaikan tersebut mayoritas disebabkan oleh biaya impor yang lebih tinggi dan kenaikan bahan baku dan energi secara global yang disebabkan oleh pandemi dan perang di Ukraina, dimana gaji karyawan juga tidak kunjung naik sehingga Kobayashi menyebutkan bahwa kenaikan harga itu bisa merupakan awal dari inflasi yang buruk.

2. Anak muda di Jepang fokus pada karir

Krystal dari F(x)Source: https://instagram.com/vousmevoyez?igshid=MzRlODBiNWFlZA==
Krystal dari F(x)Source: https://instagram.com/vousmevoyez?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Dari berita yang beredar, kita mengetahui bahwa anak muda sekarang atau biasa kita sebut Gen-Z sangat fokus pada perjalanan untuk meniti karir terlebih dahulu, bukan untuk mempunyai keluarga di usia dini. Kita banyak mendengar dan melihat contoh nyata dari ini pada artis/idol luar negeri, yang paling sering adalah Korea. Beberapa contohnya yaitu, Jisung dari NCT Dream yang debut pada usia 14 tahun, Leeseo dari IVE yang debut pada usia 14 tahun juga, Krystal dari f(x) yang debut pada usia yang sama juga yaitu 14 tahun

(mungkin memang usia yang umum untuk debut di Korea). Prinsip yang sama juga diterapkan oleh anak muda di Jepang, yang mempengaruhi angka kelahiran di sana. Dengan fokus meniti karir, anak muda tidak berpikir untuk menikah dan mempunyai keturunan. Imbasnya adalah seperti yang sudah disinggung di awal, orang dengan usia lanjut/ lansia jumlahnya lebih banyak dari anak muda sehingga tidak ada keberlanjutan. Jadi tidak seperti Indonesia yang kabarnya akan mengalami bonus demografi pada tahun 2045, Jepang tidak akan mengalami hal tersebut karena sangat kurangnya jumlah anak muda di sana. Anak muda fokus pada karir ini juga dipengaruhi oleh faktor biaya hidup yang semakin meningkat, yang sudah dibahas tadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun