Mohon tunggu...
Ahmad Zain Sarnoto
Ahmad Zain Sarnoto Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati pendidikan, psikologi dan agama

Dosen Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hujan Kritik "Tidak Sengaja" di Musim Covid-19

14 Juni 2020   16:03 Diperbarui: 14 Juni 2020   15:54 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"tidak sengaja" tiba-tiba menjadi kalimat popular dijagat dunia maya, sebabnya adalah  putusan dalam proses peradilan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang dinilai janggal sehingga menuai kritik dari berbagai kalangan.

Dua terdakwa penganiayaan dengan menyiramkan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Tuntutan itu dibacakan JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Ahmad Fatoni pada Kamis, 11 Juni 2020, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Dua terdakwa penyerang Novel Baswedan diketahui bernama Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Jaksa menyebut dakwaan primer yang didakwakan dalam kasus ini tidak terbukti. Oleh karena itu, jaksa hanya menuntut kedua terdakwa dengan dakwaan subsider.

"Oleh karena dakwaan primer tidak terbukti, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer. Kemudian kami akan membuktikan dakwaan subsider. Dakwaan subsider melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP," tambah jaksa.

Ketika dimintai keterangan seusai persidangan, jaksa mengatakan alasan selanjutnya memberikan tuntutan ringan adalah terdakwa mengakui perbuatannya. Selain itu, kedua terdakwa telah meminta maaf kepada Novel dan keluarga.(https://news.detik.com)

Peristiwa Penyerangan kepada Novel bukan peristiwa yang terjadi kepada orang biasa. Novel seorang pribadi yang merepresentasikan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia lewat pengabdian dan dedikasinya di KPK. Ada 'hujan kritik' pada babak akhir dari tiga tahun kasus Novel Baswedan sejak penyerangan pada 11 April 2017. 

Kini kritikan muncul berkait tuntutan ringan jaksa kepada dua terdakwa yakni setahun. Alasan jaksa penuntut umum, Ahmad Patoni, pelaku tidak sengaja melukai bola mata Novel Baswedan dengan air keras. Terdakwa berniat, menurut jaksa, hanya memberi pelajaran bahwa Novel telah menghancurkan institusi kepolisian Indonesia. 

Jaksa beralasan tuntutan setahun, lebih rendah dari ancaman pasal yang digunakan, karena terdakwa mengakui perbuatannya, bersikap kooperatif dan telah meminta maaf kepada keluarga Novel Baswedan.( https://tirto.id/fG5N)

Keputusan jaksa melukai rasa keadilan di tengah masyarakat, alasan "tidak sengaja" bisa saja kedepan menjadi dalil dan dalih oknum-oknum penegak keadilan, jika semua alasan "tidak sengaja" digunakan dapat merusak semua system kemasyarakat.

Jika ada koruptor dihadapan jaksa mengaku tidak sengaja "maling" uang rakyat, apakah jaksa juga akan meringkan tuntutan? Atau jika ada dokter mall praktek terhadap pasien, hingga sang pasien meninggal dan berasalan "tidak sengaja", kemudian bebas hukuman? 

Atau jika ada petugas gugus covid-19 yang salah menginformasikan sesorang positif covid padahal belum dilakukan uji laboratorium, dan masyarakat terlanjur "menghakimi" orang tersebut, lantas petugas hanya minta maaf "tidak sengaja" kemudian bebas tidak ada beban, sementara pasiennya terlanjur menanggung beban psikologis.

Kata "tidak sengaja" jika dijadikan dalil dan dalih dalam perspektif hukum, tentu dapat menjadi "blunder" dan melukai rasa keadilan  di negara ini. Pada saat yang bersamaan kita semua sedang berjuang menghadapi pandemi covid-19, seharusnya semua komponen bangsa termasuk penegak keadailan, jangan mempermainkan rasa keadailan dan hanya mementingkan kepentingan segelintir oknum saja.

Semoga hujan kritik "tidak sengaja"  di musim pandemi covid-19 tidak akan terulang di masa yang akan datang, para penegak keadilan selalu menggunakan Nurani dalam mengambil keputusan hukum dan bertindak adil.

Wallahu 'Alam

Bekasi, 14 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun