Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemunafikan yang Dibungkus Agama

7 Juli 2022   00:32 Diperbarui: 7 Juli 2022   00:41 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang kemunafikan (sumber: rumah filsafat)

Oleh. Eduardus F. Lebe

Yang membedakan orang beragama dan tidak, hanyalah sebatas simbol yang dikenakan. Soal moralitas bisa sama bejatnya. ~Eduardus F. Lebe

Dipengantar ini, penulis berharap agar tulisan tidak di take down admin Kompasiana. Tulisan ini merupakan ekpresi kemarahan dan kegundahan penulis setiap fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Terutama permasalahan keserakahan dan kemunafikan atas nama Agama dan Tuhan.

Tulisan ini  tidak bermaksud untuk merendahakan kelompok tertentu. Hanya argumentasi yang merespon seluruh bentuk kemunafikan. Selain itu, mensupport lembaga agama agar berperan secara bijaksana dalam pembangunan di negeri ini. Bukan malah sebaliknya!

Secara eksplisit tulisan ini tidak ditujukan pada kelompok atau agama tertentu. Ini adalah pendapat pribadi penulis dan bukan dimaksudkan untuk agama secara kelembagaan. Namun, mengkritik oknum-oknum yang mengatasnakan agama namun kelakuannya bejat dan tak bermoral. 

Penulis memang bukan ahli agama, tidak pandai dalam menafsikan ayat-ayat kita suci. Namun, pada tataran pelaksanaan nilai-nilai keagaaman, pemuka agama bukan otoritas penuh penentu kebenaran. Semua boleh meyanggah, namun bagi penulis begitulah seharusnya.

Otoritas agama secara kelembagaan tidak boleh eksklusif sehingga tidak bisa dikontrol. Umat diberikan kebebesan untuk menyampaikan pendapat tentang nilai-nilai kemanusian. Dengan demikian, setidaknya agama tidak dipandang sebagai obat bius seperti apa yang dikemukan oleh Karl Marx (1843). 

Akan tetapi, perlu diakui bahwa banyak penafsiran yang bermunculan tentang pendapat Marx. Kutipan tersebut merupakan potongan lengkap dari pendapat Mark berikut:

Die Religion ist der Seufzer der bedrängten Kreatur, das Gemüth einer herzlosen Welt, wie sie der Geist geistloser Zustände ist. Sie ist das Opium des Volks

Yang artinya: Agama adalah desah napas keluhan dari makhluk yang tertekan, hati dari dunia yang tak punya hati, dan jiwa dari kondisi yang tak berjiwa. Ia adalah opium bagi masyarakat (umat). 

Penggalan dari pendapat Marx yang dianggap kontrovesi oleh hampir semua umat beragama. Marx dianggap sebagai orang yang anti terhadap agama. Menyamakan agama sebatas obat penenang "semu". Letak krusialnya adalah mengasosiasikan agama sama dengan barang haram "opium" telah mereduksi esensi dasar lahirnya agama.

Sebagian kalangan justru menilai penggalan pendapat tersebut tidak bisa ditafsirkan seluruh pokok pikiran Marx. Oleh mereka, Mark sesungguhnya sangat mengapresiasi agama yang bertidak sebagai penenang jiwa yang rapuh. Dengan kata lain, agama telah menjadi peringan beban pikiran manusia. Ini menunjukan bahwa eksistensi agama menjadi fundamental dalam menggairahkan kehidupan umat manusia.

Terlepas dari setuju atau tidaknya pendapat Marx, kita perlu menyadari bahwa bisa saja kehadiran agama menguatkan pendapat yang pertama yaitu agama hanya membuat umat terbuai dalam imajinasi iman yang liar. Sekali lagi ini dilatarbelakangi oleh mentalitas pemimpin agama yang kurang ngajar, culas dan bringas.

Di platform yang sama yaitu Kompasiana, penulis beberapa kali mengkritisi mentalitas para pemimpin agama yang jauh dari ajaran. Sebab, bagi penulis tidak boleh ada jarak atau ruang kosong antara umat dan pemuka agama yang tidak dapat diakses dan dikritik. Meraka layak dikritik, oleh karena suara mereka seringkali dijadikan rujukan sebagai suatu "kebenaran"

Baca juga: Menjaga Marwah Sang Pastor

Racun yang dipakai untuk membunuh akan dicampur pada makan/minuman yang lezat, agar korban terkecoh. Sebab, jika dicampur pada makanan/minuman basi, yakinlah maka tak akan ada korban 

Jika kejahatan dikemas dengan agama maka daya rusaknya akan lebih masif dan dasyat. Bagi mereka yang kurang pemahaman terhadap agama akan mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran tertentu  dan seringkali juga mengabaikan akal sehat (manut aja). Manusia seringkali kehilangan daya kritis terhadap apa yang terjadi terutama bila berurusan dengan pemimpin agama.

Kondisi semacam ini tidak berlaku hanya pada satu agama saja. Semua agama hampir mengalami hal yang sama. Oknum-oknum pemimpin agama sering kali memanfaatkan agama untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok.

Ahyudin pendiri lembaga ACT yang diduga menyelewengkan dana bantuan dari umat (sumber: Republika)
Ahyudin pendiri lembaga ACT yang diduga menyelewengkan dana bantuan dari umat (sumber: Republika)

Kabar terkahir yang tidak kalah miris adalah bocornya dana umat oleh lembaga ACT (Aksi Cepat Tanggap). Konon kabarnya pimpinan ACT telah meyelewengkan dana bantuan sosial dari umat untuk para korban perang maupun korban bencana alam. Sangat tidak manusia, apalagi aksi-aksi dalam menggalang dana tersebut selalu mengatasnamakan Agama dan Tuhan.

Baca: Kasus ACT, Ini Fakta-fakta Dugaan Penyelewengan Dana Masyarakat

Sejauh ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah meyerahkan laporan transaksi kepada pihak Densus 88. Patut diduga ada transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh pihak ACT. Oleh karena, pihak PPATK melibatkan Densus 88 untuk mengusut aliran dana tersebut.

Baca: PPATK Ungkap Pengurus ACT Diduga Transfer Dana ke Al-Qaeda

Merespon atas kondisi tersebut kementrian sosial telah mencabut izin lembaga ACT. Selanjutnya, PPATK telah memblokir 60 rekening atas nama yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Tentu ini dilakukan sebagai upaya untuk mengusut tuntas aliran dana tersebut.

Baca: PPATK Bekukan 60 Rekening Milik ACT dan Yayasan Turunannya

Kasus ini telah menyita perhatian publik. Ramai-ramai publik meminta penegak hukum mengusut para pihak yang bermain-main dengan  dana umat. Ini juga sebagai respon dari kemarahan publik terhadap para pemimpin ACT yang tidak beramanah.

Publik kecewa atas ulah para pemimpin ACT. Tentu penulis sangat memahami lemarahan publik, terutama mereka yang taat memberikan sumbangan melalui ACT. Apalagi, ACT selalu memoles diri dengan niat-niat baik yang berpijak pada nilai-nilai keagamaan.

Isu terbaru yang tidak kalah gempar adalah beredarnya seorang pemuka agama yang minta polisi untuk tidak menangkap anaknya. Diberitakan bahwa anak kiai di Jombang tersebut berinisial MSAT (42) menjadi DPO kasus pencabulan. Warga net ramai-ramai memberikan kritikan kepada penegak hukum yang lamban dalam menangani masalah tersebut.

Baca: Video Kiai di Jombang Minta Polisi Tak Tangkap Anaknya yang DPO Pencabulan

Sering kali kita dipertontonkan oleh buruknya penegak hukum bila berhadapan dengan para tokoh agama. Kewibawaan sebagai penegak hukum runtuh seketika, manakalah mendengar ceramah penuh dusta dan kemunafikan dari oknum-oknum penjual agama. Seolah-olah prinsip yang dipegang sebagai kebenaran dalam menegakan hukum tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan suara para pemimpin agama. 

Publik harus terus bersuara mengkritisi para oknum yang telah merusak agama hanya untuk kepentingan duniawi. Tugas kita adalah membuka sandiwara para oknum yang telah menghianati kepercayaan umat. Terutama mereka yang berusara keras atas nama agama dan Tuhan, namun moralitas buruk.

Bersuara keras terhadap oknum, tidak berarti kita mencederai agama yang kita anut. Bagi penulis, oknum-oknum yang memakai agama untuk urusan dunia harus dikecam lebih keras. Tidak ada tempat bagi mereka yang telah merusak citra agama.

Kita tentu mengapresiasi para pemimpin agama yang tetap setia mejalankan tugasnya sesuai denga nilai-nilai agama yang dianutnya. Mereka yang menyuarakan dengan keras pentingnya perdamaian lintas agama. Mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai tolerensi. SEKIAN!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun