Oleh. Eduardus Fromotius Lebe
(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)
Beberapa hari terakhir, kita dikejutkan dengan berita tentang keberhasilan para dokter melakukan transplantasi jantung babi kepada salah seorang pasien. Seorang pria bernama David Bennett dari Maryland, Amerika Serikat menjadi pasien pertama yang menjalani transplantasi jantung babi modifikasi. Yang melakukan tindakan operasi tersebut merupakan Tim dokter dari University of Maryland Medicine.
Dua orang dibalik kesuksesan operasi tersebut adalah Dokter Muhammad Mohiuddin dokter bedah Bartley P Griffith. Mereka mengklaim bahwa operasi transplantasi jantung babi tersebut pertama kali dilakukan di dunia. Selain itu operasi tersebut juga berhasil dilakukan tanpa ada hambatan berarti.
Para dokter masih memantau perkembangan pasien pasca operasi. Sejauh ini pasien berangsur mengalami pemulihan. Sebab, tiga hari setelah operasi yang dilakukan pada Sabtu (8/1/2022), David Bennett merasa baik-baik saja.
Kita tentu berharap bahwa dengan keberhasilan operasi ini pasien dapat hidup normal. Dapat melakukan aktivitas kembali, layaknya seorang yang sudah sembuh dari sakit dan penyakit. Jika demikian, ada harapan bagi pasien penyakit jantung yang ingin sembuh. Terutama melalui transplantasi jantung babi.
Ini adalah terobosan baru di dunia kedokteran melalui rekayasa genetika. Kekurangan para pendonor organ jantung merupakan masalah utama bagi para pasien yang ingin melakukan operasi transplantasi jantung.Â
Dengan keberhasilan ini, tentu dapat mengatasi persoalan kekurangan para pendonor organ jantung. Sebab,tidak lagi mengandalkan organ jantung manusia, melainkan organ jantung babi yang sudah dimodifikasi secara genetik.
Sekilas tentang rekayasa genetika pada jantung babi
Rekayasa genetika adalah upaya untuk melakukan modifikasi molekul genetik dari suatu organisme sehingga diperoleh sifat baru yang dimiliki. Teknik rekombinasi molekul DNA yang pertama kali diperkenalkan oleh Paul Berg tahun 1972. Selanjutnya dikembangkan oleh Genetech pada tahun 1976 dengan memproduksi insulin manusia melalui teknik ini. Pada akhirnya insulin hasil rekayasa genetika mulai dipasarkan pada tahun 1982.Â
Teknik yang masih baru saat itu, selanjutnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas produk pertanian. Sehingga, muncullah berbagai komoditas hasil rekayasa genetika, atau sering kita sebut produk GMO (genetically modified organisms), atau PRG (produk rekayasa genetika). Perkembangan selanjutnya dibidang kesehatan yang lebih baik, dengan obat-obatan yang lebih efektif.
Yang terbaru kita menedengar keberhasilan rekayasa genetika di dunia kesehatan. Para ilmuwan melakukan rekayasa genetika pada jantung babi. Keberhasilan rekayasa genetik tersebut sebagai kunci sukses transplantasi jantung babi kepada pasien.
Proses transplantasi organ hewan ke dalam tubuh manusia bukanlah hal baru. Bertahun-tahun ilmuwan mencoba melakukan eksperimen yaitu melakukan rekayasa genetik agar organ tubuh hewan dapat didonorkan kepada manusia. Namun eksperimen tersebut berkali-kali juga mengalami kegagalan.
Transplantasi dua organ yang berbeda spesies disebut dengan xenotransplantasi. Secara praktis disebut transplantasi dari binatang ke manusia merupakan transplantasi dari sel, jaringan, ataupun organ yang masih berfungsi baik untuk kehidupan dari satu spesies ke spesies lainnya. Sebagai contoh organ jantung dari hewan babi, ke manusia untuk menggantikan organ jantung manusia yang rusak sehingga tidak berfungsi.
Xenotransplantasi sebenarnya sangat berpotensi bagi terapi untuk kegagalan organ yang terminal. Namun, rawan gagal karena penolakan karena sel induk akibat perbedaan struktur sel dan jaringan. Yang tidak kalah penting adalah permasalah non medis seperti legal dan etika.
Pro kontra transplantasi jantung babi misalnya, masih ada terutama umat muslim. Pro kontra tersebut dianggap wajar karena babi adalah binatang yang haram. Bahkan ada sebagian orang beranggapan bahwa, transplantasi pada organ hewan seringkali menjadikan hewan sebagai kelinci percobaan. Penolakan ini seringkali disuarakan oleh kelompok pencinta hewan.
Terlepas dari pro kontra tersebut eksperimen tentang transplantasi sudah berlangsung sejak lama. Â Sejarah aplikasi klinis transplantasi antar spesies pertama tercatat pada awal abad 20. Yaitu adanya upaya transplantasi ginjal dari kelinci, kambing, domba, primata dan babi. Namun, semua rangkaian uji coba (eksperimen) tersebut menemui kegagalan.Â
Sejak kegagalan tersebut para ilmuan sering melakukan uji coba hingga pada tahun 1963 Reemtsma dan kawan-kawan berhasil
mencangkokan ginjal simpase ke sejumlah resipien manusia. Sekalipun operasi tersebut berhasil, namun pasien hanya sanggup bertahan hidup paling lama adalah 9 bulan.
Selanjutnya, xenotransplantasi jantung untuk pertama kali dilakukan oleh Hardy dan kawan-kawan dari University of Missisippi pada tahun 19645 dengan mencangkokan jantung simpase ke manusia. Namun belum menunjukan hasil yang memuaskan. Sejak itu delapan kali xenotransplantasi telah dilakukan, lima menggunakan jantung donor primata, tiga simpase dan dua baboon.
Pada tahun 1992, yang merupakan perkembangan terbaru dari uji coba pencangkokan dengan organ babi. Seorang bernama  Zaplicki dan kawan-kawan mencangkokan jantung babi kepada seorang penderita sindroma marfan. Kemudian tim ini mengidintifikasi tidak terbentuknya respon penolakan hiperakut selama masa bertahan hidup yang hanya mencapai 24 jam saja. Protokol tersebut melibatkan juga teknik perfusi jantung babi yang akan digunakan dengan darah resipien dalam rangka menghilangkan anti-bodi anti babi sebelum pencangkokan jantung babi secara orthotopik tersebut.
Harian Japan Times yang terbit di Jepang pada tahun 1995 memberitakan keberhasilan transplantasi katub jantung babi ke tubuh seorang anggota senat di Amirika Serikat. Hingga tahun 2004 senator tersebut masih bertahan hidup. Penggunaan katup jantung babi sebagai pengganti katup jantung manusia menjadi sering dilakukan dalam praktiknya di Amirika Serikat.
Babi sebagai sumber organ donor bukanlah merupakan pilihan tanpa alasan ilmiah. Banyak pertimbangan yang digunakan seperti memiliki kemiripan dengan organ manusia. Fakta ilmiah menunjukan beberapa organ tubuhnya memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan organ manusia, seperti halnya hati babi yang memiliki kemiripan dengan hati manusia kemudian ukuran dan fungsi-fungsinya nyaris identik.
Berdasarkan  pada tingkat ketersediaannya organ babi jauh lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan organ yang berasal dari manusia atau primata lainnya. Suka atau tidak, binatang donor yang menguntungkan dan memungkinkan adalah babi. Sebab, babi bereproduksi dengan cepat dan beranak banyak, dan juga organ babi yang berukuran sama dengan organ manusia.
Dalam prakteknya, membuat organ babi dalam kondisi bebas patogen serta rendahnya resiko membawa patogen hewan babi yang dapat menginfeksi manusia lebih kecil dari pada menggunakan kera atau monyet. Kemudian disamping metabolisme babi yang mirip manusia, babi secara genetik juga dapat dimanipulasi untuk mengurangi resiko penolakan.
Pencangkokan organ babi ke manusia masih mengalami banyak kendala sehingga belum dapat digunakan sebagai operasi rutin. Diketahui bahwa salah satu di antara kendalanya adalah adanya alpha 1,3-galactose pada permukaan sel babi. Adanya senyawa ini membuat kegagalan pencangkokan jaringan atau organ babi ke tubuh manusia karena sel manusia mempunyai antibodi yang mampu mengusir senyawa tersebut.
Sistem penolakan ini dikenal dengan nama Hyperacute Rejection disingkat HAR. Tidaklah mengherankan apabila setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pencangkokan organ selalu berupaya keras merancang strategi untuk dapat mengatasi HAR tersebut. Kita tentu berharap seluruh proses rekayasa genetika di bidang kedokteran ini berjalan lancar.
Transplantasi jantung babi, bukti kedigdayaan rekayasa genetika
Rekayasa genetika merupakan bagian dari kerja ilmiah. Proses rekayasa genetika dilakukan untuk kepentingan kehidupan manusia. Seringkali juga rekayasa genetika dianggap tidak masuk akal dan seringkali dipertentangkan oleh beberapa kalangan.
Suka atau tidak suka, rekayasa genetika telah memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia. Hal ini terjadi berkat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat. Walaupun, kita ketahui bersama bahwa tidak semua hasil rekayasa genetika berdampak positif.
Yang perlu dipahami oleh masyarakat luas adalah proses rekayasa genetika tidak selalu berjalan mulus. Ada banyak hal yang harus dikorbankan. Termasuk nyawa seorang manusia. Ini tidak berarti rekayasa genetika sedang mengeksploitasi atau menganggap nyawa seseorang tidak berarti.
Apapun bentuk penelitian dan pengembangan selalu punya konsekuensi. Apalagi, kalau penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan tentu akan berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Jika gagal, maka kematianlah resiko yang paling mungkin terjadi.
Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, telah meminimalisasi dampak negatif dari proses rekayasa genetika. Para ilmuwan telah berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisasi kesalahan (eror) selama proses rekayasa genetika. Tentu melalui riset yang  secara terus-menerus dilakukan, sehingga memperoleh hasil yang maksimal.
Keberhasilan rekayasa genetika pada jantung babi menunjukkan kedigdayaan dari proses ini. Ini adalah buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang setiap periode mengalami perkembangan. Keberhasilan tersebut mengubah paradigma manusia terhadap dunia riset. Sekian!
Sumber Bacaan:
1. AS Berhasil Cangkok Jantung Babi ke Manusia
2. Profil Muhammad Mohiuddin, Dokter di Balik Cangkok Jantung Babi ke Manusia
4. Rekayasa Genetik: Pengertian, Manfaat, dan Dampaknya
5. Kajian Xenotransplantasi Organ Tubuh Yang Dapat Diganti dengan Babi
6. Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetik. Bogor: Pustaka Wirausaha
Muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H