Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Tagline Politik: Tante Nela Paris, Mandulkah?

11 Januari 2022   20:21 Diperbarui: 11 Januari 2022   20:37 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Begitulah kira-kira ungkapan yang tepat untuk legacy dari setiap kemimpinan. Cara memimpin, mengeksekusi program dan bahkan menyusun program kerja, oleh masing-masing pemimpin dari masa ke masa tentu berbeda.

Yang pasti setiap pemimpin menginginkan adanya legacy yang baik dari publik. Tidak heran, banyak jejak pembangunan yang secara sepintas  mengingatkan kita  pada sosok pemimpin tertentu. Misalnya, pembangunan jembatan Suramadu, tentu publik mengingat karya besar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bukan hanya jejak pembangunan yang mengingatkan publik akan sosok pemimpin. Slogan politik, tagline politik juga akan mengingatkan publik pada sosok pemimpin tertentu. Mungkin saja brand politik semacam itu akan lebih mudah diingat publik. 

Contoh tagline politik Jokowi-Basuki (sumber: m.apdut.com)
Contoh tagline politik Jokowi-Basuki (sumber: m.apdut.com)
Tagline politik tidak hanya menarik simpati publik pada saat pemilu. Tagline politik sebagai garis besar dari seluruh manifesto politik yang akan dikerjakan. Itulah mengapa iklan politik seringkali lebih diingat oleh publik.

Di beberapa daerah, tagline politik sering juga menggunakan istilah lokal. Bahkan ada juga yang menggunakan akronim untuk tagline. Namun, sebaik apapun tagline politik yang digunakan tanpa bukti sama saja bohong.

Tidak terlepas juga di Kabupaten Ngada, provinsi Nusa Tenggara Timur, yang juga menggunakan tagline politik. Penulis tertarik dengan tagline yang digunakan oleh bupati Nagada. Selain karena tertarik, juga karena bupati Ngada merupakan pemimpin dari penulis sendiri.

Mengenal tagline Politik Marianus Sae dan Andreas Paru

Bagi masyarakat Kabupaten Ngada, Marianus Sae adalah sosok yang selalu dikenang. Sepak terjangnya saat memimpin Kabupaten Ngada sangat diapresiasi oleh masyarakat. Ada kesan yang berbeda dengan pemimpin- pemimpin sebelumnya.

Masyarakat mengenal sosok Marianus Sae sebagai pemimpin yang merakyat. Melaksanakan program kerja yang mengedepankan aspek berdikari dengan semangat gotong royong. Mampu menyelesaikan program kerja dengan baik sesuai ekspektasi publik.

Salah satu tagline politik Marianus Sae yang terkenal adalah: Wae gibho-gabho, Zala siro-saro, Dara rilo-ralo. 

Secara prinsip tagline politik Marianus Sae tersebut menekankan pada tiga program kerja prioritas yaitu ketersediaan bersih, pembangunan infrastuktur jalan dan peningkatan elektrifikasi. Tiga program prioritas ini mampu dilaksanakan secara cepat dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kabupaten Ngada.

Marianus Sae mantan Bupati Ngada (sumber: tagar.id)
Marianus Sae mantan Bupati Ngada (sumber: tagar.id)

Sekalipun perlu akui bahwa masih ada kekurangan sana-sini. Secara menyeluruh kinerja kerja dari kepemimpinan Marianus Sae telah berhasil mengeluarkan Kabupaten Ngada keluar dari daerah tertinggal. Ini adalah capaian yang spektakuler dari seorang yang bernama Marianus Sae.

Kecintaan masyarakat yang ada terhadap sosok Marianus Sae tak pernah lutur. Sosok yang kontroversi ini, masih tetap mendapatkan tempat di hati masyarakat terutama masyarakat Kabupaten Ngada. Kala itu, sosok Marianus Sae diyakini akan memenangkan pertarungan pilgub NTT bila tidak tersandung kasus penyuapan.

Namanya pernah menjadi perhatian publik ketika terjadi insiden pemblokiran bandara Turelelo Bajawa. Tidak tanggung-tanggung Marianus Sae memerintahkan seluruh Satpol PP untuk memblokir bandara. Kasus ini menjadi perbincangan publik, bukan hanya di kalangan masyarakat Kabupaten Ngada namun juga seluruh masyarakat Indonesia.

Marianus Sae dibenci sekaligus dicintai. Inilah realitas sistem politik kita, yang dalam waktu bersamaan menghasilkan pemimpin  yang dicintai rakyat, namun pada aspek lain bermasalah secara hukum. Tentu kali ini penulis tidak akan membahas sistem pemilu seperti yang dimaksud.

Setelah Marianus meletakkan jabatannya karena tersandung kasus penyuapan, yang selanjutya diganti oleh wakilnya Paulus Soli Woa. Pada prinsipnya hanya melanjutkan program kerja yang sudah dicanangkan bersama. Sekalipun demikian nama besar Marianus Sae, tetap mendapat tempat dihati masyarakat Kabupaten Ngada.

Berlanjut ke masa kepemimpinan berikutnya yaitu Bupati Andreas Paru dengan tagline politik "Tante Nela Paris". Sebuah akronim dari tani, ternak, nelayan dan pariwisata. Sampai saat ini, masa kepemimpinan Andreas Paru dan Raymundus Bena berjalan hampir 1 tahun.

Potret pasangan Andreas Pare dan raymundus Bena mengusung tagline Tante Nela Paris (sumber: floresfiles.com)
Potret pasangan Andreas Pare dan raymundus Bena mengusung tagline Tante Nela Paris (sumber: floresfiles.com)

Fokus kerja pasangan Andreas Paru dan Raymundus Bena adalah meningkatkan sektor pertanian, peternakan, nelayan dan pariwisata. Setahun sudah program ini dicanangkan namun belum ada satu pun yang dikerjakan. Indikatornya sederhana yaitu masyarakat belum merasakan program kerja dari kepemipinan saat ini.

Satu tahun kepemimpinan, auto pilot

Satu tahun kepemimpinan Andreas Paru (AP) dan Rayumundus Bena (RB) seperti auto pilot. Hampir setahun ini Kabupaten Ngada seperti kehilangan seorang pemimpin. Pemimpin yang selalu hadir bersama masyarakat. Dengan sadar masyarakat akan membandingkan kepemimpinan sekarang dengan sebelumnya.

Kehadiran bupati di tengah masyarakat sangat diimpikan hampir semua kalangan. Secara psikologi politik, kehadiran seorang pemimpin menciptakan relasi emosional yang intens dengan masyarakat. Suka atau tidak, masyarakat menginginkan moment kehangatan antara pemimpin dalam hal ini bupati dengan masyarakat.

Penulis tentu tidak mengharapkan bahwa setiap pemimpin harus sama persis. Sebab, tidak ada pemimpin yang memiliki karakter, watak, maupun strategi politik yang sama. Akan tetapi, apapun alasannya, semua demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Penulis menilai kebijakan Bupati Ngada sampai saat belum terasa. Bahkan belum ada satu pun kebijakan stretegis yang dilasanakan. Selama pandemi covid 19, bupati hanya menjalankan seluruh kebijakan pusat. Terutama dalam hal pengendalian penyebaran pandemi covid 19.

Persis tidak ada yang dilakukan oleh Bupati selama masa pandemi covid 19. Bupati hanya menjalankan kebijakan pemerintah pusat. Itu bukan berarti bahwa Bupati boleh tidak menjalankan program strategis yang dijanjikan selama masa kampanye.

Satu tahun kepemimpinan, program Tante Nela Paris Mandul

Penulis sendiri menyadari bahwa program Tante Nela Paris sulit untuk dilaksanakan selama masa pandemi covid 19. Namun itu bukan alasan, sebab mereka dilantik setahun setelah pandemi covid 19. Paket AP-RB tahu bahwa dunia sedang dilanda pandemi covid 19. Oleh karena itu, paket AP-RB tentu sadar bahwa program kerja yang dijanjikan tidak mudah untuk dilaksanakan.

Sejak awal penulis menyadari bahwa program Tante Nela Paris memang sudah "mandul". Yang sulit terwujud manakala pandemi covid 19 melanda. Apalagi program tersebut lebih banyak bergerak pada sektor publik, yang melibatkan interaksi masyarakat.

Hal itu terbukti bahwa sampai sekarang belum ada satu program pun yang terwujud. Tentu akan ada pembelaan bahwa tidak mungkin program bisa dilaksanakan di tengah pandemi covid 19. Bagi penulis ini ada alasan pembenaran saja.

Pandemi covid 19 berlangsung sejak AP-RB menjadi calon bupati dan calon wakil bupati. Seharusnya sudah memikirkan apa yang akan dikerjakan pada sektor pariwisata bila pandemi covid terus berlanjut. Kebijakan semacam inilah yang ingin diketahui oleh masyarakat.

Sama halnya dengan kebijakan pada sektor pertanian. Apakah karena pandemi covid 19 masyarakat tidak boleh bertani? Apakah karena alasan pandemi covid 19 program untuk sektor pertanian ditiadakan?

Masyarakat ingin mengetahui kebijakan ril seorang Bupati pada sektor pertanian. Penulis sendiri belum melihat kebijakan di sektor pertanian yang baru serta original. Bahkan masyarakat sendiri, hanya mengetahui 1 program pertanian yaitu menanam jahe.

Pada sektor peternakan pun demikian. Bagi penulis, Bupati gagal pada sektor peternakan ini. Pengendalian penyebaran african Swine Fever (ASF) atau demam babi afrika di Kabupaten Ngada gagal total. Banyak masyarakat yang kehilangan ternaknya terutama babi.

Solusi apa yang akan dikeluarkan seorang Bupati ketika banyak masyarakat kehilangan hewan ternak. Sampai saat ini kita belum mendengarkan solusi konkrit untuk mengatasi persoalan ini. Apakah semua kerugian ditanggung oleh masyarakat? atau ada solusi lain dari pemerintah untuk meringankan beban masyarakat?

Satu tahun kepemimpinan AP-RP, belum menunjukkan kinerja kerja yang spektakuler. Masih dalam bayang-bayang alasan pandemi covid-19.  Maka dari itu penulis menggunakan istilah "mandul" untuk menggambarkan program kerja seorang bupati yang tidak terlaksana.

Seorang Bupati adalah policy maker, yang selalu tampil dengan solusi konkrit. Akan selalu punya solusi dalam kondisi apapun, termasuk di masa pandemi covid 19. Sebab, itulah tantangan terbesar kepemimpinan saat ini. Sekian!

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun