Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rumah Swadaya dan Mentalitas Masyarakat

6 Januari 2022   08:24 Diperbarui: 18 Januari 2022   08:00 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembangunan rumah Swadaya dari pemerintah (sumber: cermati.com)

Salah satu program pemerintah yang sangat dirasakan oleh masyarakat kecil adalah program rumah swadaya. Pemerintah berkonsentrasi untuk mebenahi rumah masyarakat sehingga layak huni. Kebijakan ini layak diapresiasi, sebab sangat dirasakan oleh masyarakat kecil.

Perlu diakui bahwa di pelosok daerah masih banyak rumah yang masuk dalam kategori tidak layak huni. Terutama di daerah yang terisolir atau masih tertinggal. Sebagai misal, di Nusa Tenggara Timur (NTT) banyak rumah yang tidak layak huni.

Berkat program rumah swadaya, beberapa rumah di pelosok daerah perlahan mengalami perubahan. Masyarakat kecil tidak lagi mengalami musibah seperti atap bocor, dinding roboh, dan lain sebagainya. Kini banyak keluarga yang merasakan manfaat langsung dari program rumah swadaya.

Rumah swadaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat diartikan sebagai rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat sendiri. Itu berarti pembangunan rumah dilkukan sendiri oleh masyarakat. 

Selain itu, lahan  untuk pembangunan rumah disiapkan oleh masyarakat yang mendapatkan program rumah swadaya.

Jumlah anggaran untuk pembangunan rumah swadaya bagi masyarakat yang dilaksanakan Ditjen Perumahan Kementerian PUPR pada tahun 2022 sebesar Rp 5,1 Triliun. 

Anggaran ini mencakup sejumlah program yaitu rumah khusus, rumah susun, rumah swadaya serta penyaluran bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) untuk rumah bersubsidi pemerintah. Berdasarkan rancangan di tahun 2022 ini, pembangunan terbanyak adalah rumah swadaya dengan 118.960 unit.

Pemerintah melalui Kementerian PUPR membagi program bedah rumah menjadi dua bagian. Pertama, peningkatan kualitas rumah yakni merenovasi kembali rumah yang sudah rusak agar layak untuk ditempati. Kedua, pembangunan rumah baru yakni diperuntukkan bagi keluarga yang sama sekali belum memiliki rumah.

Untuk program Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya (PKRS) bantuan yang diberikan yakni bahan bangunan sebesar Rp 15 juta dan upah kerja Rp 2,5 juta. 

Jadi, total uang yang akan diterima para calon penerima rumah swadaya adalah Rp 17,5 juta. Tentu bukan dalam bentuk uang tunai, melainkan dalam bentuk bahan bangunan.

Dirangkum dari laman Kementerian PUPR, berikut syarat mendapatkan bantuan bedah rumah swadaya dari pemerintah:

  • Warga Negara Indonesia yang sudah berkeluarga.
  • Memiliki atau menguasai tanah dengan bukti kepemilikan yang sah. 
  • Belum memiliki rumah atau memiliki dan menempati satu-satunya rumah tidak layak huni.
  • Belum pernah memperoleh dana BSPS atau bantuan pemerintah untuk program perumahan lainnya.
  • Penghasilan kurang atau sama dengan upah minimal provinsi. 
  • Bersedia berswadaya membentuk kelompok dengan penyataan tanggung renteng.

Pada prinsipnya syarat yang ditentukan oleh pemerintah tersebut tidak ada masalah. Namun pada tataran praktis tidak semulus apa yang diharapkan oleh pemerintah. Hal ini berkaitan dengan mentalitas masyarakat yang menerima program rumah swadaya.

Untuk syarat "menguasai tanah dengan bukti kepemilikan yang sah" memang tidaklah mudah. Rata-rata keluarga yang layak mendapatkan program rumah swadaya tidak memiliki lahan untuk dijadikan tempat rumah. Pemerintah dilevel bawah seperti pemerintah desa mengalami kesulitan mengatasi kendala seperti ini.

Ilustrasi pembangunan rumah Swadaya dari pemerintah (sumber: cermati.com)
Ilustrasi pembangunan rumah Swadaya dari pemerintah (sumber: cermati.com)

Selain itu, faktor mentalitas masyarakat setempat mempengaruhi juga program rumah swadaya pemerintah ini. Ada kecemburuan dari tetangga atau masyarakat yang lain. 

Ketika masyarakat mengetahui ada tetangga yang mendapatkan bantuan, terutama pemilik tanah, akan meminta pembayaran uang tanah kepada calon penerima rumah swadaya.

Di beberapa desa, banyak calon penerima rumah swadaya, terpaksa dialihkan kepada orang lain karena tidak memiliki lahan untuk membangun rumah. Alasannya sederhana karena faktor kecemburuan.

Pada periode pertama program rumah swadaya terpaksa dialihkan kepada keluarga yang siap. Sekalipun, orang-orang tersebut tidak layak untuk menerima program rumah swadaya. Ini terpaksa dilakukan karena banyak calon penerima program rumah swadaya yang menolak.

Alhasil, pada periode pertama calon penerima program rumah swadaya adalah orang-orang yang mampu. Ini bukan permainan dari pemerintah setempat. Ini hanya siasat agar program rumah swadaya tetap berjalan.

Kita patut berterimakasih kepada aparat desa yang sudah semaksimal mungkin menjalankan program rumah swadaya. Aparat desa melakukan lobi-lobi terhadap tuan tanah agar mau membantu sesama yang mendapatkan program rumah swadaya. Yaitu dengan mengijinkan tanahnya untuk dibangun rumah swadaya.

Untuk syarat: "Bersedia berswadaya membentuk kelompok dengan penyataan tanggung renteng" juga tidak mudah. Yang terlihat hanya gotong royong saat pembangunan rumah. Selain itu, kekurangan dalam proses pembangunan merupakan tanggung jawab individu penerima rumah swadaya.

Keuntungan  dari program rumah swadaya adalah jika pemilik sudah memiliki bahan sendiri maka uang tersebut dialihan untuk bahan yang lain. 

Misalnya, jika penerima program sudah memiliki kayu sendiri, maka uang dialihkan untuk membeli bahan yang lain. Termasuk di luar apa yang sudah ditetapkan pemerintah. Tetap saja, bahan tersebut berkaitan dengan pembangunan rumah swadaya, tidak bisa digunakan untuk keperluan lain.

Fenomena baru pasca program rumah swadaya

Program yang cukup membantu masyarakat ini juga berdampak pada sektor lain. Ada yang positif, ada pula yang negatif. Jika  ditelisik lebih jauh fenomena semacam ini merupakan biasa.

Pembangunan rumah swadaya oleh pemerintah secara langsung berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Terutama meningkatnya jumlah tukang bangunan. Bahkan, program ini melahirkan banyak tukang bangunan yang profesional. 

Selain itu, program ini memperdayakan pengusaha lokal. Proses pengadaan barang dan bahan bangunan dilakukan dengan melalui tender. Ini yang dimanfaatkan oleh pengusaha lokal untuk ambil bagian dalam proses pembangunan rumahan Swadaya.

Pemerintah Desa berupaya semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan pengusaha lokal. Melibatkan penguasa lokal dalam proses tender pengadaan bahan bangunan rumah swadaya. Penulis sendiri melihat ini merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Pemerintah Desa.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa program rumah swadaya ini berdampak negatif. Sebenarnya tidak etis, jika dikatakan program ini akan berdampak negatif. Kesalahpahaman masyarakat dalam memahami program inilah telah berdampak negatif.

Karena ketidakpuasan masyarakat terhadap program rumah swadaya ini, menimbulkan "rasa iri". Bagi pemilik tanah, dengan mudah menaikkan harga tanah bila tahu akan dibangun rumah swadaya. Ini justru menyulitkan bagi calon penerima program rumah swadaya. Sebab, mereka harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membeli tanah.

Fenomena lain yang tidak kalah penting adalah "keluarga baru/muda" tidak mau membangun rumah. Atau membangun rumah seadanya saja, sebab nanti ada program rumah swadaya dari pemerintah. Mental seperti ini tidak boleh dibiarkan. 

Sebagai keluarga baru, harus didorong bekerja keras untuk membangun rumah yang layak huni. Tidak bergantung pada program rumah swadaya oleh pemerintah. Sebab, pada dasarnya program pemerintah bersifat stimulus yang bersifat merangsang agar meningkatkan perekonomian masyarakat. Sekian!

Daftar Bacaan:

1. Diguyur Anggaran 2022 Terbanyak, Apa Itu Rumah Swadaya?

2. Simak, cara dan syarat dapat bantuan bedah rumah swadaya dari pemerintah

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe 
(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun