Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Calon Pemimpin Harus Sehat, lalu Bagaimana dengan Pemimpin yang Mendadak Sakit?

5 Januari 2022   13:51 Diperbarui: 5 Januari 2022   14:32 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Salah satu syarat menjadi seorang pemimpin seperti presiden, gubernur dan pupati atau walikota adalah sehat jasmani dan rohani. Itulah sebabnya sebelum didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) para calon pemimpin wajib melakukan tes kesehatan. Hal ini ingin membuktikan bahwa calon pemimpin yang terpilih nanti bebas dari penyakit.

Menjadi pemimpin memang tidak mudah. Selain memiliki kemampuan memimpin, kesehatan menjadi faktor utama bagi seseorang dalam memimpin. Beban tugas sebagai pemimpin membutuhkan tenaga dan pikiran yang sehat.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015 pasal 7 huruf f menegaskan bahwa calon gubernur bupati dan atau walikota harus "mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter".

Ini erat kaitannya dengan kesehatan dari para calon kepala daerah.  Calon kepala daerah yang akan memimpin harus sehat secara jasmani dan rohani. Itu berarti  calon kepala daerah tidak boleh memiliki riwayat penyakit yang dapat mengganggu kinerja selama memimpin.

Sehat secara jasmani adalah sehat secara fisik dan tidak menderita sakit tertentu. Sedangkan, sehat secara rohani, berarti memiliki isi pikir yang sehat tanpa gangguan psikis atau kejiwaan. Pemimpin tidak hanya sehat secara jasmani namun juga sehat secara rohani.

Memang tidak semua sakit dan penyakit yang diderita dapat mempengaruhi kinerja calon kepala daerah. Selain sebagai syarat pencalonan tes kesehatan bertujuan untuk mengetahui potensi penyakit yang akan diderita oleh calon pemimpin. Sekiranya potensi penyakit tersebut akan cepat teratasi dan mudah ditangani. 

Alasan dibalik calon pemimpin harus sehat jasmani dan rohani

Syarat calon pemimpin harus sehat jasmani dan rohani tentu memiliki tujuan. Tidak lain dan tidak bukan adalah demi terciptanya pelayanan kepada masyarakat yang baik dan berkualitas. Berikut ini bebarapa alasan mengapa calon pemimpin harus sehat jasmani dan rohani:

1. Akan berkerja di bawah tekanan publik

Ketika menjabat sebagai kepala daerah misalnya, kinerja seseorang akan selalu disorot publik. Bukan hanya kinerja, tutur kata dan  perilaku pemimpin akan selalu dikomentari warga. Pemimpin yang baik harus menerima resiko tersebut dengan bijaksana.

Tekanan yang besar seperti inilah membutuhkan sosok pemimpin yang sehat secara emosional. Tidak mudah terprofokasi oleh suara publik yang terkesan menyudutkan pemimpin. Ini yang diharapkan oleh masyarakat atas calon pemimpin yang akan dipilihnya.

Calon pemimpin yang sehat secara emosional tentu akan medekatkan diri bersama rakyatnya. Tidak menciptakan gap antara pemimpin dan rakyat. Sederhananya, buah dari kesehatan rohani akan menghasilkan pemimpin yang merakyat.

Kita tentu prihatin melihat prilaku kepala daerah yang emosional kepada warganya sendiri. Apalagi kemarahan seorang pemimpin tersebut tanpa alasan yang jelas. Sepakat bahwa kepala daerah harus tegas dan memiliki kewibawaan dalam memimpin.

Namun tidak berarti kita mendukung kesewenang-wenangan pemimpin terhadap rakyatnya sendiri. Apalagi sampai melakukan tindakan kekerasan fisik. Apapun alasannya kekerasan fisik oleh seorang pemimpin tidak dibenarkan dan tidak boleh terjadi.

Kita masih melihat ada kepala daerah melakukan tindakan kekerasan fisik hanya karena masalah sepele. Seperti yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi. Melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap salah seorang pelatih biliar karena tidak tepuk tangan saat Edy Rahmayadi berpidato.

Detik-detik gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menjewer pelatih biliar(Sumber: tubasmedia.com)
Detik-detik gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menjewer pelatih biliar(Sumber: tubasmedia.com)

Rakyat membutuhkan pemimpin yang ramah. Pemimpin yang mau mendengarkan dan merangkul, termasuk merangkul lawan politik. Sebab setelah dipilih seorang kepala daerah  bukan lagi milik kelompok tertentu melainkan milik semua orang. Termasuk mereka yang tidak memilih.

Hanya Pemimpin yang sehat secara rohani, yang dapat mengendalikan amarah dan kebencian. Tekanan yang bertubi-tubi dari publik terutama dari lawan politik tidak akan menjadikannya sebagai dendam. Justru menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan kinerja yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.

2. Beban tugas yang menguras tenaga dan pikiran

Setelah dilantik seorang pemimpin akan berhadapan dengan tugas yang banyak dan kompleks. Banyak dokumen yang harus ditandatangan, bahkan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Tidak heran bila kita mendengar bahwa kepala daerah bekerja sampai semalaman suntuk.

Seorang pemimpin harus memiliki prinsip belum tidur sebelum warganya tidur, sudah bangun sebelum warganya bangun. Ini mau menunjukkan bahwa seorang pemimpin seperti kepala daerah, harus bekerja keras dan memastikan pelayanan kepada masyarakat berjalan maksimal. Pemimpin yang baik memikirkan seluruh kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya.

Oleh karena itu,seorang pemimpin harus tampil prima. Membutuhkan tenaga serta pikiran yang sehat dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Fokus seorang pemimpin adalah melayani masyarakat tidak lagi berkecimpung dengan masalah kesehatannya.

Sebagai calon pemimpin harus memastikan bahwa kondisi fisiknya dalam keadaan sehat bugar. Sebab, hanya orang sehat secara fisik dan psikis saja yang mampu menjalankan roda kepemimpinan. Tidak mungkin seorang pemimpin mengurus begitu banyak persoalan dalam kondisi fisik dan psikis yang tidak sehat.

Potret calon kepala daerah se-provinsi Sumatera Utara saat menjalani tes kesehatan (sumber: news.detik.com)
Potret calon kepala daerah se-provinsi Sumatera Utara saat menjalani tes kesehatan (sumber: news.detik.com)

Beban tugas sebagai kepala daerah yang banyak tentu mempengaruhi kualitas kesehatan. Semakin banyak beban tugas semakin banyak seorang pemimpin kehilangan waktu untuk beristirahat. Inilah yang dikuatirkan bila calon kepala daerah adalah orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu.

3. Aktivitas saat memimpin yang sangat padat

Selain beban tugas yang banyak, seorang kepala daerah tentu memiliki aktivitas yang sangat padat. Dalam satu hari, seorang kepala daerah bisa menghadiri beberapa kegiatan. Aktivitas semacam ini tentu menguras tenaga.

Seorang pemimpin tidak hanya berpangku tangan di dalam kantor yang megah. Sesekali harus turun lapangan untuk memastikan program kerjanya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Terkadang di daerah tertentu seorang gubernur atau bupati harus berjalan kaki untuk menempuh perjalanan bila ingin bertemu warganya.

Kelelahan sudah pasti namun tuntutan tugas harus tetap dilaksanakan. Apalagi,sejauh ini ada trend pemilih yang memilih pemimpin karena kedekatannya dengan masyarakat. Itu berarti seorang pemimpin setiap waktu harus siap berada dengan masyarakat.

Untuk memenangkan kembali pemilu di periode yang akan datang, banyak kepala daerah acapkali berkunjung ke kediaman warga. Demi menaikkan popularitas, para pemimpin tidak segan berkunjung pada malam hari atau pada saat kondisi cuaca yang kurang baik. Ini hanya bisa dilakukan oleh calon pemimpin yang memiliki fisik yang sehat.

Selain alasan politis, kunjungan kepala daerah ke masyarakat juga untuk mendengarkan langsung keluhan dan kebutuhan mereka. Pada posisi ini, kita patut mengapresiasi langkah yang ditempuh oleh kepala daerah yang sering berkunjung ke masyarakat. Sebab, dengan berkunjung ke masyarakat kepala daerah lebih mengalami dan merasakan langsung keluhan dari masyarakat.

Sekali lagi, hal itu bisa dilakukan oleh calon pemimpin yang memiliki kesehatan fisik yang baik. Aktivitas yang padat seperti mengadakan rapat, membagi sumbangan, mengecek pembangunan merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Jika kondisi fisik yang kurang baik tentu akan berdampak pada ada setiap agenda kegiatan dari seorang kepala daerah.

Lalu, bagaimana dengan seorang pemimpin yang tiba-tiba jatuh sakit?

Sejauh ini ada beberapa kepala daerah yang jatuh sakit. Berbagai macam penyakit menimpah beberapa kepala daerah yang ada di Indonesia. Ada yang terkena serangan jantung, stroke dan lain sebagainya. Namun sayangnya, belum ada satupun yang kepala daerah yang mengundurkan diri karena sakit.

Bahkan ada kepala daerah tidak bisa menjalankan tugasnya karena sakit. Berbulan-bulan berada di rumah sakit dan mendapatkan fasilitas kesehatan secara untuk pemgobatan. Ini bukan bicara soal kemanusiaan. 

Masyarakat tentu berempati kepada pemimpin yang jatuh sakit. Sebagai sesama manusia masyarakat tentu berdoa untuk kesembuhan dari pemimpinnya. Akan tetapi, roda pemerintahan harus tetap berjalan. Terutama pembangunan dan pelayanan publik harus tetap maksimal dilaksanakan.

Penulis ingin menegaskan, bahwa jika seorang kepala daerah jatuh sakit dan harus membutuhkan waktu untuk perawatan, maka sebaiknya mengundurkan diri. Kalau itu dirasa cukup sulit, dibuatkan saja aturan yang mengikat tentang kesehatan seorang pemimpin. Misalnya, jenis penyakit apa saja yang mengharuskan seluruh pemimpin melepaskan jabatannya bila terkena penyakit tersebut.

Bagaimana mungkin ada seorang kepala daerah sampai berbulan-bulan berada di rumah sakit. Sekalipun wakil kepala daerah dapat menjalankan roda pemerintahan, namun dalam urusan tertentu tidak bisa mengambil keputusan. Jika ini dibiarkan akan menghambat roda pembangunan dan pelayanan publik pun ikut tersendat.

Para pembaca Kompasiana yang Budiman, kesehatan seorang pemimpin menjadi hal yang mutlak. Tidak mungkin seorang pemimpin dapat menjalankan tugasnya dalam kondisi sakit. Oleh karena itu, kita sangat mengharapkan para pemimpin yang sakit mau berbesar hati untuk mengundurkan diri. Sebab, di atas segala-galanya publik lah yang harus diutamakan. Sekian!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun