Oleh. Eduardus Fromotius Lebe
(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)
Siapa yang tidak mengenal Wae Rebo? Salah satu destinasti wisata desa adat terbaik yang ada di kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa yang dijuluki negeri di atas awan ini menarik perhatian masyarakat terutama para pelancong.
Destinasi wisata Wae Rebo kini semakin diminati bukan hanya dari kalangan wisatawan lokal, melainkan juga wisatawan internasional. Minat pengunjung ke Wae Robo cukup tinggi sekalipun track menuju ke sana tidak mudah. Sebab, wisatawan harus menempu perjalan kaki, kira-kira 2 jam lebih.
Desa Wisata Wae Rebo, meraih juara pertama kategori Desa Wisata Daya Tarik Wisata di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Bukti bahwa Wae Rebo memiliki daya tarik dari sisi pariwisata yang cukup menjanjikan. Wae Rebo semkin dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan internasional.
Desa Wae Rebo berada di ketinggian 1.200 mdpl. Dikelilingi perbukitan dan pegunungan, desa ini seperti mengisolasi diri. Aksesnya juga sangat minim, perlu melewati hutan dengan tanjakan dan turunan yang beragam. Menuju ke Wae Rebo butuh stamina yang kuat. Sebab, perjalannya sangat menguras energi.
Sekilas tentang Wae Rebo
Desa Wae Rebo dikekolah secara baik untuk menunjang sisi pariwisata. Desa Wae Rebo ini didampingi dan diberikan bimbingan tentang Pariwisata oleh Indonesia Ecotourism Network. Tujuannya memajukan desa-desa yang tadinya kurang diperhatikan menjadi sebuah desa wisata yang banyak orang ingin kunjungi. Sehingga, kekuatannya terletak pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal setempat.
Menurut Kompas, berikut ini adalah lima fakta Wae Rebo yang perlu ketahui.
1. Termasuk Salah Satu Desa Tertinggi di Indonesia
Desa Wae Rebo termasuk ke dalam daftar desa tertinggi di Indonesia. Seperti yang telah diurakan sebelumnya, Desa Wae Rebo berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Oleh karena berada pada ketinggian tertetu, membuat Wae Rebo kerap dihiasi dengan kabut tipis setiap paginya.Â
Perlahan kabut tersebut akan hilang kala matahari mulai meninggi. Kabut akan kembali lagi di waktu sore hari. Inilah alasan mengapa orang menjuluki wae rebo sebagai desa di atas awan.
2. Memiliki Tujuh Rumah Utama
Menarik dari desa wae rebo adalah rumah adat nya yang memiliki nilai arsitektur yang luar biasa. Rumah adat Mbaru Niang di Desa Wae Rebo dianggap sangat langka dan berlokasi jauh di atas pegunungan. Memiliki bentuk yang cukup unik, yaitu seperti lumbung kerucut dan hanya berjumlah tujuh buah saja.
Rumah adat Mbaru Niang ini merupakan bangunan terdiri dari 5 lantai dengan bentuk mengerucut keatas.
- Lutur atau tenda lantai dasar, digunakan sebagai tempat tinggal sang penghuni.
- Lobo berfungsi sebagai gudang tempat menyimpan bahan makanan dan barang.
- Lentar berfungsi untuk menyimpan benih tanaman untuk bercocok tanam.
- Lempa Rae berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan stok cadangan makanan yang berguna disaat paceklik atau gagal panen.
- Hekang Kode berfungsi sebagai tempat sesajen untuk para leluhur mereka.
Kontruksi bangunan rumah adat Mbaru Niang ini hanya menggunakan sistem pasak dan pen lalu diikat dengan rotan sebagai penguat setiap tulang fondasinya.
3. Memiliki Hari Spesial
Setiap bulan November, warga di Desa Wae Rebo merayakan Upacara Adat Penti. Â Bagi orang Manggarai, upacara adat penti merupaan perayaan untuk mengucapkan rasa syukur berkat hasil panen yang didapatkan dalam setahun serta memohon keharmonisan dan perlindungan. Upacara penti pertanda dimulainya masa bercocok tanam bagi orang Manggarai bukan hanya masyarakat desa Wae Rebo.
Berikut ini adalah sejumlah rangkaian kegiatan selama Upacara Penti di Wae Rebo berlangsung:
Pemberkatan sumber mata air, meminta keselamatan bagi kampung, terutama dari roh jahat
Persiapan benih tanaman di awal tahun
Seluruh kegiatan akan diiringi nyanyian Sanda
Dilanjutkan dengan tarian Caci. Tarian Caci merupakan jenis permainan orang Manggarai untuk adu ketangkasan.
Penyembelihan ayam dan babi
4. Penduduk Wae Rebo adalah Keturunan Minang
Warga desa Wae Rebo mengklaim bahwa mereka adalah keturunan Minang dari Sumatera Barat. Empo Maro, nenek moyang Wae Rebo berasal dari Minangkabau yang merantau hingga ke Flores. Pada saat itu kehidupan nenek moyang  berpindah-pindah tempat tinggal hingga akhirnya menetap di kawasan yang sekarang menjadi Desa Wae Rebo ini.
Walaupun mereka merupakan keturunan Minang, namun nama-nama penduduknya tidak seperti nama orang Minang kebanyakan. Sampai saat ini memamg belum ada riset yang membuktikan bahwa masyarakat Wae Rebo berasal dari Minangkabau. Kendati pun demikian, warga masyarakat Wae Rebo meyakini bahwa mereka berasal dari Minangkabau.
5. Bendera Dipasang di Atas Rumah Adat Saat Upacara Kemerdekaan
Walaupun terpencil, Wae Rebo tetaplah bagian dari Indonesia. Ketika Hari Kemerdekaan, selalu ada upacara untuk memperingatinya. Uniknya, warga Wae Rebo akan memasang bendera Indonesia di atas rumah adat yang berbentuk kerucut tersebut saat upacara bendera berlangsung.
Beberapa orang saling membantu untuk memastikan bendera berdiri dengan kokoh di puncak atap rumah adat. Ini bukti bahwa masyarakat setempat setia dan cinta tanah air. Merefleksikan cinta tanah air melalui upacara bendera pada perayaan 17 agustus di setiap tahun.
Pengalaman Pertama Berkunjung ke Wae Rebo
Pada tanggal 28 Desember 2021, penulis bersama ketiga saudara berkunjung ke Desa Wae Rebo. Kalau mau dibilang kunjungan ini terkesan mendadak, tanpa periapan khusus. Mengingat perjalanan kami sangat bergantung pada kondisi cuaca saat itu. Jika hujan maka rencana untuk berkunjung ke Wae Rebo di batalkan.
Perjalanan kami dimulai dari kota Borong ibu kota kabupaten Manggarai Timur menuju kota Ruteng ibu kota Manggarai. Perjalanan menggunakan sepeda motor dalam waktu tempuh  kurang lebih satu jam. Kami menginap di rumah salah satu keluarga (bapa koe "dalam bahasa manggarai" = adik dari bapak ) di Waso, masih bagian dari kota Ruteng.
Keesokan harinya kami berangkat menuju Kecamatan satarmese Barat tepatnya di Narang. Perjalanan dari Kota Ruteng ke Narang, kurang lebih membutuhkan waktu satu setengah jam perjalanan, menggunakan sepeda motor. Kami menginap semalam di Narang sebelum berangkat ke Wae Rebo.
Perjalanan dari Ruteng ke Narang melewati persawahan yang indah. Sesekali kami berhenti untuk sekedar mengambil foto. Disambut senyum dan sapa oleh masyarakat setempat. Kita seperti berada bersama saudara dekat karena keramahan masyarakat setempat.
Bermalam di Narang, disambut dengan hujan deras sampai pagi. Rencana menuju Wae Rebo bisa saja batal akibat hujan deras. Hujan deras semalaman sampai pagi. Jika, tidak berhenti maka kami putuskan untuk membatalkan perjalanan. Mengubah agenda wisata tepatnya.
Untung saja tepat pukul 08.00 pagi hujan berhenti dan matahari  pagi mulai muncul. Tidak menunggu lama kami bersiap dan bergegas menuju Wae Rebo. Masih menggunakan sepeda motor menuju kesana.
Perjalanan menuju pos pendakian Wae melalui jalur pesisir pantai. Perjalanan disuguhkan dengan pemandangan pesisir pantai yang indah dan menawan. Sesekali kami berhenti untuk sekedar berfoto di pesisir pantai.
Perjalanan ini terasa komplit karena bisa melewati persawahan, pesisir pantai dan perbukitan. Sebelum sampai ke Wae Rebo, kita sudah bisa menikmati panorama alam yang indah. Ini seperti bonus bila kita berkunjung ke Wae Rebo.
Setelah itu, perjalanan kami dilanjutkan sampai pada pos pertama pendakian. Disana, kami disambut oleh orang tua yang bertugas menjaga kendaraan bila kita hendak melakukan pendakian. Kami diminta untuk membayar biaya parkir sebesar Rp20.000 per 1 unit motor.
Pepohonan yang rimbun akan menemani pendakian (perjalanan) kami. Tidak lupa kami menyewa tongkat untuk digunakan saat perjalanan. Perjalanan langsung disambut dengan medan yang menanjak.
100 meter perjalanan saya mulai merasa kelelahan. Mengikuti ritme perjalanan yang cepat dari saudara-saudara, membuat saya merasa tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan. Namun saya mengubah ritme perjalanan dengan perlahan sambil mengambil foto.
Suasana perjalanan seketika berubah menjadi sangat menyenangkan. Ditemani bunyian burung dan desiran angin sepoi-sepoi menambah energi perjalanan. Dalam perjalanan kami menemukan setidaknya 6 titik air terjun yang indah.
Perjalan kami menempu jarak kira-kira 6 km menuju puncak Wae Rebo. Berjalan kaki dengan waktu tempuh kira-kira 2 jam lebih. Kami langsung disambut oleh tokoh masyarakat yang bertugas saat itu.
Kami langsung diarahkan ke rumah utama (mbaru gendang) untuk ritual adat penerimaan tamu. Disitu kami memberikan sejumlah uang yang dalam bahasa setempat sebagai seng wae lu'u. Kami juga diberitahu biaya masuk ke Wae Rebo saat itu juga. Untuk wisatawan yang mau nginap harus membayar Rp350.000 per kepala. Sedangkan untuk wisatawan yang tidak menginap harus membayar Rp250.000.
Kami memilih untuk tidak bermalam disana, karena ingin melanjutkan perjalanan ke tempat wisata yang lainnya. Selain itu, kami juga ingin berkunjung ke sanak saudara di Manggarai. Oleh karena itu, kami hanya disuguhkan segelas kopi panas untuk dinikmati. Ini sunggu luar biasa nikamatnya, kopi asli Wae Rebo.
Tidak lupa kami mengambil foto di desa Wae Rebo. Foto yang berlatar belakang rumah adat yang eksotis. Kesan yang luar biasa saat berkunjung ke Wae Rebo.
Setelah foto-foto kami langsung bergegas pulang. Tidak lupa kami berpamitan dengan masyarakat Wae Rebo. Perjalan pulang kali ini medannya berubah menjadi menurun kontras dengan saat menuju Wae Rebo.
Catatan Khusus untuk Pemda Manggarai
Pemerintah daerah (Pemda) Manggarai harus memperharikan infrastruktur menuju Wae Rebo. Terutama infrastruktur jalan yang masih jauh dari kata layak. Sepintas kalau kita perhatikan memang sudah ada pembenahan terutama jalan raya, namun belum secara keseluruhan.
Bicara Wae Rebo bukan sekedar bicara pariwisata. Di sana mengandung nilai-nilai budaya yang unik dan luar biasa. Yang masih mempertahankan keaslian, dan ini menjadi peluang menjadikan wae rebo sebagai laboratorium budaya Manggarai.
Pemberdayaan masyarakat sekitar Wae Rebo harus tetap dilakukan. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapat keuntungan dari keberadaan Wae Rebo. Â Paling tidak, berdampak pada bagi pendapatan masyarakat setempat.
Jika pembenahan infrastruktur menuju Wae Rebo dilakukan secara rutin tentu akan berdampak bagi sektor pariwisata yang lainnya. Satarmese tempat dimana Wae Rebo menyimpan destinasti alam lain yang juga tidak kalah menarik.
Hamparan sawah yang indah, pesisir pantai dengan perbukitan yang menakjubkan. Sudah dikatakan tadi bahwa Satarmese memiliki destinaasi yang komplit. Yang siap memanjakan mata para pelancong.
Memang saat ini pemda masih fokus terhadap sektor kesehatan. Akibat pandemi covid-19 sektor pembangunan infrastruktur cenderung diabaikan. Tidak salah memang, akan tetapi kedepannya bila pandemi covid 19 berakhir pemda harus fokus terhadap pembangunan infrastruktur jalan. Sekian!
Sumber Bacaan:
1. Wae Rebo, Desa Tradisional Orang Minang di Pegunungan Flores
2. Wae Rebo, Desa Tradisional Terindah di Indonesia
3. 5 Fakta Menarik tentang Wae Rebo di Flores
4. Arsitektur Rumah Adat Mbau Niang Wae Rebo
5. Penti, Upacara Adat di Wae Rebo untuk Sambut Musim Tanam Tiba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H