Untuk sekarang, pemasaran produk pertanian melalui platform pasar digital memang masih relatif kecil. Dan juga masih terkendala fasilitas seperti listrik dan jaringan internet.Â
Keberadaan petani pelosok memang masih jauh dari sentuhan teknologi apalagi kalau berbicara tentang digitalisasi pemasaran produk pertanian. Akan tetapi bukan tidak mungkin suatu saat nanti semua produk pertanian akan dipasarkan secara online.
3. Mengembangkan pola pertanian berbasis riset
Petani milenial memegang teguh prinsip perkembangan pertanian berbasis riset. Meninggalkan cara lama dan beralih ke cara baru yang berpedoman pada hasil riset para ahli. Demi menjaga kualitas produksi pertanian.
Hal ini tidak berarti petani milenial harus menjadi ahli dalam melakukan riset. Namun dalam hal bertani mereka dapat menjadi hasil riset untuk diterapkan dalam kegiatan bertani. Sebagai misal, memilih benih unggul yang sudah direkomendasikan oleh Badan Riset di sektor Pertanian.
Sering kali kita mendengar petani yang menolak benih yang dibagikan oleh pemerintah. Dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Padahal, riset dilakukan untuk merespon kebutuhan pasar baik pada skala nasional maupun skala internasional.
Setiap usaha selalu kembali pada hukum pasar. Keinginan pasar yang harus dipenuhi bila ingin laku. Pada sektor pertanian pun demikian, harus mengikuti kebutuhan permintaan pasar.Â
Sebagai contoh: pasar membutuhkan beras yang berkualitas, tapi petani memproduksi padi dari benih yang tidak berkualitas. Maka sia-sia lah kerja petani.
4. Menciptakan destinasi agrowisata
Fokus petani milenial tidak boleh hanya pada upaya meningkatkan hasil produksi tani. Pengembangan destinasi agrowisata adalah langkah alternatif untuk meningkatkan penghasilan tambahan. Perkembangan agrowisata di Indonesia sebenarnya cukup menjanjikan.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan destinasi agrowisata. Contoh konkret daerah yang berhasil membangun destinasi agrowisata adalah kota Batu, Malang, Jawa Timur.Â