Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buah dari Kekerasan adalah Kekerasan dan Rasa Takut, Sama-sama Berbahaya

12 Oktober 2021   12:10 Diperbarui: 12 Oktober 2021   17:23 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kita temukan dalam keluarga atau masyarakat, kekerasan dianggap biasa dan dibiarkan begitu saja. 

Kekerasan seperti dipelihara dan dinikmati oleh oknum-oknum tertentu. Akan menjadi parah bila sikap acuh telah merusak nalar empati seseorang.

Kekerasan rentan terjadi kepada anak-anak. Hal ini karena dalam diri seorang anak belum ada mekanisme ketahanan diri. Anak dianggap masih lemah sebab pada saat kekerasan berlangsung anak-anak sering kali diam tanpa ada perlawanan. Sayangnya, pelaku kekerasan adalah orang terdekat korban seperti orang tua, paman, bibi, kakak dan lain sebagainya. 

Mekanisme kontrol yang lemah dari lingkungan sekitar ikut mempengaruhi meningkatkannya kasus kekerasan pada anak. Ini anak saya, saya berhak atas anak ini. Itulah kira-kira argumentasi orang tua saat melakukan kekerasan terhadap anak. 

Atau anak ini layak dihukum karena sudah keterlaluan. Dianggap sebagai bagian dari proses yang bijaksana untuk membentuk sikap dan mental anak.

Hasil dari kekerasan itu hanya ada dua, menghasilkan kekerasan baru atau meninggalkan rasa takut (traumatis) pada anak. Semakin sering menerima kekerasan, seorang anak mungkin saja akan merasa takut. 

Dan bahkan akan meningkatkan rasa traumatik yang berlebihan. Alhasil, kepribadian anak sulit berkembang termasuk dalam hal bersosialisasi.

Di lain pihak, kekerasan akan menanam rasa benci kepada anak. Kebencian tersebut kelak akan berubah menjadi dendam yang membara. Acap kali sasaran dendam seorang anak dilakukan kepada teman sebayanya. Kemarahan yang meledak-ledak sebagai akibat dari kondisi emosional anak yang tidak stabil.

Kasus kekerasan yang terjadi di Kecamatan So'a seperti pada pengantar tulisan ini merupakan kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh seorang anak, dalam hal ini di kalangan pelajar. 

Kita mungkin berpikir, sebagai kaum terpelajar sebenarnya mereka lebih baik dalam mengelola emosi. Namun, fakta menunjukkan keadaan yang terbalik, hanya karena hal sepele, seseorang bisa marah dan melakukan kekerasan.

Setelah kejadian seperti itu, barulah masyarakat ramai-ramai bersimpati terhadap korban kekerasan. Masyarakat sebagai komunitas sosial harusnya ikut bertanggung jawab terhadap kasus kekerasan yang terjadi di kalangan masyarakat. Ada trend kehidupan yang sangat apatis terhadap isu-isu kekerasan. Mungkin karena dianggap hal yang lumrah terjadi di lingkungan yang serba keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun