Hemat saya, gagasan 'new normal' yang sudah/sedang berjalan ini belum optimal. Mengapa? Karena esensi dari 'new normal' bukan saja soal mengikuti protokol kesehatan, melainkan lebih kepada new paradigm, new behavior, dan new activity yang lebih tertib, lebih disiplin, dan saling menjaga satu sama lain. Pertanyaan sekarang adalah, mampukah kita menjalaninya? Sudah tertib dan disiplinkah kita dalam setiap aktivitas? Saya kira, jawabannya kembali ke pribadi kita masing-masing. Karena itu, untuk mengetahui mengapa aktivitas masyarakat saat ini seolah 'kurang' peduli terhadap protokol kesehatan, maka saya coba menganalisisnya dengan pendekatan teori atribusi dalam psikologi sosial.
Secara sederhana, teori atribusi menjelaskan bagaimana orang menyimpulkan penyebab tingkah laku yang dilakukan diri sendiri atau orang lain. Teori ini menjelaskan proses yang terjadi dalam diri kita sendiri sehingga memahami tingkah laku orang lain. Setidaknya ada dua bentuk atribusi yakni atribusi situasional dan atribusi disposisional. Sebagai contoh, kalau kita melihat perilaku orang ketika berada di keramaian, atau di pasar/pusat perbelanjaan, banyak dari mereka yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Lantas, mengapa demikian? Kalau menggunakan atribusi situasional, kita bisa menjawab bahwa banyak orang kurang mematuhi protokol kesehatan di tengah keramaian pasar/pusat perbelanjaan karena mereka memang membutuhkan barang/jasa, butuh makan, butuh bekerja untuk bisa bertahan hidup, harus berjualan untuk mendapat penghasilan, dan seterusnya. Akan tetapi, kalau menggunakan atribusi disposisional, maka jawabannya adalah, orang tidak mengindahkan protokol kesehatan karena memang pribadi dan karakter atau watak orang tersebut pada dasarnya tidak displin, tidak taat, dan tidak peduli.
Jelas ada dua perspektif berbeda dari jawaban di atas. Karena itu, kita jangan sampai salah kaprah dalam menilai perilaku masyarakat saat ini. Kita harus objektif dalam menyimpulkan hubungan sebab-akibat terhadap aktivitas kita sendiri maupun orang lain. Kita jangan terlalu cepat menyimpulkan berdasarkan petunjuk yang tersedia, atau bahkan berdasarkan faktor emosional saja.
Perilaku masyarakat saat ini bisa saja terlihat kurang peduli. Akan tetapi, kita juga harus maklum bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah, tetap harus beraktivitas di luar rumah agar bisa hidup. Kalau serangan Covid-19 ini membuat Pemerintah kemudian menerapkan kembali PSBB secara total, maka saya yakin, banyak masyarakat yang akan protes. Persoalan melawan Covid-19 memang kompleks dan tidak mudah. Perilaku masyarakat pun selalu memiliki alasan yang rasional, sehingga kita tidak bisa memaksa kehendak untuk menertibkan kegiatan/aktivitas masyarakat kecil dan menengah ke bawah. Sebab hidup mereka bergantung pada usaha UMKM harian. Jadi, sekali lagi, kita perlu bekerja sama memecahkan persoalan ini dengan pendekatan yang elok. Ingatlah bahwa kita sedang mengalami 'badai' yang sama, tetapi 'kapal' kita berbeda. Kita harus jeli dan bijak dalam berperilaku, beraktivitas, berbagi, dan menilai, sehingga situasi 'abnormal' saat ini dapat tergantikan dengan'new normal' yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H