Baru-baru ini sebagaian masyarakat Papua dikejutkan oleh hadirnya rencana pembentukan Provinsi baru di Papua, yakni rencana pemekaran Provinsi Papua Selatan oleh pemerintah pusat. Hal tersebut sangat mengenjutkan masyarakat khususnya masyarakat Orang Asli Papua atau OAP.
Melihat hal tersebut, Abraham Eduard Osok salah satu mahasiswa asal Papua yang sedang mengenyam pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana merespons peristiwa tersebut.
"Pemerintah pusat seharusnya hadir dengan sentuhan humanis atau kemanusiaan untuk bangun masyarakat dan tanah Papua, bukan berbicara tentang pemekaran daerah otonomi baru atau DOB, karena pemekaran bukanlah solusi yang tepat dilakukan pemerintah pusat dalam menjawab rentetan permasalah OAP di Bumi Cendrawasih."
Apalagi selama 20 tahun pengucuran dana otonomi khusus atau dana OTSUS ke Papua tidak membawa dampak perubahan terhadap OAP, karena dana otonomi khusus tidak tepat sasaran sampai kepada akar rumput. Sehingga, hal ini jelas masih berdampak pada kedua provinsi di Bumi Cendrawasih yakni, Papua dan Papua Barat yang merupakan penghuni terakhir dasar dengan memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang sangat rendah di Indonesia. Ungkapnya"
Lantas pemerintah punya solusi apa akan hal ini, terkait IPM yang sangat rendah di Papua dan Papua Barat? Karena pemekaran Daerah Otonomi Baru bukan solusi menyejahterakan rakyat, melainkan membuka seluas-luasnya potensi konflik di daerah dan masuknya transmigran baik dalam sistem pemerintahan maupun lembaga lain serta penguasaan pasar.
 Sebaiknya pemerintah pusat lebih dulu mengkaji tentang peluncuran dana Otonomi khusus yang sampai hari ini tidak membawa dampak perubahan terhadap masyarakat OAP, apakah sudah tepat sasaran atau belum dan sampai 20 tahun dana otsus hadir mengapa Indeks Pembangunan Manusia di tanah Papua masih sangat rendah. Ada apa dengan sistem yang dijalankan oleh pemerintah daerah dalam mengelola dana otsus ini sampai gagal membangun sumber daya manusia Papua. Hal itu yang perlu dibicarakan, bukan membicarakan pemekaran Daerah Otonomi Baru yang nantinya membuat orang Papua hanya menjadi penonton karena tingkatan sumber daya manusia yang minim. Kata mahasiswa asal papua tersebut"
Dalam Undang-Undang Otonomi Khusus dikatakan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah orang asli Papua. Lalu pertanyaannya; kaki tangan di bawahnya semua orang asli Papua?
Jelas hal ini menjadi pertanyaan, karena belum tentu pemekaran DOB membawa dampak positif terhadap kesejahteraan OAP melainkan berdampak buruk dan melahirkan potensi konflik di sana.
Selain itu, para elite dalam pemerintah daerah juga harus melihat masalah kesejahteraan OAP dan jatah pekerja untuk pemerintahan dan lembaga lainnya yang beroperasi di Papua. Harus semaksimal mungkin memiliki jatah yang lebih besar terhadap OAP, agar OAP mendapati haknya sebagai daerah kekhususan.
Selama ini dinamika politik dan birokrasi pemerintahan di Papua mulai kehilangan kekhususan, lantaran yang menikmati kekhususan itu adalah orang-orang yang tinggal di Papua, bukan Orang Asli Papua sendiri.
Realita yang terjadi hari ini kita bisa lihat sebagai salah satu contoh, yakni DPRD Kota Sorong yang memiliki kursi anggota Legislatif total 30 kursi namun dihuni oleh OAP hanyalah 6 orang dan sisanya non-Papua.
Lalu untuk apalagi pemekaran DOB di Papua, yang hanya untuk menggusur orang Papua yang awalnya hidup di kota mulai bergeser ke tepian perkotaan dan membongkar hutan lagi untuk bangun perkampungan lalu tinggal dan kemudian datang pemekaran lalu mundur lagi ke belakang bongkar hutan serta buka lawan untuk perkampungan baru sampai hutannya habis.
Jika pemekaran Provinsi Papua selatan sudah final, maka akan menimbulkan rasa ketidakadilan akan daerah lain di Indonesia yang sudah lama lebih dulu meminta pemekaran di daerahnya masing-masing.
Hal ini akan menimbulkan gesekan baru, bahwa keadilan di negara ini hanya didasarkan pada kebutuhan negara dalam melihat potensi kekayaan sumber daya alam daerah itu, bukan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat di daerah itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H