Lingkungan sekitar memberi julukan "tiga D" adalah Darwin, Dewi dan Damar. Sebuah keluarga kecil pengusaha catering untuk anak kost. Rumahnya memang dekat dengan sebuah Universitas, dan dekat dengan beberapa kantor pemerintahan. Sehingga bisnis catering memberikan jaminan penghasilan yang cukup untuk bisa hidup dan sekolah Damar anaknya.
Darwinto nama lengkapnya tapi lebih suka dipanggil Pak Darwin, biar lebih keren katanya. Karena para pelanggan cateringnya para mahasiswa dan pegawai kantor. Jadi harus pakai nama komersil yaitu nama yang membuat "pede"seperti nama orang barat. Emang dengan merubah nama akan merubah DNA seperti orang barat? Tapi itulah alasan Pak Darwin lebih nyaman dengan nama panggilan itu. Lagi pula kan tidak merubah nama, hanya pemenggalan kata saja. Yang dipakai sepenggal nama depanya.
Sejak masih siswa SMA Pak Darwin sudah mengenal tembakau, dan menjadi penikmat sejati. Hingga sekarang diusia diatas 45 tahun masih setia menghisap rokok. Padahal Damar anak laki-lakinya yang sudah kelas 2 SMK jurusan otomotif juga sering mengingatkan bahaya asap rokok. Untung saja Damar tidak meniru bapaknya yang suka merokok. Kalau Bu Dewi  istrinya sudah bosan menasehatinya. Setiap nasehatnya berlalu bersama asap rokoknya.
Hari minggu itu Pak Darwin sekeluarga tak bisa menikmati liburan dan tak ada acara keluar rumah. Diluar hujan deras sementara Bu Dewi sedang menyusun menu untuk persiapan catering anak-anak .
" Pak menu buat besok harus siap nih...padahal bahan-bahan banyak yang belum dibeli.."gerutu bu Dewi
"masih hujan bu.. masa bapak harus belanja hujan-hujanan" sambung pak Darwin.
"seandainya kita punya mobil sendiri, kan ga usah repot terganggu hujan.. belanja bisa banyak biar ada stok untuk persediaan...dan kalo kirim makanan bisa sekali angkut..' Damar memberi masukan ide.
"walah.. jangan terlalu jauh mikirnya Damar... Usaha catering kita itu modalnya mepet banget, sehingga sulit bersaing dengan catering lainya..bisa berputar saja sudah bagus...jangan mikirin mobil dulu... kecuali ada yang kasih modal tunai tanpa angsuran ...." jawab pak Darwin sambil tersenyum.
Sejurus kemudian pak Damar mengambil sebatang rokok dan "kling" suara korek Zipo beraksi pertanda rokok siap dibakar. Dan dari agak jauh bu Dewi memperhatikan dan mendengarkan obrolan anak dan bapaknya. Â Tiba-tiba Bu Dewi terganggu dengan kata-kata "modal tunai" yang barusan terucap oleh Pak Darwin. Segera Bu Dewi ambil kertas dan corat-coret sambil sesekali melihat Pak Darwin menikati asap rokoknya.
Damar yang melihat bapaknya merokok segera mengambilkan asbak untuk menampung abu. Tapi diam-diam Damar berpikir dan muncul pertanyaan. " kenapa bapaknya selalu membakar uangnya dalam bentuk rokok? yang manfaatnya tidak ada, yang merasakan nikmat rokok juga hanya bapaknya. Coba uangnya ditabung kalau sudah sekian tahun kan bisa beli mobil.  Jadi uangnya dibelikan bensin bukan untuk rokok. Kan uangnya  sama-sama dibakar cuma dalam bentuk lain dan manfaatnya juga lain"...
Hasil  coretan BuDewi ternyata menghitung kasaran  jumlah rokok yang sudah dihisapnya selama  l8 tahun menjadi suaminya. Yaitu sekitar 7 jutaan tiap tahun. perhitungan didapat dari jumlah rokok yang dihisap perhari dikalikan 365. Uang untuk beli rokok perhari adalah Rp 20.000. Karena pak Darwin adalah perokok berat. sehingga hasilnya 7 jutaan itu sudah terpotong jika puasa dan lainya. Kalau delapan belas tahun bisa 130 jutaan ..."wah bisa beli mobil baru nih " dalam hati Bu Dewi girang.