“..muka Wiji tampak penuh luka. Pelipis kiri dan pipi di bawah mata kanannya diperban. Hidung Wiji juga tampak luka seperti terkena pukulan senjata. Pelipis kanan Wiji dan jidatnya bengkak. Mata kirinya hampir tertutupi oleh perban. Sementara bibir atas Wiji jontor. Wiji harus kehilangan 4 giginya karena pukulan yang cukup keras dari aparat, tangannya juga biru.." (news.detik.com/2012/09/02)
Catat, sungguh beringas dan membabi buta para personil Densus 88 yang menyergap Mbah Wiji tanpa ampun, kejinya para komando kepada seorang pria tua yang berumur 65 tahun…!
[caption id="attachment_204342" align="alignnone" width="460" caption="Babak Belur Mbah Wiji 65 tahun (gbr:detik.com)"][/caption]
Derita Luka Fisik dan Trauma Penganiayaan
Sempat terpikir oleh saya bahwa personil Densus menggunakan gagang senpi dan pukulan tangan bertubi-tubi untuk menghantam tubuh dan wajah Mbah Wiji sehingga babak belur dan merontokkan 4 gigi, bayangkan sakit dan derita Mbah Wiji saat kejadian berlangsung sampai sekarang (recovery). Itu baru derita fisik,dimana sampai sekarang Mbah Wiji terbaring lemah dan masih merasa pusing.
Secara kejiwaan juga mengerikan, karena cucu Mbah Wiji ( anak terduga Bayu) menangis keras melihat Mbah-nya ditangkap dan dipukuli secara beringas oleh personil Densus. Keji..!
“..Cucu (saya) menangis keras saat melihat saya dipukuli dan diikat,” kata Wiji terbata-bata. Rupanya saat itu Densus salah tangkap karena mengira Wiji adalah Bayu yang menjadi target. Densus lalu mendobrak kamar sebelah, tempat Bayu dan istrinya tidur. Di kamar itulah Bayu yang tidur ditangkap bersama tas dan sebuah ponsel. (jogja.tribunnews.com/2012/09/03)
Kita semua ngeri membayangkan trauma yang di alami oleh cucu Mbah Wiji yang masih bocah kelas 3 SD. Semoga Komnas Perlindungan Anak menindaklanjuti kasus ini.
Skill Komando Anti Teror Tapi Aksi Brutal dan Amatir
Pelatihan kepada personil Densus 88 ini tidak sepele tapi juga sangat besar anggaran operasionalnya, karena detasemen ini diklasifikasi sebagai grup elite para komando dengan spesialisasi satuan anti teror, pelatihan komando para ini setara dengan yang dimiliki oleh Detasemen 81 Koppasus TNI AD, Denjaka TNI AL serta Denbravo TNI AU.
Densus Itu Idealnya Ksatria Bukan Para Jagal
Layaknya prajurit para komando, kemampuannya minimal setara dengan 2 orang prajurit/polisi biasa. Tapi personil Densus menyalahgunakan (gagal) kemampuan dan wewenangnya dengan “menggebuk-memukuli” Mbah Wiji (orang tua civilian not military) secara brutal tanpa ampun. Kalau salah tangkap – tidak dipukul masih mending, lah ini sudah salah tangkap kemudian membabi-buta memukuli pria tua yang tidak melakukan perlawanan blas..! apa gak brutal dan amatir tuh personil Densus..?
Pemukulan kepada Mbah Wiji membuktikan personil Densus over acting dan sewenang-wenang.
Cuman Di Kasih 1 Juta, Sudah Habis 1,2 Juta Untuk Berobat
Polsek Kalioso kali ini kena getahnya akibat aksi brutal personil Densus yang lakukan penyergapan, Polsek Kalioso memberikan uang sebesar Rp 1 juta kepada Mbah Wiji untuk berobat. Pake perasaan dan simpati dikit-lah, mana cukup? keluhan Retno Setyorini, anak Mbah Wiji, istri dari terduga pelaku teror Bayu.
Karena personil Densus sudah merontokkan 4 gigi Mbah Wiji, idealnya harus diganti-kan? Tolong dikoreksi, jika 1 gigi palsu mencapai Rp 500 ribu, berarti harus mengganti Rp 2 juta, betul?
Sungguh tidak manusiawi perlakuan kepada Mbah Wiji dan keluarga, apakah Kepolisian tidak punya simpati membayangkan penderitaan Mbah Wiji dan keluarga…?
Operasi Yang Prematur dan Minim Data Intelijen
Apakah sebelum penyergapan personil densus tidak mendapat briefing dari intelijen tentang siapa-siapa dan jumlah penghuni rumah terduga Bayu..?
Apakah sedemikian berbahaya terduga Bayu sehingga personil menjadi kalap dan langsung main hantam mertua bayu yakni Mbah Wiji yang berumur 65 tahun..?
Apakah intelijen tidak mengintai rumah dan penghuni tersebut..?
Apakah Mbah Wiji seoarang criminal sehingga harus dibekuk dengan kekerasan..?
Jika demikian data intelijen yang minim dan operasi penyergapan dilakukan secara tergesa-gesa alias premature, korbannya adalah Mbah Wji dan cucunya yang ketakutan berdampak trauma kejiwaan.
KomJen Sutarman “Terpukul”, Faktanya Dipukuli Hingga Berdarah-darah
Jenderal polisi bintang 3 ini (Sutarman) kalo omong serampangan gak dicerna dan dinalar;
"Orang tua Bayu ini menghalang-halangi. Mungkin terpukulnya tidak sengaja," kata Sutarman.
Atau doi tidak bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar atau masa bodoh sehingga tidak bisa mengkomunikasikan sebuah keadaan kritis dilapangan; Sutarman bilang terpukul, padahal yang terjadi adalah dipukuli (berkali-kali dipukul bukan terpukul-sekali pukul).