Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada Fenomena Menikah Buta, Menikah Gelap dan Kawinan

8 Februari 2021   17:19 Diperbarui: 8 Februari 2021   18:12 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkawinan adalah Lembaga Buatan Tuhan (www.beloveth.com)

Tak dapat kita pungkiri bahwa banyak serapan kata dalam pergaulan sehari-hari kerap membingungkan. Ambil contoh, berapa banyak dari kita yang paham makna kata nikah dan kawin? 

Mungkin karena pengaruh adab Timur yang terkait tentang sakralnya hal yang terkait dengan seksualitas maka secara umum yang dipahami bahwa baik nikah maupun kawin adalah sama namun dalam keseharian, cenderung percakapan yang sopan adalah nikah. Kata kawin dianggap kurang sopan, meski secara legal baik di undang-undang maupun di KTP yang dikenal adalah kawin, bukan nikah.

Kata Baiknya, Kawin atau Nikah?

Asal kata kawin bermula dari turunan kata bahasa Sansekerta, Vini (artinya membawa pergi, mengantar pergi). Proses mengawinkan seorang gadis atau mengantarkan mempelai perempuan dari rumah orang tuanya ke rumah mempelai pria disebut Vivah, bahasa Sansekerta. Kemudian diserap dalam bahasa Jawa Kuno menjadi Hawin atau Awin.

Peristiwa perkawinan antara gadis yang dikawini dan pria yang mengawini disebut Wiwaha, bahasa Jawa Kuno. Kata Wiwaha ini muncul dalam karya sastra Mpu Kanwa saat pemerintahan Prabu Airlangga, Jawa Timur sekitar 1030 M, yang dikenal dengan Kakawin Arjunawiwaha. Kisah Arjuna yang berhasil melaksanakan tugas dari Para Dewa dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari.

Lantas mengapa timbul istilah kata nikah di masyarakat Indonesia. Seyogyanya, kata nikah adalah serapan dari budaya asing yakni dari bahasa Arab, nakaha (kata kerja) artinya berkumpul, bersetubuh, atau belakangan diartikan pria menerima seorang gadis sebagai istri yang sah. Kata bendanya, nikah (bahasa Arab), artinya perkumpulan, persetubuhan, atau belakang diartikan perjanjian antara pria dan wanita untuk hidup sebagai suami istri yang sah secara agama.

Menurut publikasi Mahkamah Agung, kata kawin adalah dari bahasa Indonesia dan sah menurut undang-undang sehingga itu yang sebaiknya dipakai. Meskipun kata nikah yang berasal dari bahasa Arab mirip artinya.

Dari penjabaran tersebut, sepertinya jelas sekali bahwa kata "nikah" lebih kepada kegiatan biologis bermakna tabu (negatif) sedangkan "kawin" lebih kepada kegiatan sakral cenderung tidak tabu (positif/ baik).

Fenomena Menikah dan Kawin

Sekedar berbagi pandangan terkait fenomena sosial terkait perkawinan di masyarakat yang patut dikenali kalau tidak mau dikatakan waspadai, sebelum terlanjur terseret jauh hampir kepada seluruh perjalanan hidup rumah tangga.

Apa saja itu fenomena yang perlu diwaspadai sebelum memutuskan untuk persiapan perkawinan:

Menikah Buta

Kamu pernah tahu tidak, pernah ada suatu pelajaran sekolah yakni geografi dengan mata pelajaran "Peta Buta". Peta buta ini adalah peta yang tidak memiliki keterangan lengkap sebagai alat pengenal, hanya berupa gambar garis dan kontur. 

Berbeda dengan Peta Atlas yang memuat gambar wilayah dan kontur termasuk keterangan detail seperti batas negara, hasil bumi, data statistik dan lain-lain. Jadi secara umum, pelajar wajib memahami dan menghafal peta atlas dahulu sebelum meguji dirinya dengan peta buta.

Nah, istilah Menikah Buta adalah perkawinan pria dan wanita secara spontan dengan tanpa keterangan yang lengkap dan mempunyai tujuan yang kurang jelas. 

Keterangan lengkap yang dimaksud seperti mengetahui asal-usul keluarga, apakah benar ini pernikahan pertama, mengenal sifat positif dan negatif pasangan termasuk kelebihan dan kekurangannya, secara jasmani apakah sehat untuk memperoleh keturunan atau ada cacat bawaan, dan lainnya. Mempunyai tujuan yang kurang jelas maksudnya adalah menikah yang bertujuan hanya untuk mendapatkan status "sudah kawin".

Akibat dari menikah buta ini, di kemudian hari antara lain:

Penipuan: ada yang menemukan pasangannya ternyata menyembunyikan identitas asli atau ternyata masih status menikah, yangmembuat malu atau aib termasuk kesedihan atau penyesalan dan akhirnya berujung pada kesia-siaan atau perceraian.

Kekerasan: ada yang menemukan pasangannya ternyata suka menyembunyikan perilaku kekerasan saat pacaran dan baru ketahuan ketika sudah menikah

 

Menikah Gelap

Menikah Gelap adalah perkawinan yang dilangsungkan karena melanggar adab atau mengandung unsur gelap mata atau kegelapan seperti wanitanya sudah hamil akibat hubungan gelap dengan pasangan prianya, atau pasangan pria yang melarikan wanita akibat tidak ada persetujuan orang tua atau wali dari pihak wanita, atau perkawinan karena pengaruh kuasa kegelapan seperti terkena mantera jahat atau demi memperoleh kekayaan bersekutu dengan roh jahat.

Akibat dari menikah buta ini, di kemudian hari antara lain:

Kesulitan dalam membangun hubungan yang baik, damai dan harmonis antar pasangan juga antara orang tua dengan anak bahkan dengan keluarga besar pihak pria maupun wanita. Kerap terjadi pertengkaran dan kesulitan berkomunikasi.

Kawinan

Kawinan adalah perkawinan yang menitik beratkan kepada kepuasan biologis semata atau hawa nafsu seksual. Dalam banyak hal, cenderung memilih untuk melakukan banyak perkawinan untuk melengkapi tujuan biologisnya.

Akibat dari kawinan ini adalah keturunannya menjadi kesulitan untuk menghormati lembaga perkawinan yang sakral. Apalagi bila kebutuhan ekonomi keluarga yang kurang atau tidak tercukupi maka akan timbul banyak pertengakaran.

Ketiga fenomena ini hanya ulasan singkat saja untuk memudahkan penggambaran apa yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat Indonesia saat ini.

Pentingnya Pertolongan Tuhan 

Lalu bagaimana caranya untuk menghindari fenomena tersebut sehingga persiapan perkawinan menjadi baik dan berkelanjutan secara damai dan bahagia hingga generasi anak cucu.

Syarat utama dalam perkawinan adalah mengenal dan memahami pasangan secara utuh dan menyeluruh dengan meminta tuntutan dan hikmat dari Tuhan seperti berdoa kepada Tuhan:  apakah memang ini jodoh saya? Kemudian minta Tuhan berikan tanda bila kesulitan maka bukan jodoh dan bila diberikan kemudahan maka ini jodoh saya.

Syarat selanjutnya adalah mempersiapkan fisik dan mental juga ekonomi secara bersama, saling melengkapi dan saling menghormati untuk mencapai tujuan bersama yakni rumah tangga yang damai dan kuat dan sedapat mungkin mempunyai keturunan sesuai rahmat Tuhan.

Ini berarti pentingnya pertolongan Tuhan. Kita wajib selalu meminta pertolongan dan penyertaan Tuhan dalam setiap keputusan dan perjalanan maupun setiap langkah  kehidupan termasuk perkawinan, agar senantiasa memperoleh rahmat dan anugerah-NYA. Sesungguhnya perkawinan adalah lembaga suci yang dibentuk oleh Tuhan bukan manusia, maka dari itu pertolongan Tuhan sangat utama.

Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah mampir membaca dan menilai artikel ini. 

Jakarta, 8 Februari 2021- EDROL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun