Membaca hal yang berbau "kompetisi" , dalam benak pertama kali saya sebagai orang dewasa  sekaligus orang tua adalah beban sekaligus tanggung jawab. Belum lagi kalau masuk sedikit lebih khusus yakni tentang kompetisi anak.
Ada pandangan secara umum dalam dunia orang dewasa seperti saya bahwa hampir sepanjang hidup selalu penuh dengan kompetisi mulai dari menjadi benih bayi, menjalani pendidikan sekolah formal, dalam perkumpulan sosial seperti keluarga atau komunitas, dalam karir di kantor, dalam usaha. Kesemuanya  masing-masing kita  seakan-akan alaminya sebagai manusia adalah selalu hidup dalam arena kompetisi.
Kompetisi Anak yang Sehat
Bahkan kompetisi digambarkan berpotensi merusak dalam  dunia orang dewasa  sebagaimana yang terjadi di  Amerika Serikat (AS)  telah merangsek ke dunia sekolah anak sebagaimana hasil penelitian seorang ilmuwan sosial,  Alfie Kohn  dalam bukunya  " No Contest: The Case Againts Competition" (1992). Â
Apa yang digambarkan dalam buku tersebut secara ringkasnya adalah kompetisi di AS cenderung tidak sehat dimana kompetisi cenderung pada bagaimana caranya berusaha keras untuk mengalahkan (menjatuhkan) satu sama lain dan mengabaikan nilai pembangunan karakter. Inilah yang membuat kompetisi menjadi nomor satu di AS menjadi hal yang kotor. Hal ini mungkin tidak hanya terjadi di AS, mungkin juga terjadi di negara-negara lain di dunia.
Lebih khususnya, Alfie Kohn  menganjurkan kompetisi  yang sehat khususnya dalam membesarkan anak kepada membangun nilai dan karakter anak sebagai dasar untuk kehidupan masa depannya seperti  merangsang kepercayaan diri untuk tampil, berani mencoba dan belajar keterampilan baru, belajar bekerja sama atau kompak dengan teman-temannya.
Peran Orang Tua Sebagai Pelindung dan Pendidik Anak
Saya sebagai orang tua sadar untuk menjadi belajar bijaksana dengan mengambil peran aktif yang positif agar anak dapat mengembangkan potensi unggulnya dengan banyak membaca buku terkait pengasuhan anak dan mengenal tumbuh kembang anak serta bagaimana menyiapkan anak untuk menghadapi masa depannya. Setidaknya untuk saat ini, saya bersama istri masih proses belajar menjadi positif sebagai orang tua dan berusaha menyiapkan anak kami untuk menghadapi masa depan.
 Mengutip ungkapan bijak  tentang peran orang tua dari Presiden AS, Franklin D. Roosevelt : " Kita mungkin tidak bisa mempersiapkan masa depan anak-anak kita. Namun setidaknya, kita bisa menyiapkan anak-anak kita menghadapi masa depannya kelak".
Dari titik ini  kami orang tua secara sadar memilih mengambil peran sebagai pelindung dan pendidik anak. Melindunginya dari  pengaruh negatif dengan selalu berkomunikasi dan bertindak postif kepada anak sekaligus mendidiknya untuk berperilaku positif dengan mencontoh  perilaku positif kami sambil mengajaknya mengalami aktivitas kehidupan alam dan bermasyarakat.
Salah satu peran didikan kami di rumah seperti memberikan arahan untuk sopan kepada siapa pun terutama kepada orang tua atau yang lebih tua, mengucapkan salam atau permisi atau minta tolong dan tak lupa mengucapkan terima kasih bila dibantu atau dikasih sebuah pemberian.