Latihan menari yang cukup menguras waktu dan energi yang  bagi anak-anak berumur 4 hingga 6 tahun bersama dengan para guru adalah wujud pengorbanan mereka dalam mempersembahkan cinta untuk negeri.Â
Kegembiraan anak-anak begitu murni dan bersahaja mampu mengobati kegalauan orang dewasa atau orang tua seperti saya yang sudah jenuh akan ujaran kebencian dan kekerasan entah itu di lingkup sosial media maupun lingkungan nyata, konon lagi para pejabat publik dan politikus boleh dikatakan banyak yang melakukan hal kurang pantas dan tidak patut menjadi polusi budaya dalam masyarakat.Â
Saya dan isteri serta anak saya mulai dari adzan subuh sudah bersiap menyiapkan diri khususnya anak sarapan pagi untuk kemudian bergerak dari bilangan Pasar Minggu menuju TMII.
Sejak jam 6 pagi hingga jam 8, anak kami bersama dengan ratusan anak lainnya berjubel dan tumpah ruah di ruang bawah belakang pentas berukuran sekitar 5 x 15 meter untuk dipakaikan kostum adat daerah dan di rias sedemikian rupa oleh sekitar belasan penata kostum dan penata rias dibantu dengan koordinator kelas dan guru kelas. Kemudian menunggu di bangku depan panggung bergabung dengan kelas lainnya.
Pas setelah itulah kabar duka tersiar. Kesedihan yang tak kuasa terbendung menimpa negeri dan tanah air tercinta Indonesia.Â
Sudah saatnya kita mulai peduli akan pengamalan luhurnya Pancasila dan ke-Bhinekka Tunggal Ika-an kita dengan sedini mungkin menanamkan cinta pada anak dan menghargai sesama serta aktif dalam bermasyarakat.
Inilah teknologi untuk mengurangi serbuan ideologi asing yang cenderung memaksakan kehendak dengan kekerasan dan menebarkan kebencian atas nama ideologi, yang bertentangan dengan nilai Pancasila dan tentu kemanusiaan bahkan agama sekalipun.
Tentunya jauh lebih mudah mengajarkan anak-anak sejak dini mulai dari TK baik di sekolah, di rumah/keluarga dan lingkungan masyarakat, pentingnya cinta kasih, saling menghormati dan menghargai perbedaan dan keunikan. Kita Bhinneka, Kita Indonesia.
Semoga tidak ada lagi kekejian yang mengatasnamakan ideologi "asing" di negeri Pancasila, tidak ada lagi bom Surabaya lainnya. Kiranya Tuhan melindungi Indonesia.Â
Jakarta, 16 Mei 2018