Pagi itu tanggal 16 Februari 2018, kawasan Ciwidey, Bandung cuacanya cerah setelah sehari sebelumnya hampir seharian diguyur hujan. Â Sinar matahari menerobos masuk ke kamar hotel kami. Hari Raya Imlek 2659 ini bertepatan dengan liburan panjang, kami sekeluarga menghabiskan liburan di Ciwidey, Bandung.Â
Selepas sarapan pagi, kami sekeluarga di hari raya Imlek ini mengunjungi kawasan wisata Kawah Putih dengan mobil pribadi. Perjalanan dari hotel ke pintu masuk Kawah Putih sekitar 40 menit. Setelah membayar retribusi untuk parkir atas mobil roda empat sebesar Rp 150,000 dan masuk orang sebesar Rp 20.000 per orang.
Kami membuka kaca jendela, mematikan AC mobil kami dan membiarkan udara sejuk pegunungan menjadi AC alami kami. Sejak mobil kami mendaki, selalu berpapasan dengan mobil angkot dari atas melaju dengan kecepatan tinggi.
Mobil kami melaju dengan kecepatan rendah karena kondisi jalan banyak berlubang dan tikungan serta lebar jalan hanya cukup untuk dua mobil berpapasan. Dari belakang mobil kami, melesat kencang angkot membawa penumpang penuh menyalip kami dekat turunan. Kubangan jalan berlubang tak pelak menyembur kaca mobil kami dan masuk ke dalam mobil kami.Â
Kami pun segera mengejar angkot ugal-ugalan tersebut dan mencegatnya. Kami mengingatkan sopir atau operator yang ugal-ugalan tersebut dengan agak emosi karena merusak ketenangan kami menikmati liburan dan AC alami, pakaian kami dan kursi mobil penuh cipratan lumpur. Penumpang angkot yang penuh layaknya penumpang odong-odong tersebut, tak satu pun yang bergeming atas kelakuan operator angkot tersebut. Sepertinya acuh tak acuh bahkan ada yang sibuk merekam dengan video kamera. Penumpang angkot yang penuh sesak seperti tak berharga dibawa dengan ngebut layaknya benda mati. Ironis.
Kami akhirnya tiba di parkir atas mobil dan memarkirkan mobil kami dekat dengan kantor pengelola dalam kondisi puntunya tertutup rapat. Kami pun keluar dari parkiran menuju pintu masuk kawah putih. Â Kami hendak melaporkan atas ketidaknyamanan saat berkendara dari bawah, ulang angkot namun kantor tertutup rapat dan tak ada satu petugas pengelola yang berjaga. Kami memutuskan akan melaporkan di pusat informasi bawah nanti.
Parkiran atas penuh sesak dengan mobil angkot oranye yang parkir depan signage "Kawah Putih" yang huruf "A"-nya hilang. Koordinator angkot berkoar-koar mengintimidasi para penumpang yang baru keluar angkot dan hendak menuju angkot agar bergegas turun karena suhu di bawah nol derajat.Â
Di sisi lain dekat gerbang, penjual masker berkoar-koar kondisi kawah di atas normal tanpa ada penjelasan teknis dan mengintimadasi pengunjung untuk membeli masker di meja sebelah kiri gerbang masuk. Begitu mudahnya informasi kawasan yang tidak akurat ini lebih terkesan menakuti pengunjung ketimbang mengedukasi pengunjung. Tak satu pun jagawana atau petugas seragam pengelola yang mengawal mulai dari gerbang tiket, parkiran, pintu masuk bahkan di dekat jembatan atau pantai kawah yang rawan longsor.
Papan-papan peringatan dan papan aturan terpampang di mana-mana seolah sudah cukup. Maraknya penjaja foto keliling dan lapak penjual belerang di kawasan kawah ditambah adanya loket tiket jembatan di pinggir kawah dan petugas tiketnya yang berjam-jam berada di kawasan kawah. Menurut aturan hanya diperbolehkan maksimal 15 menit di kawasan kawah.
Kami berfoto-foto di alun-alun luar kawah dekat saung kecapi lalu menuju parkiran mobil kami kembali. Saat mobil kami bergerak keluar, muncul petugas parkir dengan sempritannya dan meyodorkan tangannya  sebagai tanda minta uang parkir. Kami menyerahkan uang Rp 5000 untuk jasa sempritannya. Simak video di bawah ini untuk reportase detail.
Setiba di bawah, kami segera melaporkan ketidaknyamanan ulah operator angkot dengan nomor pelat D 1933 YQ kepada petugas ekoturisme di pusat informasi, Ibu Mona. Kami menulis laporan ketidaknyamanan di buku biasa dengan menyebutkan informasi keluhan kami. Kemudian menanyakan apakah ada petugas keamanan yang bisa menyaksikan laporan kami, nyatanya di pos keamanan pun tidak ada orang dan pihak polisi tidak kelihatan hanya ada mobil polisi parkir belaka.Â
Menurut keterangan Ibu Mona, pihaknya sudah memberikan peringatan kepada operator angkot dan sosialisasi. Dan untuk laporan kami akan tindak lanjuti dengan peringatan juga. Yang utama kami telah melaporkan insiden ini, kami berharap pengelola serius menangani ini dan memberikan sanksi yang berat atas operator angkot yang ugal-ugalan dan membahayakan wisatawan karena dengan kondisi jalan yang buruk serta tidak adanya "safety" di mobil angkot maka bahaya kecelakaan hanya tinggal menunggu waktu saja.Â
Meski dalam benak kami, pesimistis ada tindak lanjut dari laporan kami  karena pengelola pun memperoleh upeti atau bagi hasil dari operator angkot yang melayani wisatawan naik-turun kawah putih. Pengelola tersandera oleh moncernya keuntungan komersial operasional angkot dan penjaja sekitar kawah.
Semoga artikel saya ini, menjadi masukan yang berarti untuk keselamatan dan kenyamanan wisatawan ke Kawah Putih terutama bagi pemerintah daerah dan pengelola kawasan. Menyelamatkan kawasan Kawah Putih dengan prinsip Ekoturisme yang bertanggung jawab mematuhi Good Governance, mengutamakan keselamatan dan kenyamanan wisatawan dengan informasi akurat, pengawasan melekat dan pelayanan yang profesional.
Salam Waspada,
Jakarta, 18 Februari 2018
Edrol70
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H