Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Sebaran Energi Melon Kok Sebelah Mata ?

1 Desember 2016   18:19 Diperbarui: 1 Desember 2016   18:55 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Distrbusi Elpiji Sebelah Mata (sumber gambar disadur dari www.berandakata30.blogspot.com)

Sssshhhh.....

Bunyi mendesis  seirama dengan semerbak aroma belerang sekejap memenuhi atmosfir udara tempat arena demonstrasi berlangsung.  Dalam sekejap mampu menusuk hingga menembus syaraf otak hingga kepala terasa pening sekaligus  membuat sesak nafas serta membuat mata iritasi. Aktivis demonstrasi pun segera menghambur keluar arena.

Gerangan peristiwa apakah ini ? Pelemparan gas air mata oleh pihak aparat keamanan ke area demonstrasi terhadap para demonstran sepertinya.

Eitss...

Jangan reaktif dulu ya. Ini adalah gambaran sepenggal kisah ketika sang aktivis demonstrasi yakni istri saya sedang beraksi di arena memasak, yakni ruang dapur. Hehehe....

Kejadian seperti ini mungkin pernah sidang pembaca dengar atau alami. Saya sekali dua kali mengalaminya saat  uap belerang keluar dan istri berhamburan keluar dapur sambil teriak.

Segera setelah teriakan tersebut, saya membuka pintu dapur yang mengarah ke udara terbuka lebar-lebar kemudian mematikan lampu penerangan dapur selanjutnya menuju kompor gas memastikan atau memutar kenop putar  searah jarum jam hingga mencapai posisi titik hitam puncak atau “off”.  Kemudian sambil membungkukkan badan, saya mengamati jarum pengukur tekanan gas pada regulator yang terpasang di atas tabung gas elpiji melon 3 kilogram. 

Jarum berwarna merah sepanjang ruas jari itu telah bergeser dari garis hijau ke arah kiri garis merah, tandanya gas sudah habis.  Selanjutnya saya menekuk kedua lutut saya sekaligus menjatuhkan bokong saya hampir menyentuh lantai sambil membekap regulator dengan telapak tangan kiri  dan jari jempol dan telunjuk tangan kanan saya membuka kenop gas dengan menariknya ke arah atas berlawanan arah jarum jam. Regulator pun saya lepaskan dari mulut katup tabung elpiji.

Begitu juga saat suatu kali istri dan saya mendengar suara ngiiingg seperti alarm, serangkaian tindakan hingga mencabut regulator dari tabung elpiji seperti di atas kontan saja saya laksanakan jua.

Normalnya tabung elpiji tidak mengeluarkan bunyi demikian baik desis maupun nging. Baik itu saat gas habis maupun masih ada di dalam tabung. Saya segera mengecek ternyata sil cincin karet yang berwarna merah pucat kurang duduk atau melekat pada pinggiran mulut katup tabung. Kemungkinan saat istri mengaduk masakan di pengorengan sempat menggeser dudukan kompor yang juga menggeser selang yang terikat dengan tabung. Ternyata setelah sil cincin karet tersebut saya angkat dari lubang katup dengan bantuan tutup pulpen pilot, ada lingkaran dalam dan sisi sil cincin tidak simetris dan ada bekas parutan.

Hal ini menyebabkan sil cincin karet tidak kompak dengan katup tabung sehingga aliran gas tidak secara merata saluran distribusinya sepenuhnya ke arah tungku kompor sebagian lepas ke udara bebas. Sil karet yang terpasang dalam katup tabung memang sekarang ini cenderung berwarna merah pucat bahkan mendekati oranye, kurang kenyal, tidak simetris bentuk cincin dan alur tengah kurang tegas.

Berbeda sekali saat kali pertama tabung melon diluncurkan, sil karetnya berwarna hitam kemudian menjadi merah cerah, kenyal,  alurnya tegas dan bentuknya simetris. Tabung melon cerah awalnya mudah ditemukan di pasaran namun seiring berjalannya waktu warnanya turut pudar penuh noda karat meski tabungnya saya tukar ke agen elpiji ataupun di SPBU, alhasil setali tiga uang sehingga kadang saya harus mencuci tangan karena kerap terpapar korosi saat bersentuhan dengan tabung saat melepas atau memasang regulator.

Gambaran gejala distribusi / penyebaran tidak merata seperti di atas boleh jadi juga gambaran distribusi si tabung melon dari agen ke pengecer hingga ke konsumen rumah tangga atau usaha kecil menengah.

Distribusi Sebelah Mata

Pak Imam, salah seorang tetangga rumah saya daerah Jakarta Selatan juga membuka warung dagangan sembako sekaligus menjual galon air dan gas elpiji 3 kilogram adalah langganan tempat saya beli galon air dan gas 3 kilo kerap menuturkan bahwa sejak peraturan pemeerintah perihal pembatasan pembelian gas 3 kilogram dari tingkat keagenan memperlambat perputaran uang kasnya. Stok tabung gas kosong di warungnya mencapai tiga lusin sedangkan dari agen jatahnya hanya paling banyak dua lusin. Alhasil, satu lusin tabung kosong kerap mengendap berkarat dan harus rotasi. Belum lagi jadwal pengiriman dari agen tak menentu, dalam sebulan yang tadinya bisa empat kali transaksi menjadi hanya dua kali transaksi bahkan pernah hanya sekali transaksi.

Akibatnya kami pun kerap mendapati stok gas elpijinya kosong dan saya pulang membawa kembali tabung melon kosong. Kami di rumah hanya memiliki dua tabung 3 kilogram yang berdasarkan pemakaian akan ludes setiap dua minggu sekali. Artinya dalam sebulan dapur kami mampu membakar enam kilo gas elpiji. Makanya kalau satu tabung sudah kosong harus segera ditukar dengan yang berisi agar dapur tetap ngebul. Bila warung langganan kami habis persediaan gas 3 kilogram, mau tak mau saya bersafari ke warung dan toko penjual gas dalam radius satu hingga dua kilometer dari rumah. 

Umumnya dalam radius setengah kilometer, bila langganan saya kosong maka agen atau minimarket atau toko penjual gas 3 kilogram lainnya juga sama-sama habis atau kosong bahkan yang sekelas perusahaan terdaftar seperti SPBU yang juga menjual gas elpiji 3 kilogram juga anehnya kosong melompong atau habis stok. Setelah keliling dalam radius satu – dua kilometer dari rumah, saya melihat warung gerobak besar berukuran satu setengah meter kali tiga meter di pinggir jalanan berdekatan dengan dua minimarket ternama, melekatkan selebaran ukuran HVS A4 di pintu gerobaknya bertuliskan “ Ada Jual Aqua Galon dan Gas 3 Kg” kemudian mendatangi warung tersebut.

Senangnya akhirnya menukar tabung gas saya yang bernoda karat dengan tabung berisi gas 3 kilogram yang masih mulus dan kinclong warnanya. Seperti ada ungkapan: “carilah maka kamu akan mendapat.”

Begitu saya tanya berapa stok tabung gasnya, dengan jumawa sang pemilik berujar, “ Masih ada satu lusin tuh kalo mas mau.”  Saya cukup terheran-heran bagaimana warung kecil ini mengalahkan pesaing raksasanya. Akhirnya warung ini jadi langganan kedua saya kalau stok di tetangga saya kosong.

Dari penggalan kisah saya ini dapat saya pahami adalah penyebaran atau distribusi yang tidak terarah atau merata dan kualitas tabung yang berbeda-beda antar penjual besar, penjual eceran, minimarket dan agen merupakan tanda tanya bagi saya selaku konsumen. Seolah-olah distribusi energi berwujud gas melon 3 kilogram ini hanya dipandang sebelah mata saja lantaran tagline ditabungnya berbunyi ”hanya untuk masyarakat miskin”

Tanda tanya saya kepada Pertamina yang berani mendeklarasikan diri sebagai penyedia energi  selama 24 Jam hingga ke pelosok negeri.

Tanda tanya saya ini yang mewakili konsumen kecil, spesifiknya skala rumah tangga tentunya sudah masuk ke dalam meja pelaku transformasi di Pertamina yang memiliki komitmen 6 C (Clean, Confident, Competitive, Consumer Focused, Commercial, Capable)

Tampilan Berkelas Pertamina

Secara desain, penyaringan pengguna gas tiga kilogram bersubsidi ini memang cukup baik namun kalau diartikan dengan gerakan pembatasan peredaran gas tiga kilogram malah menjadi kurang baik. Akses masyarakat kecil pengguna gas tiga kilogram menjadi sangat terbatas dan mengurangi pemasukan mitra distribusi Pertamina.

Memang tak dapat disangkal bahwa secara praktik di pasaran atau masyarakat, penyalahgunaan banyak ditemukan seperti dijadikan oplosan untuk tabung non-subsidi berwarna biru 12 kilogram dan berwarna oranye 50 kilogram bahkan ada juga pemalsuan isinya tidak hanya terbatas pada tabung dan komponen pengaman tabung. Tindakan penyalahgunaan dan pemalsuan yang masuk dalam ranah kriminal ini tentunya karena ada celah yang besar atau kelemahan dalam pengawasan distribusi. Kalau pembatasan peredaran hanya sebatas mengurangi tindakan kejahatan pengoplosan maka ini kondisi hampir menyerupai ungkapan: karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Solusi penyaringan pengguna boleh saja dipergunakan mengunakan kartu khusus bahkan chip sekalipun namun penggunaan teknologi kartu atau chip secara praktik di bisnis bensin premium kandas di tengah jalan dan cenderung memboroskan biaya serta rumit pelaksanaannya.  Yang lebih efisien, menurut saya memperpendek rantai distribusi dengan menjual gas hanya di mitra atau agen Pertamina yang ketat pengawasannya.

Kemudian berlimpahnya tabung tiga kilogram yang korosi, penyok kuping dan dudukannya dan sil karet yang non-standar yang beredar di pasaran bahkan tampil di agen Pertamina merupakan gejala lemahnya pengawasan produksi dan  distribusi. Tampilan produk berlabel Pertamina yang rendah kualitasnya ini sudah seyogyanya menjadi perhatian khusus untuk perbaikan ke depan sehingga perusahaan negara yang sudah global dan berpengalaman lebih dari 50 tahun jelas menunjukan kelasnya dalam membantu konsumen kecil.

Salam Energi,

Jakarta Selatan, 1 Desember 2016

Edrol70

twitter

facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun