Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, belakangan ini ada metode pengelolahan tambang yang baik yang dapat diadaptasi oleh pemerintah Indonesia dan diakuisisi pengetahuan dan teknologi secara merata kepada pemerintah daerah yang memiliki potensi tambang mineral. Metode praktik tambang ini secara ringkasnya yakni mengurangi dampak lingkungan akibat operasional tambang dengan mengukur antara lain mengurangi konsumsi energi dan air, memperkecil produksi limbah buangan dan kerusakan tanah, mencegah polusi terhadap tanah, air dan udara di lokasi tambang, dan berhasil melaksanakan aktivitas reklamasi dan penutupan tambang yang baik. Metode ini dikenal dengan sebutan Sustainable Acceptable Mining (SAM). Mulai dari tahap perencanaan, tahap operasional hingga penutupan tambang dilaksanakan dengan pendekatan multi-ilmu yang memperhatikan dampak sosial, lingkungan dan ekonomi.
Dalam tahap perencanaan hingga penutupan tambang perlu diawali dengan adanya pendekatan atau hubungan sosial yang baik antara perusahaan pertambangan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) khususnya terhadap penerimaan masyarakat lokal, tidak hanya kepada pemerintah setempat. Konsep ini dikenal dengan Social License to Operate (SLO). Konsep ini merupakan pengembangan terbaru yang lebih luas atau evolusi dari Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah hadir sejak tahun 1930 di belahan dunia lain sedangkan Indonesia baru belakangan ini mengadopsi.
Konsep baru ini adalah gagasan yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990 oleh eksekutif pertambangan Kanada, Jim Cooney yang berdasar pada gagasan bahwa perusahaan tambang tidak hanya butuh izin pemerintah (atau izin) tetapi juga "izin sosial" untuk melakukan bisnis mereka. SLO bukan semacam dokumen formal namun perusahaan pertambangan dapat memperoleh persetujuan tertulis dari stakeholders.
Lisensi ini lebih menunjukkan level penerimaan dan persetujuan oleh masyarakat lokal dan pemerintah daerah terhadap perusahaan pertambangan dan operasional tambangnya, yakni dengan cara membangun hubungan kerjasama yang baik melalui saling menghormati, komunikasi yang terus berlangsung dan terbuka, melibatkan semua pemangku kepentingan, kejujuran, pengungkapan informasi secara sederhana, transparansi proses eksplorasi dan eksploitasi pertambangan, dan peka terhadap norma-norma lokal serta menepati janji dan komitmennya terhadap kepada semua pemangku kepentingan. Secara garis besar tahapan perusahaan pertambangan memperoleh SLO, mulai dari penerapan regulasi, pencapaian kredibilitas dan performa kerja hingga menjadi terpercaya.
Perusahaan pertambangan wajib sadar betul bahwa harus merawat lingkungan wilayah pertambangan mereka. Pemenuhan peraturan dan perundangan saja tidak cukup, wajib untuk mendapat lisensi sosial dari komunitas sekeliling area tambang untuk beroperasi hingga tahap akhir. Tidak ada pertambangan yang begitu ramah lingkungan sehingga tidak akan pernah meninggalkan jejak permanen pada lingkungan.
Setiap jenis pertambangan memiliki emisi dan pembuangan tersendiri sehingga dampak lingkungan tergantung pada produksi, teknologi emisi dan air limbah, sifat dari bijih yang diekstraksi dan lain sebagainya. Satu saja perusahaan pertambangan yang operasionalnya dikelola secara buruk dapat merusak gambaran seluruh sektor pertambangan untuk waktu yang sangat lama. Ibarat ungkapan dua pepatah, “karena nila setitik rusak susu sebelanga” dan “Sekali lancung juara, seumur hidup orang takkan percaya”.
Sehubungan operasional tambang begitu banyak menguras air tanah maka perlu adanya monitoring dan pengukuran secara rutin sehingga meningkatkan proteksi terhadap air tanah, mencegah kontaminasi air tanah, memperoleh interaksi antara air permukaan dan air tanah, dan mempermudah dalam pengelolaan resiko air tanah.
Prakteknya data pengukuran di lapangan bisa dimasukkan dalam modeling komputer berbasis web sehingga dapat diperoleh informasi secara real-time untuk proses monitoring dan pengelolaan resiko. Ini bisa juga sebagai alat untuk menjelaskan dampak lingkungan yang disebabkan akibat penggunaan air tanah atau dikenal dengan jejak air (water footprint). Dengan mengetahui jejak air maka akan dapat dijelaskan pengaruhnya seperti gambar distribusi dan tabel dampak lingkungannya.