Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ternyata Freddy Budiman Itu Hanya Bidak, “Expendable” Kartel Asia-Eropa

5 Agustus 2016   08:51 Diperbarui: 5 Agustus 2016   09:07 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Freddy Budiman Dibisiki Akrab oleh Salah Seorang Aparat (sumber: Jawa Pos/ Miftahul Hayat)

Berlimpah ruahnya informasi penangkapan kurir hingga bandar narkoba Indonesia dapat kamu temukan di internet atau surat kabar atau majalah. Penjatuhan hukuman berat mulai dari 3 (tiga) tahun hingga hukuman tembak mati, buat pengecer, kurir, pengedar hingga supplier atau pedagang serta pengusaha narkoba, sedang marak diberantas oleh pemerintah.

Akankah mengurangi masifnya peredaran dan pemakaian narkoba mulai dari usia remaja, 16 tahun hingga usia uzur, 64 tahun? Belum kelihatan sepertinya. Malahan data statistik mencatat pemakai penyalah gunaan narkoba menongkat setiap tahunnya, tercatat tahun 2014 ada sekitar 4,1 juta jiwa dan tahun 2015 telah naik menjadi sekitar 5,8 juta jiwa. Tragisnya adalah sekitar 30 sampai 40 orang populasi pemakai narkoba tersebut,mati setiap harinya. (Sumber 1, 2)

Mereduksi kesuburan perdagangan narkoba yang putaran nilai uangnya mencapai milyaran hingga trilyunan rupiah per bulan bahkan bisa per minggu. Komoditas obat yang nilainya lebih mulia dari minyak bumi bahkan logam mulia sekalipun.  Harga emas sekarang ini adalah Rp 600.000 per gram. Harga minyak bumi sekarang ini sekitar USD 15,633 per ounce atau USD 0,55 (1 ounce = 28,3495 gram) yang setara dengan Rp 7.150 per gram. Bila melirik harga bensin premium, 1 liter = Rp 6.450 setara 1 liter dengan 1000 gram maka 1 gram premium sama dengan Rp 645.

Jenis narkoba yang laris manis di Indonesia menurut data adalah shabu, ekstasi atau sekelas methamptahamine atau ampethamine, ganja dan lainnya.

Harga pasaran shabu kelas rendah per gram di Indonesia, sekitar 100.000 hingga 200.000 rupiah. Untuk shabu kelas menengah, sekitar 500.000 hingga 1 juta rupiah per gram. Sedangkan untuk kualitas premium, bisa laku terjual mulai 1,7 juta hingga 2,1 juta rupiah per gram.

Harga ekstasi diimpor dari Belanda 3,000 rupiah per butir terjual menjadi 300.000 rupiah per butir. 1 butir pil ekstasi atau zat amphetamine sekelas mencapai berat sekitar 40 gram. Jadi setara dengan 7.500 rupiah per gram di Indonesia.

Harga daun ganja per kilogram di pasaran sekitar 2 hingga 3 juta rupiah atau setara dengan 2.000 – 3.000 rupiah per gram.

Zat lainnya yakni muncul CCV atau dikenal dengan CC4yang awal kehadirannya di benua Eropa awalnya sebagai obat penawar atau anti nikotin di tahun 1960an ternyata berdasarkan penelitian mengakibatkan pemakainya menjadi tidak terkontrol atau bisa menimbulkan depresi berat sehingga sudah tidak dapat digolongkan sebagai obat yang aman. CC4 ini telah digolongkan narkotika kelas I oleh pihak berwenang di Indonesia, efek pemakainya jadi tidak mudah lelah, bersemangat layaknya ekstasi dengan kadar konon sebesar 3 x lipat ekstasi biasa, hanya dengan menempelkannya semacam kertas perangko di lidah. Harganya per lembar perangko dibanderol Rp 500.000 di Indonesia.

Begitu mudahnya melahap untung uang, beli rendah menjual tinggi pun masih laris manis, penjual dan pembeli sama-sama beresiiko tinggi, entah tertangkap petugas, mati di penjara atau hukum mati atau mati overdosis. Namun tetap saja pantang bersurut, terbukti cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Kecintaan mendapatkan uang dari menjual narkoba, menghalalkan segala cara dan upaya meski harus mati ditembak di nusa kambangan. Resiko tertangkap dan kematian yang sudah dipahami benar oleh pedagang narkotika atau operator sekelas Freddy Budiman.

Curhat Freddy Budiman yang disebarkan oleh aktivis Kontras, Harris Azhar belum dapat dijadikan acuan atau jadi dasar hukum untuk menarik oknum juga sang penyebar curhat ke ranah hukum postif atau bahkan ke muka pengadilan. Ini hanya curhatan belaka. Freddy Budiman mempunyai sejarah panjang sebagai pemakai narkoba yang kelam, dimana kepalsuan, kebohongan, penipuan sudah menjadi senjata pamungkas atau muslihat hidupnya untuk bertahan.

Keputusannya menjadi pedagang lihai yang menerapkan ilmu ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) dalam usaha bandar narkotika, dengan lasan kuat untuk tetap bertahan mengkonsumsi narkoba sambil meraup sedikit untung telah mengangkat kelasnya dari bidak menjadi setara dengan perwira pertama dalam percaturan “segitiga emas” jalur Narkotika Asia Pasifik. Curhatan Freddy Budiman hanya telah menyibak kembali karakter awalnya yakni “bidak” yang berlagak seperti perwira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun