Mengacu pada keterangan pihak keluarga korban di media massa patut diduga para dokter dan tenaga kesehatan pihak pegawai RS terkait telah secara sadar melakukan kelalaian yang merugikan balita dan bukan tidak mungkin kasus keterlibatan mereka dapat dilakukan penindakan secara perdata oleh keluarga korban atau kelompok masyarakat yang dirugikan dengan kekuatan produk hukum UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Keluarga korban tentunya ada yang bersikap emosional dengan mengacau di Rumah Sakit, namun sebaiknya emosi dapat diredam pada tingkat pribadi tanpa merusak atau merugikan orang lain. Tindakan pengrusakan dapat menempatkan posisi pelaku pengerusakan/ anarkis menjadi sejajar dengan pelaku pengedar vaksin palsu yang jahat. Sudah sepatutnya, keluarga korban dan masyarakat peduli untuk segera mengajukan tindakan hukum sehingga tragedi terhadap balita yang tak berdaya ini tidak berlangsung terus hingga puluhan tahun.
Kiranya pemerintah termasuk aparat penegak hukum dan pengadilan hingga mahkamah agung dapat mengusut tuntas dan mengadili para pelaku dan jaringan dengan seadil-adilnya. Semoga dengan tindakan yang ekstra serius dan masif ini, akan menjadi resolusi aksi terakhir peredaran vaksin palsu di Indonesia. Semoga produk palsu lainnya yang beredar subur dapat penanganan yang sama porsinya karena efeknya sama-sama merugikan meski tidak se-tragis vaksin palsu dimana keluarga atau orang tua bayar mahal (emas) untuk mendapatkan perlindungan "emas" Â untuk generasi emasnya ternyata dapat "arang".
Turut berduka buat balita dan keluarga korban vaksin palsu, kiranya Tuhan menolong dan melimpahkan penyembuhan dan kesempurnaan bagi generasi emas Indonesia.
Salam hangat,
Jakarta, 18 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H