Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gagal Paham Pesta Demokrasi (Pilkada Serentak)

10 Desember 2015   23:09 Diperbarui: 11 Desember 2015   00:08 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Dana  Pesta    :  APBD (kecuali biaya pengamanan kepolisian)

[caption caption="Tumpukan Uang Trilyunan Buat Pilkada (sumber:media.viva.id)"]

[/caption]

Banyak saya lihat di media televisi dan media internet, berdasarkan analisa hasil hitung cepat pasangan pemenang lomba walaupun berindikasi bermoral rendah seperti tersangkut perbuatan curang (korupsi) ataupun petahana yang kinerjanya buruk tetap memperoleh tempat sebagai pemenang.

Para peneliti dan pembicara kajian politik dan demokrasi cenderung mentahbiskan bahwa peserta yang memilih peserta lomba tidak memperdulikan apakah peserta lomba bermoral rendah atau curang melainkan gambar atau nama yang sudah dikenal. Ini artinya seperti pendapat salah satu pengamat politik dari kalangan universitas, sebelum pesta dilaksanakan mengamati bahwa peserta lomba berkualitas rendah dan kurang dikenal atau boleh dikatakan belum pernah terlihat bekerja atau tampil di daerah perlombaannya.

Menurut pandangan saya, pesta demokrasi berhasil menghamburkan uang rakyat untuk menetapkan pemenang yang cenderung berkualitas rendah. Pemenang karbitan ini akan selama masa  5 (lima) tahun tentunya bila berasal dari komplotan partai politik maka akan lebih banyak disetir oleh pimpinan partai dari pada dikendalikan oleh hati nurani rakyat.

Kalau dilihat dari antusiasme teman-teman yang sempat saya tanyakan, kebingungan memilih hingga gagal paham calon pasangan yang ditetapkan (yang akan dipilih) alhasil datang ke lokasi pesta dan asal memilih atau bahkan mentidak-sahkan kertas suara. Ada pula yang absen ke lokasi pesta dan lebih memilih ke taman hiburan atau pusat perbelanjaan mumpung libur nasional.

Pesta demokrasi yang dipaksakan sepertinya. Mengintimidasi rakyat yang tidak datang ke lokasi pesta sebagai golongan abstain atau dikenal dengan GOLPUT, yang memvonis kalau pemimpinnya tidak amanah karena tidak ikut serta pesta.

Boleh dikatakan intimidasi terhadap golput atau pemimpin tidak amanah akibat tingginya golput atau merusak iklim demokrasi.  Ini secara logika adalah bentuk provokasi racun alias tidak berakal sehat. Logika sederhana seperti cerita ini:

“Si Dablek walaupun tamatan SD tapi kalau soal masa depan anak tahu memilih yang  sekolah terbaik untuk anak pertamanya. Dablek akan melakukan riset dengan tanya-tanya kepada tetangga, saudara, iklan di TV ataupun di facebook tentang sekolah dasar terbaik untuk anaknya. Berdasarkah hasil risetnya diperoleh informasi sebagai berikut:

SD no.1, guru sekolah lulusan S2, kepala sekolah lulusan S3, ditetapkan oleh banyak organisasi sebagai sekolah dasar ramah anak dan berprestasi. Biaya pendidikan mahal dan letaknya sekitar 50 km dari desanya, artinya anaknya harus kost dekat sekolah, tambah biaya hidup.

SD no.2, guru sekolah lulusan S1, kepala sekolah lulusan S2, kualitas pengajaran biasa-biasa saja. Biaya pendidikan beda tipis dengan SD dan letak sekolah sekitar 10 km dari desa sehingga harus naik kendaraan seperti antar sepeda motor atau angkot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun