Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semangat Wirausaha Sarjana Teknik Mesin USU, Pendorong Industri Agro

4 November 2015   16:46 Diperbarui: 5 November 2015   12:44 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selanjutnya panitia acara yang diketuai oleh Ir Helman Sembiring, MBA menghadirkan pakar manajemen dari Rumah Perubahan, yakni Prof. Rhenald Kasali, Phd yang mengupas Kepemimpinan Dalam Krisis. Sebagai moderator adalah sang ketua panitia dan notulis adalah sang penulis sendiri. Secara garis besar, nara sumber mengangkat definisi krisis dan dampak krisis bagi perekonomian negara serta cara menghadapi krisis, yakni:

1. Krisis . Menurut kamus bahasa Inggris adalah titik belok atas hal yang lebih baik atau lebih buruk dalam demam atau penyakit akut. Menurut sastra Tiongkok adalah mengambarkan bahaya juga peluang. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia adalah saat genting atau saat terjadinya kemelut besar. Tak heran budaya Indonesia mengenal krisis sebagai hal negative ketimbang sebagai titik belok atau peluang sebagaimana bangsa Inggris atau bangsa Tiongkok.

[caption caption="Ir. Helman Sembiring, MBA dan DR.Ir Manerep Pasaribu berdiskusi kepada Prof Rhenal Kasali sebelum acara dimulai (courtesy: ikatm-usu jabodetabek)"]

[/caption]

 

2. Krisis terjadi bukan hanya karena demand turun, melainkan juga ketika ada sudden growth. Sebagai contoh, pertumbuhan penduduk dunia yang hampir mencapai 8 Milyar penduduk telah mengakibatkan krisis kebutuhan pangan, sandang dan papan. Indonesia perlu menata kembali luasan tanah menjadi lahan pertanian guna menghadapi krisis pangan di masa mendatang. Pemerintah juga perlu menggiatkan kembali lulusan sekolah terampil yakni SMK guna mengisi kekurangan tenaga industri terampil dengan gaji yang setimpal sehingga perusahaan asing yang padat karya tidak cenderung memilih Vietnam atau Thailand yang lebih banyak lulusan tenaga terampilnya ketimbang Indonesia.

3. Kepemimpinan dalam pemerintahan di Indonesia cenderung menerapkan standar ganda dan kaku (rigidity) sehingga banyak persoalan percepatan pembangunan infrastruktur berakhir mandek. Perlu adanya kebijakan dan mental pejabat yang fleksibel dan cepat yakni agility sehingga mempercepat pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Sebagai contoh, pembangunan bandara Kualanamo yang dapat diselesaikan dengan ringkas setelah bertahun-tahun terhambat akibat aturan-aturan yang kaku.

Baru ketika ada peristiwa pesawat jatuh di bandara tengah kota medan, Polonia yang menewaskan pejabat daerah dan menghancurkan bangunan kota Medan, urgensi bandara baru langsung dikebut dengan desain modern karya anak bangsa dan pembebasan lahan yang berjalan mulus dengan pendekatan yang fleksibel (agility) dari pejabat pemerintah pusat kepada pemilik lahan. Contoh lainnya adalah keputusan cepat dan praktis Presiden Joko Widodo memilih teknologi Tiongkok untuk kereta cepat , yang berteknologi Jerman dan terlaksana dalam waktu cepat, 5 tahun dengan menggunakan trek baru dari pada teknologi Jepang yang menggunakan trek kereta lama, cenderung lambat dalam perencanaan hingga pelaksanaan hingga 20 tahun. Kereta cepat ini mengghidupkan kembali bisnis perusahan BUMN yang mati suri, yakni PTPN VIII dimana akses dari dan ke areal perkebunan nantinya menjadi bagus, juga perekonomian masyarakat sepanjang rel nantinya.

Bangsa Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang memiliki pemahaman kepada persoalan dengan baik, perencanaan stategis yang terukur dan pelaksanaan yang fleksibel dan cepat.

4. Guna menghadapi perkembangan zaman abad 21 ini yang bercorak 3 S (Surprise, Speed, Sudden Shift) memerlukan mental anak bangsa yang berperan sebagai Driver ( pengemudi) bukan hanya sebagai Passanger (Penumpang). Dengan menjadi Driver, maka harus tahu jalan, ambil resiko, tak boleh tertidur dan aktif berfikir. Mulai dari menjadi pengemudi diri sendiri, mengemudikan orang lain, perusahaan, hingga dapat mengemudikan bangsa. Tentunya sejak dini, mulai merubah cara mendidik anak kita dengan kebebasan mengambil resiko dan bertanggung jawab pada tindakannya sejak dini. Jangan sampai hingga dewasa kelak, anak kita terlalu dikekang dan dituntun terus bahkan dalam mengambil keputusan yang menentukan hidupnya bagaikan peliharaan burung dara rumahan. Contoh nyata, seorang lulusan master dari Universitas Indonesia, Ignatius Ryan Tumiwa yang menggugat ke MK untuk meluluskan permohonannya akan hak untuk mati sebagaimana hak untuk hidup. Alasan dia adalah sejak ditinggal mati kedua orang tuanya, dia tidak dapat lagi menyambung hidup dengan baik karena sejak lahir hingga dewasa kerap dituntun dan kebutuhan hidupnya semua dari orang tuanya.

[caption caption="Seorang alumni, Zulfan A Rambe, ST berselfie dengan Prof Rhenal Kasali, praktek foto bareng gaya abad 21 (courtesy: Zulfan A Rambe)"]

[/caption]

Sharing Knowledge Sesi 2 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun