Tempat ini sekarang menjadi bagian dari  situs museum Bahari sebagai destinasi sejarah dan budaya yang bisa dikunjung. Rumah panggung Khas Makassar itu  bukanlah rumah milik si Pitung tetapi rumah itu milik Haji Safrudin, seorang saudagar besar asal Bugis, Makassar, yang dibangun pada 1880, dan Pitung sering mengunjunginya bila datang ke Marunda. Pitung diyakini tidak pernah menetap lama di rumah pemberian saudagar itu.Â
Didalam rumah itu terdapat ruang tamu, ruang kamar, serta dapur dan menghadap situ yang juga dilengkapi  dengan ruang tamu ssetelah menaiki tangga depan dan peralatan dapur. Peralatan dan perlengkapan di dalamnya adalah milik budayawan Rahmat Saidi yang disumbangkan pada museum bahari dan menjadi bagian koleksi rumah di pitung didalamnyaÂ
Â
Rumah tersebut juga dibuat dari kayu ulin yang kuat sehingga kokoh sampai sekarang. Kayunya langsung dari Kalimantan. Sehingga kami bisa naik keatas yang terbagi dua grup dari berkisar  lima belas orang dan melihat kondisi rumah si Pitung.
Setelah puas di rumah si Pitung kami berjalan sekitar lima belas menit ke Masjid Al-Alam Merunda  yang konon dibangun semalam oleh wali allah dan ulama / aulia. Konon, menurut Kusnadi, Masjid Al-Alam Marunda dibangun hanya dalam waktu satu hari oleh para Auliya pada abad ke-17.Â
Masyarakat tidak tahu kapan Masjid ini dibangun. Tapi pagi-pagi masyarakat sudah melihat sudah ada masjid dibangun. Menurut masyarajat setempat  masjid itu bernama Masjid Agung Auliya. Kemudian, berubah nama menjadi Masjid Al-Alam pada 1975 setelah wilayahnya berpindah dari Bekasi ke Pemprov DKI Jakarta. Â
oh ya asyiknya ada pesta kejutan , kami menikmati roti buaya besar ada Pak aya, Bu Aya dan yaya sebagia syukuran Ira menjalani prosesi sebagai tour guide dan juga restu ibunya atas pilihannnya. Asyik saya dapat roti buaya dan dapat door prize juga souvenir special greeting paket stationary berisi tanda tangan Pak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pak Sandiaga Uno