Keunggulan peacemaker perempuan dibandingkan rekan peacekeeper laki-laki, bahkan dari peacekeeper negara lain. Sehingga dari tangan merekalah cukup banyak informasi berharga berhasil diperoleh PBB untuk kesuksesan tugas operasi.
Ditahun ini Indonesia akan menjalankan amanah warga dunia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Sehingga mengharapkan keberadaan srikandi-srikandi Indonesia yang membuktikan kelayakan Indonesia sebagai mitra sejati untuk perdamaian dunia dan mengharap lagi banyak lagi  peacemakers perempuan hebat Indonesia akan terus berkiprah pada perdamaian dunia.Â
Karena meskipun peran perempuan dalam menjaga perdamaian sangat krusial, keterlibatan perempuan dalam proses perdamaian masih sangat terbatas.Â
Berdasarkan analisa dari UN Women, sebanyak 1.187 perjanjian perdamaian tahun 1990-2017, terdapat 2% mediator perempuan; 5% negotiator perempuan dan 5% saksi dan penandatangan perjanjian perdamaian perempuan.Â
Hingga 31 Maret 2019, terdapat 3.472 personel militer perempuan dan 1.423 personel polisi perempuan dari total 89.681 personel penjaga perdamaian, atau 5,46%.Â
Jumlah ini tentunya harus dapat ditambah, dan Indonesia memiliki niatan yang kuat untuk hal ini. Pengiriman all women contingent seperti yang pernah dilakukan India di misi perdamaian di Liberia pada tahun 2007 menjadi salah satu target Indonesia di masa mendatang.
Indonesia menekankan pentingnya peran perempuan dalam perdamaian dunia dan menyuarakannya dalam berbagai forum internasional. Salah satu milestone dalam upaya ini adalah pertemuan menteri luar negeri perempuan pertama yang diadakan di Montreal, Kanada, pada 21 September 2018, yang dihadiri oleh Menlu Retno Marsudi. Topik mengenai mempromosikan perdamaian dan keamanan serta mengeliminasi kekerasan berbasis gender menjadi salah satu agenda penting.
Untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam misi penjaga perdamaian,  Indonesia  membutuhkan komitmen politik yang kuat untuk berinvestasi pada hal-hal yang dapat meningkatkan peranan perempuan dalam pengambilan keputusan nasional dan setiap tahap proses perdamaian.Â
Ini dapat diterapkan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang sesuai dengan hak-hak perempuan (kesetaraan dan non-diskriminasi), reformasi budaya dan sumber daya yang memadai.