Bolehkah ku petik bintang di langit
dan menggantungkan cita-cita masa kecilkuÂ
disana
di langit biru
cita-cita
oh cita-cita
cita-citaÂ
mengapa harus ditinggikan setinggi langit
apakah aku masih boleh bermimpi
apakah mimpi itu paripurna
Nyatanya Bapakku mengatakan
Tetaplah bercita-cita setinggi langit
Bahkan melebihi tinggi badan yang mungil itu
Seandainya tak sampai langitÂ
Cita-citamu akan tergantung di bintang-bintang
Memberi cahaya pada metamorfosa hidup
Kata Bapakku
Cita-cita yang kukejar
Diatara kehidupan yang hanya sedepa
Cita-citaku hampir paripurna
Saat menuju kepala tiga
oh lamanya
sesabar-sabarnya waktu bersamaku
Aku  raih cita-citaku
Melewati cita-cita Bapakku
ya bintang Bapakku hanya satu
sedangkan aku dapati empat bintang itu
Namun aku merasa bukan pemenang
Aku merasa terlambat
Dalam penat
Cita-citaku sederhana
Bapakku menemaniku memetik bintang itu
Memetik cita-citaku yang kukejar itu
Apa daya Bapak pergi di Shubuh Pagi
Dia membiarku menikmati bintang itu sendiri
Lalu menepi aku di kota kecil ini
Kudapati lagi cita-cita yang baru
Meneruskan cita-cita Bapakku
Menerbitkan sebuah buku tentang Rindu
Kerinduan yang abadi untuk Tuhanku
oh ternyata cita-cita tertinggikuÂ
hanya menjadi Sang Pecinta yang papa
pecintaNya yang mengejar shubuh
Padang Sidimpuan Penghujung Ramadhan 5 juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H